tak sebahagia itu

275 10 2
                                    

Aku sedang memasak makan malam untukku dan Dave. Aku senang, ternyata apa yang kutakutkan tidak terjadi, aku malah merasa menjadi seorang istri tidaklah begitu sulit, cukup mengikuti imam keluarga, melayaninya dengan baik, menjadi sahabatnya selalu dan yang terpenting memberi keturunan selanjutnya.

"Kamu masak apa sayang? Baunya harum" ucap Dave sambil memelukku dari belakang.

"Ada sop, ayam goreng, ehm dan pudding" kataku sambil tersenyum mengingat masakkan spesial untuk malam ini.

"Aku akan tunggu di meja makan" katanya sambil mencium pipiku singkat dan berlalu.

Aku menyiapkan piring dan menata semuanya di meja makan. Aku melihat Dave mengerutkan dahi sambil menatap ponselnya. Aku memegang tangannya lembut, sempat ku rasakan Dave menegang dan kembali rileks.

"Ada apa?" Tanyaku khawatir.

"Tidak ada, ayo kita makan" ucap Dave, lalu aku menyendokkan nasi ke piringnya.

"Dave, aku ingin memberitahukan kabar bahagia..." kataku senang sambil mengingat apa yang terjadi tadi siang.

"Apakah itu? Tas keluaran terbaru ada potongan harga?" Tanya Dave dengan nada melucu.

"Enak saja, aku tak akan sebahagia ini. Okay aku bahagia tapi ini lebih penting." Kataku tak sabar mengatakannya. "Aku hamil!" Lanjutku antusias.

Dave tersedak, dia buru buru meminum air mineralnya. "Dave, kau tak apa?" Tanyaku khawatir.

Dave tampak diam tanpa ekspresi. "Ini baru 1 minggu setelah kita menikah" kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Dia tidak menatapku sama sekali, ia hanya berdiri meninggalkanku dengan berjuta pertanyaan.

"Dave apa kau tak senang?" Tanyaku setelah mengikutinya sampai kamar kami.

"Aku akan keluar sebentar, mungkin pulang malam. Tak usah menungguku." Ucap Dave sambil memakai jaket dan berlalu begitu saja setelah menyambar kunci mobilnya.

"Dave..." ucapku lirih.

Kenapa? Apa berita ini membuatnya seperti itu? Apa ia tak ingin mempunyai anak? Sebulir air mata menetes di ikuti yang lainnya. Aku menangis di heningnya malam, menangis bersama rasa sakit yang aku rasakan saat ini. Aku menangis sambil merapikan meja, rasanya hati ini berat sekali, aku lemas. Kenapa ia tak sebahagia yang aku bayangkan? Aku kira ia akan memelukku dan kita berbahagia bersama.

Aku duduk di tepi kasur kamarku. Aku memutuskan untuk menelponnya dan ponselnya mati. Aku kembali menangis sampai rasa kantuk menyerang dan membiarkan gelap membawaku menenangkan hati ini walau sesaat.

----------

Aku terbangun mendengar suara pintu kamar di buka. Tanpa harus membuka mata aku tau itu siapa.

"Sayang, setelah ini pasti kau akan membenciku. Tapi..." ucap Dave sambil menghela nafas dengan berat. "Aku memang pantas di benci karena hal ini" lanjutnya.

Aku diam menahan agar aku tidak membuka mata dan menghijaninya dengan beribu pertanyaan. Apa Dave melakukan sesuatu yang sangat buruk? Aku tak tahu, aku kurang begitu mengenalnya. Aku tidak tahu jika Dave merahasiakan sesuatu, karena Dave menikahiku hanya untuk bertanggung jawab. Memikirkan itu hatiku kembali nyeri.

Vanya (tdk dilanjutkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang