Bagian 8

75 13 4
                                    

Ketika dirimu memutuskan untuk jatuh cinta, maka bersiaplah menghadapi perihnya kekecewaan.

~Khawla Nizia ~
Dalam Novel Fahima

--oOo--

Rasanya Fahima begitu lelah hari ini. Sejak seminggu terakhir ini ia harus disibukkan oleh urusan kantor yang tidak ada habisnya. Dalam seminggu, ia hanya memiliki waktu libur di hari minggu. Itupun, kadang-kadang Rayhan menghubunginya untuk mendiskusikan beberapa hal.  Begitulah konsekuensi yang harus ia terima saat diterima menjadi sekertaris Rayhan, bos yang super perfect.
Lelaki itu sangat tidak menyukai jika dalam pekerjaannya terdapat kesalahan. Karena jika hal-hal kecil saja tidak diperhatikan, bagaimana dengan hal-hal besar nantinya.

Sejak kedatangannya ke kantor tadi, Fahima langsung membuka laptop dan segera mengerjakan beberapa pekerjaan yang seharusnya Rayhan yang mengerjakannya, tapi semalam Rayhan sudah menghubungi Fahima bahwa ia belum bisa masuk kantor. Karena ada hal yang sangat penting, dan ia tidak bisa meninggalkannya. Meskipun sekarang Fahima sedang menjabat sebagai sekertaris Rayhan, tapi ia tidak pernah sedikitpun kepo dengan kehidupan atasannya itu. Masalah hidupnya saja sudah cukup menjadi beban baginya, apalagi memikirkan masalah orang lain.

Fahima merasa pegal di bagian belakangnya. Ia memilih bersandar sejenak. Matanya membelalak, waktu sudah menunjukkan pukul 12.30 siang. Itu berarti sudah lebih dari lima jam ini duduk dengan mata tak lepas dari layar canggih itu. pantas saja tubuhnya merasa sangat kelelahan. Ditambah, ia sudah melewatkan waktu shalat berjama’ah. Tanpa perduli dengan rasa lelahnya, Fahima segera beranjak menuju mushalla.

Hanya membutuhkan waktu 15 menit, Fahima sudah menyelesaikan kewajibannya. Setelah mengenakan kaos kaki, ia lanjut memasang sepatu kantornya. Tak ingin melewatkan waktu makan siangnya, Fahima akan menuju ke kantin. Tapi sebelum itu, ia meraih benda pipih dari saku gamisnya. Jemarinya dengan lincah mencari nama Cindy di sana. belum sempat Fahima mengklik  kata ‘memanggil’, tiba-tiba pergerakannya terhenti akibat suara seseorang yang memanggil namanya. Fahima menolah ke samping, ternyata pemilik suara itu adalah Rafif. Lelaki itu sepertinya baru saja melaksanakan shalat seperti dirinya. Fahima bisa melihat sisa air Wudhu yang berada di wajah tampannya. Tapi Fahima tidak seperti wanita lain yang mudah terpukau dengan ketampanan seseorang, ia hanya bereaksi biasa saja.

“Pak Rafif?”  Sapa Fahima seadanya.

“Kamu baru selesai shalat juga?” Tanya Rafif yang berdiri sedikit memberi jarak diantara mereka. Rafif sangat yakin, bahwa Fahima adalah gadis berprinsip. Jika saja ada orang yang ingin merobohkan prinsipnya, maka tak segan-segan ia memarahi orang itu.

Fahima hanya merespon pertanyaan itu dengan anggukan. Ia tidak ingin terlalu banyak berbicara dengan Rafif, ia harus segara menghubungi Cindy. Dengan sedikit mengabaikan Rafif, Fahima kembali menelpon Cindy. Ternyata nomor sahabatnya itu aktif. Tidak biasanya Cindy me-nonaktifkan Handphonenya ketika jam kantor seperti ini. tak ada pilihan lain, akhirnya Fahima memilih menghampiri Cindy di ruangannya. Pasti Fahima akan memarahinya jika menemukan gadis itu. masih tiga langkah Fahima berjalan, lagi-lagi Rafif menghentikan langkah Fahima.

“Tunggu. Kamu lagi cari Cindy kan?” Rafif sedikit menambah volume suaranya agar Fahima mau mendengarnya. Entah mengapa wanita itu sangat menghindarinya. Tapi, hal tersebut membuat Rafif menjadi penasaran dengan sosok seorang Fahima yang menjadi sekertaris sahabat sekaligus sepupuya----- Rayhan.

Fahima yang mendengar penuturan Rafif, ia refleks menoleh ke belakang. Ia menatap wajah lelaki itu. tapi tidak lama. Seperti biasa, Fahima langsung sedikit menunduk.

“Ma.. af. Apakah ibu Cindy ada di ruangannya sekarang?” Tanya Fahima dengan sedikit ragu-ragu.

“Dia tidak masuk hari ini. sejak tadi pagi saya juga mencarinya. Bahkan dia juga sama sekali tidak memberi kabar”

“terima kasih, infonya” Fahima lantas beranjak. Niatnya akan pergi ke kantin untuk mengisi perut tiba-tiba urung. Ia segera menuju ke ruangan devisi pemasaran. Disana ia menanyakan informasi tentang keberadaan Cindy saat ini, tapi kenyataannya nihil. Ia sama sekali tidak mendapatkan informasi apapun. Apalagi sejak semalam, karena terlalu sibuk dengan pekerjaan, Fahima tidak sempat saling memberi kabar dengan Cindy. Kemana gadis itu sekarang.

