〔Taste〕

881 163 1
                                    

「 °•°•❈•°•° 」

Ekspedisi itu berjalan namun guyuran hujan membesar tetap dijalankan. Jubah hijau menutupi seperempat bagian wajahku. Kabut tebal menutupi penglihatan siapa pun.

Raut muka Rey tampak cemas nan risau. Bisa dikatakan aku terpisah dengan rombongan Levi dan juga senior.

Disaat waktu seperti ini. Indera perasa, pendengar terbuka lebar-lebar jika tidak ingin menjadi hidangan tubuh besar abnormal yang tiba-tiba datang.

Pergelanganku dieratkan Rey, spontan kaki kuda ku hentikan, aku memandang raut wajahnya yang ketakutan (?)

"Apa?"

"Apa kau tidak merasa kalau kita menjauh? Atau hanya berputar-putar saja?" nada bicara Rey tak biasa, bergetar disetiap suku kata.

"Dari pada berdiam diri lebih baik kita bergerak atau kau menjadi santapan titan bodoh"

Rey mendengus kasar. "(y/n), bisakah kau memberikan perhatian tanpa kalimat kasar. Aku tuh nggak bisa di gituin"

Kalimat dan nada akhir Rey, ntah kenapa membuat ku kesal juga jengkel, ingin ku gorok lehernya.

"Jika kau setakut itu tetap lah di dekatku"

"Nah gitu dong"

Kembali kaki kuda melewati kabut putih ciptaan hujan. Namun, sudah memperlahan langkah kuda tetap saja indera was-was ku buka lebar jika tidak sahabat laknat ku─Rey─akan disantap titan.

.

Cukup lama, air yang membasahi bumi dari tadi sudah mulai meredah. Ntah beruntung atau bagaimana, sekita 3 meter dari jarak ku berada sekumpulan pasukan pengintai tengah berkumpul di dekat tulang yang meluap ke udara.

Tak perlu berpikir panjang, aku dan Rey tancap gas mendekati mereka. Sampai mendekati mereka baru ku pelankan kaki kuda.

Aku mengamati kondisi yang terjadi. Beberapa potongan tubuh tergeletak sembarang di rumput yang tak lagi menghijau, sudah bercampur ria dengan darah merah.

Rey turun dari kudanya, mendekati mayat yang tersisa kepala saja. Itu Farlan. Dia mati.

Netra (e/c) berpindah pada sisi lain, perdebatakn antara Erwin Smith dan Levi tengah berlangsung.

Ntah bagaimana aku bisa merasakan luapan emosi Levi yang bergejolak minta dilepaskan.

Aku turun dari pelana, mendekati Levi yang sudah selesai berdebat. Kata-kata Erwin cukup menyakitkan menyuruh Levi tetap ikut ekspedisi. Kaki dihentikan Rey, ia merangkul tubuhku. Menghentikan ku mendekati Levi.

"Apa?"

"Biarkan dia sendiri dulu. Aku tau kau mengkhawatirkannya"

"Kenapa kau berpikir seperti itu?"

"Karna kalian mirip"

Ya, itu benar. Aku memang tau ia butuh waktu menyendiri. Ya sudah lah, kan ku terima alasan Rey karna memang masuk akal.

Ekspedisi berjalan seakan tak ada yang terjadi tentang potongan tubuh yang tebaran di luar dinding. Selama perjalanan sampai kembali ke markas.

Aku, (y/n) terus memperhatikan si undercut bernama Levi. Tapi itu bisa dibilang terlalu fokus sampai-sampai aku lupa arah dan terus disadarkan oleh Rey.

Menyebalkan seperti bukan diriku saja. Tapi mau bagaimana lagi, rasa khawatir, risau, gelisah bertumpuk diwaktu bersamaan.

Kini kami─bertiga─makan bersama karna waktu makan malam telah tiba. Bola mata ku tak seperti biasa yang hanya berfokus pada sup kentang tumbuk. Dari ekor mata ku lirik sesekali wajah Levi yang datar tapi bagiku aku yakin apa yang sedang ia rasakan.

Rey yang duduk di depan ku. Mendengus sebal kala netra (e/c) bimbang melirik.

'Kekhawatiran mereka juga sama' batin Rey.

「 °•°•❈•°•° 」

Sudah beberapa jam berlalu dari waktu makan malam. Kali ini saja, aku beranggap diriku bodoh.

Menelentangkan diri dikamar sendirian. Seakan otak mengkosong sendiri pikiranku masih melayang pada wajah Levi.

Paras datarnya terasa biasa tapi tidak untuk ku. Dirinya diam seperti biasa tapi tidak untuk ku. Mungkin aku percaya bawah ia mirip dengan ku.

Kuangkat tubuhku dari atas ranjang, menepakan kaki pada lorong senyap tak tau kemana dan bagaimana. Mungkin mengandalkan insting saja lebih baik.

.

Aku berhenti pada cahaya rembulan yang menyelip ke lorong. Aku mendapatkannya. Lelaki berbaju kasual menatap diam rembulan cantik dilangit gelap.

Dari punggungnya bisa terasa apa yang ia derita. Kembali melangkah mendekati Levi. Rangkulan tangan selembut sutra diterima pada tubuh yang mendingin akan hawa malam.

"Keluarkan saja"

"Kau tak mengerti diriku"

"Aku mengerti..." tangan si gadis semakin mengerat meghangatkan tubuh yang terasa rapuh sekarang. "...Lebih mengerti dari siapa pun"

Levi mendengus kecil. Perlahan membalik tubuh menghadap sang gadis. Tangannya hinggap pada puncak kepala (y/n).

"Terimakasih"

Si gadis tersenyum pelan mendengar ucapan langkah. "Kau bisa berbagi denganku. Segalanya... apa pun itu"

「 °•°•❈•°•° 」

26 march 2021

Levi A.  ❛DoppelgängerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang