BAB 04

8.7K 626 6
                                    

Please don't be a silent readers.

~

"Mau ke mana?"

Adsila yang sudah siap dengan setelan blazer yang dipadu-padankan dengan celana kulot jadi berhenti, ia menatap Bihan dengan embusan napas.

"Bukan urusan Om."

Bihan menyingkirkan laptopnya dari pangkuan, ia menatap Adsila tenang seperti kebiasaan-kebiasaan sebelumnya. "Mau ke mana?"

Mendengar Bihan yang masih saja bertanya membuat Adsila mendengkus kesal karena pria itu begitu ingin tahu sekali dengan urusannya. "Udah dibilang kalau ini bukan urusan Om!"

"Jawab aja, kamu mau ke mana?"

"Om nggak tahu ya kalau saya punya butik?" tanya Adsila sewot, ia sudah kesal sendiri sedari tadi karena Bihan tak henti-hentinya bertanya.

"Saya tahu. Pertanyaan saya, kamu mau ke mana?" tanya Bihan lagi, ia masih sabar menanti jawaban dari pertanyaannya.

"Ya mau ke butik, lah!"

Bihan langsung berdiri, ia melangkah lebar ke dalam kamar. Adsila sendiri hanya bisa mengernyit melihat tingkah pria itu. Sungguh tidak jelas, itu yang baru saja ia bicarakan dalam hati.

Tak ada lima menit, Bihan sudah kembali dengan hoodie yang membalut tubuh tegapnya. Kerutan di kening Adsila makin terlihat ketika ia melihat penampilan Bihan saat ini.

"Om mau ngapain?" Akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari bibir mungil Adsila.

"Katanya kamu mau ke butik."

"Iya, terus kenapa?"

"Ayo, saya antar."

Dengan cepat Adsila langsung menggeleng pertanda ia menolak keras untuk diantar oleh Bihan. "Nggak, nggak perlu, saya bisa sendiri!"

"Sekalian, saya juga mau ke kantor."

Mendengar itu, Adsila langsung memperhatikan penampilan Bihan dari atas sampai bawah. Pakaian kasual yang pria itu kenakan sama sekali tidak menandakan kalau ia memang ingin pergi ke kantor.

"Ke kantor pakai hoodie?" tanya Adsila tak percaya.

"Bebas, itu kantor saya."

Adsila mendengkus. "Nggak perlu repot-repot pakai antar saya segala, saya bisa berangkat sendiri."

"Kamu nggak bisa dengar ya kalau saya sekalian mau ke kantor?"

"Ya udah, silakan. Silakan Om pergi ke kantor, saya juga bisa berangkat sendiri."

"Cepat," kata Bihan yang langsung berjalan pergi seolah tahu kalau Adsila akan mengikutinya. Dan benar saja, Adsila ikut mengambil langkah menyusul Bihan walau ia terlihat ogah-ogahan.

Adsila menatap punggung lebar di depannya ini dengan sewot, tangannya terangkat seolah ingin mencekik pria di depannya. Sungguh, sebal juga ia lama-lama dengan pria itu.

Bahkan, setelah sampai di dalam mobil sedan hitam milik Bihan pun Adsila masih menekuk wajahnya. Jujur saja, ia masih tidak suka dengan sifat Bihan yang ini. Lagian ia bukan anak kecil lagi yang ke mana-mana harus diantar dan dijemput.

"Lain kali jangan begini lagi."

Adsila melirik Bihan, ia menaikkan alisnya. "Begini apa?"

"Jangan pergi tanpa izin saya."

"Ha?"

"Saya tahu pernikahan ini hanya sebatas perjodohan, tapi di sini saya tetap berperan sebagai suami kamu, dan kamu adalah istri saya. Haram bagi seorang istri kalau pergi tanpa minta izin dari suaminya lebih dulu."

WEDLOCK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang