Azady terduduk pasrah pada kursi yang terletak di dekat pintu masuk departemennya setelah hampir setengah jam berkeliling ke seluruh penjuru tempat di jurusannya mencari sesuatu.
Ini sudah hampir jam enam sore, ponselnya mati dan dompetnya hilang entah kemana. Seketika perasaan menyesal menghampirinya karena satu jam yang lalu ia sudah menyuruh Gamma untuk pulang lebih dulu.
Teman-temannya tak ada yang tersisa di kampus, Azady ingin pulang tapi ia tidak punya uang. Sial, kenapa karena masalah ini saja Azady jadi merasa ingin menangis?
"Lo kenapa nangis?"
Tanpa menyadari air matanya yang sudah mengalir turun, Azady dengan buru-buru menghapusnya setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan orang tersebut.
Ia mendongak untuk menatap cowok berkaus putih dengan balutan jaket jeans itu serta drafting tube yang ada di pundaknya. "Gak apa-apa."
"Serius kenapa? Ada yang bisa gue bantu nggak? Daritadi gue liat lo muter-muter di departemen."
Azady masih diam, merasa aneh dan sungkan jika ia memberi tahu masalahnya pada orang yang baru saja berbicara padanya hari ini. Namun seakan sadar apa alasannya sekarang cowok itu mengulurkan tangan padanya.
"Sorry, sorry, Gue Okky. Anak jurusan sebelah lo." Laki-laki itu memperkenalkan diri. Membuat Azady mau tak mau membalas uluran tangannya.
"Azady, anak jurusan sebelah lo juga."
Kini cowok itu terkekeh pelan, menyadari bahwa Azady mengikuti perkenalan dirinya. Namun detik selanjutnya ia langsung terdiam begitu menyadari bahwa ini bukan saatnya ia tertawa. "Gue nanya ulang ya?"
"Soal apa?"
"Kenapa lo nangis? Ada yang bisa gue bantu nggak?"
"Dompet gue ilang jadi gue nggak bisa pulang, plus hp gue juga mati."
Mendengar itu Okky lantas menghela napas merasa kasihan dan sedikit khawatir membuat Azady merasa sedikit tak suka ditatap demikian. "Gue nggak suka lo natap gue gitu."
"Emang gue natap lo kayak gimana?"
"Kasihan," jelas Azady yang malah membuat Okky tersenyum simpul. "Gue nggak butuh dikasihani."
"Siapa bilang gue natap lo dengan kasihan?" Ujar Okky membuat Azady jadi menatapnya lekat, menunggu perkataan selanjutnya dari cowok itu. "Gue cuma lagi ngebayangin aja gimana reaksi orang tua lo anaknya jam segini belum pulang dan tanpa kabar."
"Tau darimana tanpa kabar?"
"Kan tadi lo yang bilang kalau hp lo mati. Jadi gue rasa lo belum sempet ngasih kabar ke ortu lo." Sahut Okky yang langsung membuat Azady terdiam karena perkataan itu tepat sasaran. "Ayo gue anterin pulang. Nggak bakal macem-macem kok."
"Tapi dompet gue masih belum ketemu. Kalau gue pulang sekarang nanti diambil sama orang lain duluan gimana?"
"Ya udah diambil orang kali? Makanya ilang." Lagi-lagi perkataan Okky terasa sangat benar sampai Azady lagi-lagi terdiam.
"Ayo, mau nggak?" Namun Azady masih menatap Okky dengan ragu. Merasa tak enak jika merepotkan orang yang baru ia kenal tapi disisi lain Azady merasa tak punya pilihan lain. "Sekedar informasi, anak-anak lain udah pada pulang. Bis juga jarang kalau udah lewat jam enam. Oh iya, lo juga gaada uang kan?"
Sialan. Azady menyerah.
"Yaudah, yaudah gue ikut." Sahut Azady membuat Okky lagi-lagi tersenyum simpul. "Tapi nggak apa-apa nih?"
"Iya gue sih nggak apa-apa, tapi lo nya keberatan nggak?"
"Kok gue?"
Okky kemudian menatap Azady dengan senyum jahilnya meskipun ini baru pertama kali mereka berbincang seperti ini. "Ya siapa tau lo takut gue ngapa-ngapain lo, di mobil pula."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Jeda
Novela Juvenil"Lo mau kita udahan?" Pertanyaan yang akhirnya keluar susah payah dari mulut Gammario mampu membuat mata Azady kini memanas. Ia tidak mengerti kenapa keadaan bisa sampai sekacau ini. "Gamma gue-" "Ayo gue turutin Dy, kalo emang itu mau lo." Kini air...