Fahima segera menuju ke ruangannya. Setelah sampai di rungannya, Fahima mengernyit melihat sebuah pelastik yang berlabel nama salah satu restoran terkenal di jakarta. Fahima segera mendekati dan memeriksanya. Tapi siapa yang membawakannya makanan. Apalagi sekarang sudah memasuki jam kerja.

Suara decitan pintu lagi-lagi membuat Fahima menolah. Ia sangat terkejut dengan kehadiran Rayhan yang tiba-tiba. Fahima mendadak bingung, mengapa lelaki itu tiba-tiba saja masuk kantor? Bukannya semalam ia sudah memberitahukannya kepada Fahima untuk tidak masuk kantor hari ini.

Seolah mengetahui dari raut wajah kebingungan Fahima. Rayhan mengatakan “Urusan saya sudah selesai. Jadi saya segera datang ke kantor, meski sudah lewat jam makan siang. Kasihan kamu yang harus mengerjakan pekerjaan saya. Apalagi kamu belum sampai sebulan bekerja disini” Fahima yang mendengar itu tiba-tiba membelalak. Tapi dengan segera ia merubah ekspresinya seolah biasa-biasa saja.

Sejujurnya Rayhan ingin sekali tersenyum melihat ekspresi Fahima saat ini. Tapi ia juga harus bisa menjaga image. “Silahkan dimakan. Saya sengaja membelikannya untukmu” setelah mengatakan itu, Rayhan akhirnya pergi keluar ruangan. Sedangkan Fahima masih saja mematung di tempatnya.

Sekarang bukan hanya otaknya yang lelah, tapi perutnya juga harus segera diisi. Padahal siang ini ia sengaja tidak makan siang. Tapi jika Rayhan mendapati makanan itu masih utuh, pasti ia akan kena marah lagi.

Ketika akan mengeluarkan kotak makanan itu, tiba-tiba Fahima jadi teringat dengan peraturan kantor bahwa semua karyawan tak terkecuali tidak boleh makan di dalam ruangan kerja. Akhirnya Fahima mengurungkan niatnya. Ia menjadi merasa serba salah saat ini.

Dari balik pintu, Rayhan datang dengan membawa sebotol air mineral di tangannya.
“Kenapa belum dimakan?”

“Pak, bukannya di perusahaan ini karyawan tidak diperbolehkan untuk makan di dalam ruang kerja?” Fahima tak berani menatap Rayhan. Bahkan ia mengucapkannya dengan takut-takut.

“Makan saja makananmu. Lagian kamu lambat makan karena saya. Anggap saja hari ini pengecualian untukmu” Ujar Rayhan dengan santai. Lalu lelaki itu menyerahkan air mineral yang dibawakannya tadi kepada Fahima.

Fahima menerimanya dengan sedikit tersenyum. Lebih tepatnya senyuman yang sangat canggung.

Setelah Rayhan masuk ke dalam ruangannya, Fahima menyatap makananya dengan sangat lahap. Lagian ia butuh tenaga untuk menyelesaikan tugas kantor yang tersisa. Karena sebagian Rayhan yang kembali mengambil alih.

Jam pulang tinggal sebentar lagi. Syukurnya Fahima sudah menyelesaikan segala pekerjaannya sekitar satu jam yang lalu. Saat ini Fahima tinggal mengecek agenda Rayhan untuk besok kemudian ia mengirimkannya ke e-mail bosnya itu. setelah itu ia berpamitan kepada Rayhan untuk pulang lebih dahulu. Letak ruangannya dengan Rayhan yang hanya dibatasi oleh dinding, bahkan pintunya terhubung langsung ke ruangan lelaki itu dapat memudahkannya menemui bosnya itu.

Setelah berpamitan dengan Rayhan, Fahima menuju parkiran. Tapi sore ini ia belum bisa langsung pulang ke rumah. Ia akan pergi ke apartemen Cindy terlebih dahulu. Mendengar bunyi yang berasal dari handphonennya, Fahima menghentikan aktifitasnya untuk mengeluarkan motor dari area parkiran. Melihat nama Cindy tertera disana, membuat Fahima tersenyum bahagia.

“Cind, kamu dimana? Kok baru ngasih kabar sih? Aku khawatir banget tahu nggak” ucapan Fahima yang bertubi-tubi bahkan hanya satu kali tarikan nafas membuat suara di seberang sana hanya bisa terdiam.

Fahh... hiks hiks” mendengar suara Cindy yang sangat parau dari seberang sana, Fahima mendadak panik.

“Cind, kamu kenapa?”

Fahh... hiks hiks. Aku pengen mati aja” suara tangis Cindy semakin menjadi-jadi. Bahkan kehawatiran Fahima semakin bertambah.

“Kamu jangan ngomong kayak gitu. Istighfar, Chind, istigfar... halo .. chind, haloo” Setelah berusaha menanyakan tentang keberadaan sahabatnya itu, tiba-tiba sambungan telepon terputus.

Tanpa lama berpikir, Fahima segera menuju apartemen Cindy. Dalam hatinya ia terus berharap semoga saja Cindy berada di sana. jangan sampai wanita itu melakukan hal-hal yang merugikan dirinya sendiri.

FAHIMA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang