Bagian 20

56 7 5
                                    

Mengucapkan kata maaf itu memang mudah, akan tetapi mengikhlaskannya tidaklah mudah.

~Khawla Nizia~
Dalam Novel Fahima

--oOo--

Entah sudah berapa wanita itu tersedu dalam diam. Sesekali suara sesegukannya terdengar sampai ke telinga lelaki yang sudah sejak setengah jam yang lalu juga ikut duduk dan terdiam. Sesekali pandangan lelaki itu mengarah pada arloji yang melingkar di tangannya. Sudah hampir setengah satu malam, akan tetapi wanita di sampingnya belum juga berhenti menangis. Bahkan posisinya masih sama seperti pertama kali lelaki itu menemukannya. Hingga beberapa menit kemudian, wanita itu mulai mendongak saat merasakan hawa dingin sudah mulai memasuki pori-pori kulitnya. Ditambah kepalanya terasa sangat pening akibat terlalu lama menangis. Kepalanya mulai ia angkat. Menyadari kehadiran seseorang di hadapannya kini, meskipun jarak mereka tidak terlalu dekat, namun wanita itu seketika membelalak dan segera menghapus air matanya.

“Pa.. Pak Rayhan... Sejak kapan bapak ada disini?” Kehadiran Rayhan sudah cukup membuat tenggorokan Fahima terasa tercekat. Ia merasa sangat gugup. Apalagi saat ini mereka tengah duduk berdua di depan masjid. Pandangan Fahima menyapu ke arah jalanan dan pelataran masjid. Sangat sepi. Ia khawatir jika saja ada orang yang mendapati mereka tengah duduk berdua seperti ini, apalagi mereka bukan mahram. Ia takut akan menimbulkan fitnah yang sangat besar nantinya.

“Belum lama. Sekitar tiga puluh menit yang lalu” Ujar Rayhan dengan sangat santai. Pandangannya masih tertuju ke arah jalanan yang jaraknya cukup jauh dari masjid.

Kemudian keduanya tidak tahu harus mengatakan apa. Mereka kembali terdiam, sehingga menyisakan suara jangkrik yang menemani mereka dalam keheningan.

“Kenapa bapak bisa ada disini?” Tanya Fahima dengan kondisi suara yang sudah sangat parau akibat terlalu lama menangis.

“Tadi saya kebetulan lewat di daerah sini, tidak tahu kenapa tiba-tiba saya memilih berhenti dan singgah sebentar di masjid ini. Ternyata saya melihat kamu” Ujar Rayhan sekenanya. Ia tidak berniat mengatakan yang sebenarnya kepada wanita itu bahwa dirinya sedari tadi ikut mencarinya.

Fahima hanya mengangguk dan merubah posisinya menjadi menghadap ke arah jalanan. “Bapak pulang aja. Takut fitnah.” Rayhan tahu betul apa maksud dari kalimat yang dilontarkan Fahima.

“Sini saya antar” ujar Rayhan tanpa menoleh ke arah wanita itu. Fahima sempat menoleh sebentar. Ia mengigit bibir bawahnya. Terbesit keraguan yang amat sangat di hatinya. Ia sangat khawatir dengan posisi mereka sekarang.

“Tapi saya bisa pulang sendiri” Fahima berusaha untuk menolak ajakan lelaki itu. berdua di dalam mobil bersama seorang lelaki yang bukan mahramnya, tidak akan baik bagi dirinya.

“Sekarang sudah larut malam. Tidak ada taksi online yang menerima orderan selarut ini.”

“Tapi....”

“Kamu bisa duduk di kursi penumpang. Lagian saya tidak akan ngapa-ngapain kamu” Rayhan memotong ucapan Fahima yang akan kembali menolak tawarannya. Kemudian Rayhan mencoba terus meyakinkan Fahima, sehingga wanita itu akhirnya menurut juga.

Rayhan memilih berjalan lebih dulu meninggalkan pelataran masjid menuju mobilnya. Sedangkan Fahima melangkah dengan ragu-ragu mengikuti langkah Rayhan yang sudah jauh mendahuluinya. Meskipun beberapa sudah beberapa kali ia menaiki mobil bersama dengan Rayhan, akan tetapi Fahima masih saja merasa khawatir. Apalagi Rayhan juga hanya manusia biasa yang bisa saja sewaktu-waktu akan khilaf.

Selama perjalanan, keduanya hanya biasa terdiam. Rasa dingin kembali menyeruak ke dalam pori-pori tubuh Fahima. Kali ini terasa sangat menusuk, akibat AC di mobil Rayhan yang sengaja dihidupkan. Rayhan, lelaki itu terlihat sangat fokus dengan kemudinya. Sedangkan Fahima terus menatap ke kaca mobil bagian samping sambil memeluk tubuhnya yang seperti akan menggigil. Meskipun sudah mengenakan gamis dan jilbab syar’i yang hampir menutup setengah tubuhnya, akan tetapi Fahima masih merasa kedinginan.

FAHIMA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang