Emeraldina duduk termenung sendirian di bingkai jendela kamarnya. Gemuruh angin menggebu menggoyangkan pepohonan diluar sana. Dingin. Diluar sedang hujan deras. Tapi hal itu tidak membuat si gadis beranjak dari posisinya. Emma menyandarkan kepala dan merapatkan tubuhnya pada jendela kaca membiarkan rasa dingin menembus kulitnya yang putih.
Suara dari mesin pembersih debu bersahut-sahutan dengan suara rinai. Di lantai satu ada Hesti yang entah sedang melakukan apa, mungkin sedang memasak untuk makan malam, atau mungkin hanya duduk-duduk menonton siaran televisi.
Setiap kali Emma memandangi hujan, selalu ada perasaan rindu yang menghampiri hatinya. Rindu pada masa lalunya yang dikelilingi banyak teman. Rindu pada dia, tempat berbagi keluh kesahnya. Memang benar apa kata orang, Hujan selalu datang membawa serta kenangan masa lalu setiap insan manusia.
Pintu kamar terbuka menampilkan sosok Hesti dengan balutan piyama tidur karakter. "Dinner is ready." Hesti hanya berdiri didepan pintu kamar, tidak berani masuk karena kamar seorang Emeraldina adalah tempat sakral yang tidak boleh dimasuki siapapun selain pemiliknya.
Emma hanya menoleh sekilas dan bergumam, "hm, aku akan turun."
Emeraldina turun dari bingkai jendela. Mematikan mesin pembersih debu dan menyimpannya kembali di tempat semula.
"Kau bisa sakit jika mengenakan pakaian seperti itu." Hesti memperingatkan Emma yang hanya mengenakan hot pants dan tank top disaat cuaca sedang hujan seperti ini.
Dua porsi hidangan pasta dengan toping daging cincang dan sosis sebagai sausnya tersaji diatas meja makan.
"Kita kehabisan bahan makanan," ujar Hesti. "Jadi aku hanya bisa menyajikan itu, sorry~~" lanjutnya.
"Apa aku pernah protes soal makanan?" Tanya Emma, "tidak kan, jadi it's okay. Aku memakan apapun yang bisa dimakan."
Emma menyendok kan makanan ke mulutnya. Hesti menunggu dengan mata menatap was-was pada sosok didepannya. "Bagaimana rasanya?" Hesti bertanya pelan.
"Memangnya masakan mu tidak pernah enak?" Emma kembali menyuapkan pasta tersebut kedalam mulutnya menikmati makan malam yang tersaji.
"Tetap saja! Aku selalu takut kalau memasak untukmu."
Emma terkekeh. "Memangnya kenapa?"
"Karena kau bisa memasak makanan yang lebih enak!? Entahlah aku hanya was-was setiap memasak untukmu. Takut rasanya tidak sesuai."
"Masakan mu juga enak, Hes."
Keduanya menghabiskan makan malam dengan tenang, diiringi dengan celotehan ringan membahas apa saja, tentang pekerjaan, tentang Hesti dan teman-teman sesama manajernya, bagaimana gadis itu menghabiskan banyak uang minggu lalu karena belanja bersama mereka.
Hesti itu orang yang selalu disyukuri kehadirannya oleh Emma. Anak itu bukan sekedar manajer atau asisten pribadinya melainkan juga seorang teman. Atau kadang seperti adik, karena umurnya yang dua tahun lebih muda. Hesti selalu mengingatkan dirinya pada kenangan masa lalunya, selalu saja begitu!
Tapi itu benar adanya, Emma selalu ingin menjadi tempat yang nyaman bagi manajernya itu, entah sebagai teman atau bagaimana pun anak itu menganggap dirinya apa.
Emma ingin Hesti menjadi tempat untuk saling bergantung.
Seperti dirinya dan adik-adiknya dulu. Meskipun dirinya tidak seperti Emma yang dulu.
o0o
"Lihat!" Hesti berseru sambil memperlihatkan sebuah surat cinta? Kartu ucapan? Atau.....
"Apa itu?"
"Undangan pesta ulang tahun perusahaan."
"Perusahaan memiliki hal yang seperti itu?" Emma bertanya, dahinya berkerut karena heran.
"Apanya yang 'hal yang seperti itu'?" Sentak Hesti jengkel, "acara yang kau katakan 'hal seperti itu' itu selalu ada tiap tahun asal kau tahu!"
"Aku baru tahu perusahaan kita memiliki acara seperti itu." Emma mengangkat bahunya, ia kembali melakukan aktivitas membuat kuenya.
"Berhenti menatap ku begitu, Hes!" Seru Emma saat dirasa manajernya itu masih menatapnya dengan pandangan kesal.
"Em, cobalah peka pada lingkungan mu mulai dari sekarang! Sudah berapa tahun kau bekerja tapi kau baru tahu kalau perusahaan kita memiliki acara seperti ini."
"Aku sungguh tidak tahu, okay! Jadi apa yang harus aku lakukan dengan kertas undangan itu?" Kata Emma akhirnya.
"Padahal setiap perusahaan pasti mengadakan acara seperti ini," gerutu Hesti. "Kau harus datang tentu saja, Emma! Astaga yang benar saja!"
"Kenapa kau begitu kesal padaku? Aku tak salah apapun!"
Lihat! Mereka mulai berdebat sekarang.
"Tentu saja aku kesal, kau tidak pernah datang ke pesta ulang tahun perusahaan mu sendiri selama empat tahun kau bekerja dibawah naungannya."
"Itu karena aku tidak tahu!"
"Kau tahu! Hanya saja kau mengabaikan."
Emma mendecih menatap Hesti dengan tatapan yang sama kesalnya. "Aku mengabaikan hal yang tidak penting menurut ku, aku mengabaikan undangan pesta seperti itu karena itu tidak ada untungnya untuk ku."
"Baiklah, kau memang selalu begitu. Tapi, Em. Kau harus datang kali ini."
"Kenapa harus?"
Baru saja Hesti meredam emosinya, pertanyaan Emma membuat anak itu kembali naik darah. "Tentu saja harus! Kau salah satu model perusahaan, semua yang bekerja disana pasti datang. Selain itu, kau juga tak pernah datang di tahun-tahun sebelumnya. Sang CEO sendiri yang memintaku memastikan kau datang tahun ini."
Emma menghela napas panjang, "aku tidak janji."
"Kau harus datang, Emma. Dengar!..."
"Iya iya aku datang!" Sergah Emma sebelum Hesti kembali mengoceh.
"Bagus, sekarang tolong buatkan aku minum. Aku haus sekali."
Kedudukan sudah berganti sekarang. Kenapa anak itu berani sekali menyuruh Emma. Namun si model tetap melakukan apa yang manajernya katakan. Ia menuangkan ice green tea yang sudah ia buat di teko air kaca kedalam gelas dan menyajikannya di meja pantry dihadapan Hesti.
^^
Aku belum menemukan visualisasi yang pas buat karakter Hesti, apakah ada saran?
Sebenernya masa lalu Emma kenapa ya? Ada yang penasaran kayak aku enggak?
Ikutin terus cerita ini ya.... Jangan lupa vote dan komennya
mutiaa, yang laper banget tapi bingung mau makan apaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Panorama | Kim Chaewon x Kim Sunwoo [END]
FanfictionGulungan panorama kehidupan Emma yang berusaha ditutupi rapat perlahan terbentang ketika dirinya dipertemukan kembali dengan orang-orang yang pernah hadir dimasa lalu. written by mutia aryani, 2021