/sepuluh

406 72 21
                                    

Azady terduduk dikursi teras begitu kembali dari mengantarkan Gita dan Acha yang baru saja pulang setelah memberikan segudang petuah untuknya, termasuk untuk berbicara empat mata dengan Gamma.

Ponselnya yang berada di genggamannya bergetar, membuat perempuan itu langsung mengecek sebuah pesan yang masuk dari Gita yang padahal belum lima menit lalu pergi dari rumahnya.

Gita
Liat sendiri kan?
Mobil Gamma ada di depan rumah tetangga lo tuh
Suruh masuk cepet, ntar dia dikira mau maling lagi

Ujung bibir Azady tertarik sedikit ketika membaca pesan tersebut, ia tersenyum geli. Perempuan itu masih cukup peka untuk menyadari bahwa mobil Gamma terparkir tak jauh dari rumahnya ketika Azady mengantar Gita dan Acha pulang sampai depan gerbang. Tapi bahkan sampai kedua temannya itu sudah pergi, mobil Gamma masih tak mendekat entah mengapa.

Azady
Iyaa, bakal gue suruh masuk kok
Gue nggak sejahat itu Ta

Setelah membalas pesan Gita, Azady membuka ruang obrolannya dengan Gamma kemudian menekan tombol panggilan yang langsung diangkat oleh Gamma bahkan sebelum dering kedua.

"Kamu ngapain diem di dalem mobil terus? Sini masuk."

"Eh?"

"Nggak panas emang lo diem gitu aja? Kan mataharinya mantul tuh ke kaca mobil." Azady berujar tanpa memberi kesempatan bagi Gamma untuk berbicara.

"Lo tau gue udah sampe?"

"Gimana gue nggak tau kalau mobil lo aja terpampang jelas?" Azady terkekeh pelan. "Parkirnya disini aja Gam, jangan disitu. Nanti lo dikira mau maling tetangga gue lagi."

"Sembarangan!"

"Yaudah sini makanya, gue udah nunggu di teras nih." Azady memberi tahu agar cowok itu cepat datang. "Kalau lo gamau kesini, gue masuk aja ya."

"Eh sebentar! Ini jalan kok. Maaf."

"Iyaa, udah ya sini kamunya." Pinta Azady kemudian mematikan panggilannya secara sepihak. Perempuan itu kemudian beranjak dari duduknya dan berjalan untuk membukakan gerbang rumahnya, mempersilahkan mobil Gamma untuk langsung masuk.

"Hey, bulak balik gitu emangnya nggak pusing? Lagi sakit kan kamu. Padahal aku bisa buka gerbangnya sendiri." Gamma yang baru turun dari mobilnya yang sudah terparkir sempurna di garasi Azady itu berujar seraya berjalan kearah Azady yang juga berjalan mendekatinya.

Belum sempat Gamma memeriksa kondisi Azady, namun perempuan itu sudah lebih dulu memeluknya yang membuat Gamma terperanjat kaget serta bingung. "Eh kenapa Dy? Pusing ya?"

Azady menggeleng, masih dalam dekapannya itu. "Maafin gue ya? Kayaknya kemarin gue kebawa emosi trus ketinggian ego."

Perempuan itu kemudian melerai pelukannya dan menatap Gamma untuk menunggu jawaban dari laki-laki dengan kemeja putih yang lengannya digulung sesiku itu. "Lo gak salah kok, emang guenya aja yang terlalu berlebihan dan kayaknya gue juga ketinggian ego."

"Seriuss. Marah kan lo? Gue nyebelin banget soalnya."

"Gue nggak marah Azady, mana bisa gue marah sama lo?"

"Tapi gue sakit gini lo nggak rewel nanya ini itu sih? Biasanya langsung repot banget?" Gamma tersenyum tipis begitu mendengar penuturan Azady. Tangannya bergerak untuk mengelus surai hitam perempuan itu.

"Aku takut kamu malah risih kalo aku rewel, ntar tambah pusing juga di kamunya."

"Maaf...."

"Apasih daritadi maaf-maaf mulu? Belum lebaran juga. Nanti aja maaf-maafannya kalo udah lebaran ya?" Sahut Gamma dengan senyum lembutnya itu, kemudian mendorong lembut Azady agar segera masuk kedalam rumahnya. "Udah didalem aja ngomongnya. Kebanyakan berdiri ntar kamu pusing."

Ruang JedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang