/empat belas

363 45 10
                                    

"Dimana? Kamu masih di studio?"

Dua pertanyaan itu adalah hal pertama yang Azady dengar ketika ia mengangkat panggilan dari Gamma setelah sebelumnya telepon dari pacarnya itu tak terangkat dua kali olehnya.

Azady kemudian mengangguk sebagai jawaban, seakan lupa bahwa Gamma tidak dapat melihatnya. Detik berikutnya ketika perempuan itu tersadar, ia langsung berujar. "Iya nih Gam."

"Mau pulang jam berapa? Ini udah jam setengah sembilan malem."

"Maket gue masih lumayan banyak yang harus dikerjain, Gam. Nanti paling lanjut di kosan Fares, soalnya deadlinenya besok siang." Azady menjelaskan selagi berjalan menjauh dari kelompoknya dan memilih untuk keluar dari ruang studionya sebentar. "Gue kayaknya nggak pulang ke rumah." Tambahnya kemudian.

"Azady," Gamma seolah mengingatkan dengan nada sabarnya.  Berusaha tidak mendesaknya apalagi kembali terlibat dalam pertengkaran. Tidak, Gamma tidak ingin hal tersebut terjadi saat ini.

Azady yang seolah sadar maksud dari intonasi tersebut lantas menghela napas pelan tanpa sadar. "Gue nggak sendiri, anak-anak juga kesana."

"Bukan itu yang aku permasalahin."

"Terus?" Tanya Azady yang kini mulai kembali merasa penat. Seolah ia sudah dapat meramalkan kemana pembicaraan ini akan bermuara. "Gamma, kita udah bahas ini waktu itu ya, so please."

"Lo baru fit, Azady." Sanggah Gamma mengingatkan. "Dari dua hari kemarin sampe hari ini tuh lo terus yang bolak-balik survei. Kena panas, kena hujan juga dan lo nggak pernah dapet waktu istirahat yang cukup. Bergadang terus. Mau sakit lagi lo?"

Azady mendengus selagi memejamkan matanya sesaat, meskipun ia tak menyangkal perkataan Gamma karena memang benar hal itu lah yang terjadi. "Tapi lo tau kan Gam, kalau itu emang tugas gue?"

"Ya gue tau." Sahut Gamma langsung. "Gue nggak permasalahin tugas lo. Tapi gue nggak suka sama kebiasaan lo yang kalau ngejar deadline studio bisa nggak tidur sama sekali. Nggak sehat, Azady. Lagi musim pancaroba juga."

"Ya terus lo maunya gue kayak gimana?"

"Pulang sebelum pagi. Pokoknya lo harus tidur sebelum kelas lagi, dua jam juga nggak apa-apa."

Azady memijat pangkal hidungnya sesaat. Kemudian melayangkan pandangannya pada taman tengah departemennya yang terlihat cantik dengan lampu-lampu dari lantai dua tempat ia berdiri.

"Gamma," panggilnya dengan sedikit penekanan, berusaha memperingati pacarnya itu. Ia sangat enggan diatur seperti itu disaat sedang mengerjakan tugasnya, terlebih ketika masih banyak yang harus ia kerjakan.

Berusaha mengabaikan intonasi dari Azady tersebut, kini Gamma berujar kembali. "Kali ini nurut ya, Dy? Kemarin baru sakit, jangan nggak tidur sama sekali. Gue hampir nggak pernah maksa lo kayak gini juga kan."

"Tapi tugas gue tuh masih banyak. Maket kelompok gue masih harus revisi." Sambar Azady yang mulai terdengar kesal. "Lo paham nggak sih?"

Gamma mendengus, kemudian terdiam beberapa detik. "Gue yang gantiin. Lo pulang, trus tidur. Biar gue yang ngegantiin studio lo." Tawar Gamma pada akhirnya yang malah membuat emosi Azady meningkat tiba-tiba.

"Lo apaansih? Kekanakan banget." Sungut Azady kesal, karena ia merasa Gamma terlalu mengatur dirinya dan meremehkan tugasnya itu. "Lo nggak berhak ngatur-ngatur gue soal urusan tugas dan perkuliahan gue. Plus gue bukan anak kecil yang perlu lo ingetin soal tidur terus menerus kayak gini."

"Ya kalau gitu lo harus bisa manajemen waktu lo dengan benar." Gamma tak mau kalah. "Istirahat kalau emang waktunya istirahat, jangan kerja terus. You're human, Azady, not a robot. Kasihanin tubuh lo."

Ruang JedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang