BAB 02

10.1K 765 14
                                    

Please don't be a silent readers.

~

"Kamu udah siap 'kan, Han?"

Bihan memperhatikan penampilannya di depan cermin. Baju batik dengan celana panjang formal kini sudah membalut tubuh atletisnya dengan sempurna.

"Bihan agak gugup, Bun."

Nisa terkekeh kecil, ia mengelus bahu anaknya dengan pelan. Sepertinya memang anaknya itu benar-benar gugup, buktinya, ada beberapa bulir keringat yang membasahi pelipisnya. "Wajar, kok."

Bihan mengembuskan napas, ia memperhatikan pantulan dirinya lagi di cermin. Melihat betapa formalnya ia kali ini membuat Bihan tak bisa berkata-kata. Bihan jarang sekali berpakaian formal dengan setelan batik seperti ini, pakaian formal yang biasa ia kenakan adalah kemeja yang dilengkapi dengan jas atau terkadang juga dengan tuksedo. Penampilannya kali ini berbeda, membuatnya jadi merasa canggung sendiri.

Sebenarnya, calon mertuanya sudah berencana untuk langsung saja menikahkannya dengan anak mereka. Tapi Bihan menolak, pria itu ingin datang untuk melamar lebih dulu, setidaknya ia akan meminta anak perempuan mereka dengan cara yang baik.

"Kita berangkat sekarang, gimana?"

Bihan menoleh pada bundanya yang sekarang sudah mengenakan setelan gamis merah muda yang dipadukan dengan khimar senada. Sangat cocok dengan dirinya, membuat wanita itu terlihat seperti wanita yang belum menginjak umur setengah abad.

Dengan seulas senyum, Bihan mengangguk mengiyakan.

°°°°

Sudah lewat satu pekan lebih dari pembicaraan mereka mengenai perjodohan ini, bahkan Adsila sempat mogok bicara dengan orang rumah, tapi alhasil ia tidak berhasil dan memilih untuk mengalah. Bukan tanpa sebab, melainkan karena mamanya sempat jatuh sakit akibat begitu memikirkan tentang perjodohan ini. Padahal, kalau dipikir-pikir, yang seharusnya jatuh sakit adalah Adsila, karena dirinyalah yang menjadi korban di sini.

Karena mamanya jatuh sakit, akhirnya Adsila memilih mengalah dan memilih untuk menerima perjodohan ini. Dan, di sinilah ia sekarang, di depan cermin sambil memperhatikan penampilannya saat ini dengan prihatin.

Jujur saja, kalau bukan demi mamanya, Adsila akan menolak perjodohan ini mentah-mentah. Untung saja setelah mendengar kabar bahagia kalau ia mau menerima perjodohan ini, keadaan mamanya jadi sedikit membaik, bahkan sekarang mamanya sudah kembali sehat seperti sediakala. Kali ini Adsila membenarkan kalau perasaan bahagia juga sangat berpengaruh bagi kesehatan.

"Wah, wah, cantik banget anak kita."

Mendengar suara riang itu membuat Adsila menoleh ke asal suara. Dilihat mama dan papanya menghampiri dengan raut gembira nan antusias membuatnya mengembuskan napas.

Adsila senang melihat raut bahagia yang terukir indah di sana, tapi di sisi lain pun ia juga jadi merasa terbebani. Demi apa pun, Adsila tidak mau menerima lamaran dan perjodohan ini, tapi ia juga lebih tidak mau lagi kalau sampai harus kehilangan raut bahagia milik orang tuanya.

Linda mendekat, matanya memperhatikan penampilan anaknya dari atas sampai bawah. Blouse kebaya dengan model brokat yang dipadukan dengan rok lilit membuat anaknya ini jadi terlihat lebih anggun dari biasanya.

WEDLOCK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang