"tebak, apa yang membuatku bahagia hari ini?" Nadia bertanya pada suaminya yang sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya. Christ melepaskan kacamata yang sedari tadi bertengger, ia menoleh pada sang istri yang membawakan secangkir teh hangat.
"kau begitu bahagia, Na. Ada apa?"
"Emeraldina Walden mengunjungi butik ku kemarin. Dia bilang dia suka dengan koleksi ku."
Nadia tidak bisa menyembunyikan rona bahagianya, ia terus menceritakan hal membahagiakan itu pada sang suami yang sibuk mendengarkan. Christ sudah menutup laptopnya dan memilih untuk fokus pada Nadia.
"nanti undang Vincent datang kesini, ya! aku ingin berterimakasih padanya." Christ mengangguk. "Dia juga belum tahu rumah baru kita, jadi sekalian saja kita adakan pesta sambutan. Mama papa juga nanti biar aku yang undang." lanjut Nadia.
"kerjaan mu selesai?" Nadia bertanya lagi, ia melirik suaminya dan laptopnya bergantian.
"sudah, itu pekerjaan tadi siang, aku hanya mengechek lagi sebelum dikirim ke papa."
Nadia bangkit dari duduknya, ia mengusak kepala sang suami lalu mengecup pipinya. "kalau begitu ayo tidur!" Christ tertawa melihat tingkah lucu istrinya, ia menarik Nadia dalam rengkuhannya. Keduanya berjalan berpelukan memasuki kamar mereka.
"bicara tentang Emeraldina Walden, apa kau tidak ingin butikmu di promosikan?" Christ bertanya pada istrinya. Nadia menggumam tak jelas, perempuan itu tengah berpikir. "kau bilang Emma menyukai koleksimu, kita bisa meminta dia bekerja sama untuk jadi model untuk mempromosikan brand mu."
"pasti butik ku terkenal kalau Emma yang menjadi brand ambasador. aku ingin sekali, tapi apa nona Walden itu mau menerima ajakan kerjasama kita? dia model mahal, sayang."
"hey, kau tahu kita mampu untuk membayarnya jika dia bersedia menjadi model brand mu." Christ mengusap pipi mulus Nadia, meyakinkan dan menenangkan sang istri yang sedang tidak percaya diri.
"lagipula kita punya orang dalam yang pandai membujuk."
"Vincent!" seru Nadia, dia tertawa mendengar ucapan suaminya. Benar, mungkin Vincent bisa diandalkan. Mengingat dia juga lah yang merekomendasikan butik miliknya pada Emma sehingga model cantik itu datang ke sana. Kalau bukan karena sepupu iparnya itu, Emma tidak akan pernah mungkin mengunjungi butiknya.
"aku selalu merasa tidak asing pada Emeraldina," gumam Christ membuahkan kerutan di kening istrinya. "maksudmu?"
"aku seperti pernah mengenalnya, Emma seperti teman SMA ku dulu, entahlah mungkin hanya mirip. Lagipula nama temanku itu bukan Emeraldina meskipun sama-sama dipanggil Emma."
o0o
Emeraldina menatap parfume yang ditata berjejer di atas meja. Gadis itu bergantian menatap pada benda tersebut dan Hesti yang duduk dihadapannya. Anak itu sedang mengerucutkan bibir sambil menatapnya dengan kesal.
"kenapa diam saja? Cobalah! aku sudah bekerja keras hari ini untuk menuruti kemauanmu."
"aku tidak asal menyuruhmu kalau tidak ada sebabnya."
"iya maaf, itu memang salahku. Sekarang jangan marah lagi, Em. Cobalah wangi parfume-parfume itu!"
Sebenarnya, alasan Emeraldina menyuruh Hesti mencari parfume itu karena kesalahan anak itu sendiri. Emma sudah pernah mengatakan bahwa kamarnya itu tidak boleh dimasuki siapapun selain dirinya. Tapi Hesti dengan nekat malah masuk hanya karena si model tidak juga turun saat dipanggil padahal Emma sedang mandi saat itu. Alhasil saat anak itu masuk kamar Emma, dia tidak sengaja menyenggol parfume di meja, membuat benda itu jatuh dan pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panorama | Kim Chaewon x Kim Sunwoo [END]
FanfictionGulungan panorama kehidupan Emma yang berusaha ditutupi rapat perlahan terbentang ketika dirinya dipertemukan kembali dengan orang-orang yang pernah hadir dimasa lalu. written by mutia aryani, 2021