Bagian 19

73 7 5
                                    

Skenario Allah penuh dengan misteri, kita sebagai manusia hanya bisa menjalaninya dengan ikhlas.

~Khawla Nizia~
Dalam Novel Fahima

--oOo--

Setelah lama berkeliling kota Jakarta di malam yang semakin larut, lelaki itu melirik arloji yang bertengger di tangannya. Ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 11.45, sudah hampir masuk jam 12 malam. Akan tetapi keberadaan wanita yang dicarinya sejak tadi belum juga ditemukan. Hatinya semakin khawatir.

Di tempat lain, Cindy dan Rafif juga masih sibuk mencari Fahima. Sejak menghubungi kedua orang tua wanita itu, terdengar nada suara pasangan paruh baya itu begitu panik.

“Fif, gimana dong? Malam udah mulai larut, tapi kita belum juga nemuin Fahima. Bagaimana jika terjadi apa-apa dengan dia?” Cindy semakin khawatir. Tubuhnya ia sandarkan di sandaran jok mobil. Pandangannya masih menyapu ke arah jalanan.

Hhuuushhh.... nggak boleh ngomong kayak gitu. Sekarang aku juga khawatir, tapi setidaknya bisa nggak segala pikiran burukmu itu disingkirkan. Do’akan semoga Fahima baik-baik aja”

“Aku udah coba, tapi aku sangat khawatir. Kamu nggak tahu gimana perasaanku sekarang” Cindy mulai berbicara dengan nada yang sedikit meninggi kepada Rafif.

“Iya aku tahu.”

“Fif, aku takut....” Potongnya.

“Nggak usah bicara yang aneh-aneh”

“kok kamu nyebelin banget sih? Kamu nggak tahu aja apa yang terjadi dengan Fahima selama ini, makanya kamu dengan santainya ngomong kayak gitu” Raut wajah Cindy mulai serius. Ia menatap lekat punggung lelaki itu.

“Kamu pikir aku nggak khawatir?” Rafif mengernyit dan tak terima dengan ucapan Cindy.

“Siapa yang nanya kamu khawatir atau nggak?”

“Emang kamu nggak nanya.”

“Terus..”

“APA??” Cindy memandang Rafif semakin sinis. Rasanya ia ingin menguliti lelaki di hadapannya itu.

“Dasarr...” Rafif memicing ke objek yang berada di jok belakang.

“Ngomong apa tadi??” Cindy mendelik.

“Nggak. Kamu cantik” entah dapat ide dari mana, Rafif spontan mengucapkannya. Dalam hati ia merasa puas, karena sepersekian detik Cindy malah tercengo dibuatnya.

Tanpa aba-aba, Cindy memukul kepala lelaki itu dengan sling bag nya. “Dasar cowok modus. Rasain nihh”. Cindy terus melakukan aksinya tanpa ampun.

“Ehh ehh, Dasar cewek gila. Hentikan woyy! Kalau kita kecelakaan gimana? Emang mau mati sekarang?” Rafif tampak kesal. Bahkan suaranya sudah naik dua oktaf.

“Abisnya nyebelin banget. Udah ah, males ngomong sama kamu” Cindy akhirnya kembali diam. Ia membuang muka ke arah jendela. Pikirannya kembali fokus memikirkan Fahima. Entah dimana sahabatnya itu sekarang, apakah ia baik-baik saja ia juga tidak tahu.

“Dasar aneh. Tadi aja marah-marah. Sekarang malah sedih” Rafif mengeluh sendiri. Sedangkan Cindy sama sekali tidak berniat untuk merespon lelaki itu.

***

Malam ini Arga sudah kembali ke rumahnya yang berada di daerah jakarta pusat. Kondisinya jauh dari kata baik. Penampilannya sudah acak-acakan. Bahkan rambutnya terlihat sangat berantakan. Lelaki itu seperti orang yang tidak memiliki semangat hidup saat ini.

Setelah membuka pintu kamar, lelaki itu melemparkan secara sembarangan jas dan juga kunci mobilnya di atas kasur. Pikirannya sangat kacau saat ini. melihat kekecewaan Fahima terhadapnya, apalagi wanita itu mengeluarkan air matanya karena dirinya, hatinya merasa sakit. Seperti hilang kendali, lelaki itu berteriak sekencang-kencangnnya sembari menjambak rambutnya sendiri. Seperti orang kesetanan, lelaki itu menghamburkan apa saja yang ada di hadapannya. Hingga ruangan itu menimbulkan kegaduhan. Kini sorot matanya semakin menajam bahkan memerah, kemudian ia meraih sebuah guci yang ukurannya tidak terlalu besar., kemudian melemparkannya ke dinding. ‘PRANGGG..’ benda itu kini sudah tidak berbentuk. Bahkan terbagi menjadi pecahan-pecahan kecil.

“Fahimaaaa... kenapa mencintaimu sesakit ini???????” lelaki itu kembali berteriak dan menjatuhkan segala macam benda yang masih tersisa.

Tiba-tiba tubuhnya menjadi melemah. Lelaki itu melangkah gontai ke tepian ranjangnya yang sudah sangat berantakan akibat ulahnya tadi. Tubuhnya luruh. Air matanya mulai menggenang di pelupuk matanya. bahkan kini sudah mulai jatuh dengan sangat derasnya. Lelaki itu terisak. Ia tidak menyangka jika ternyata mencintai wanita akan sesakit ini. sebenarnya, semua akan baik-baik saja jika cinta itu hadir tanpa dibumbui oleh rasa sakit sebelumnya. Bahkan dirinya tidak mengetahui, sejak kapan rasa itu hadir. Jika saja tidak terbawa emosi, mungkin ia tidak akan mengikuti taruhan bodoh dari musuh bebuyutannya itu ketika SMA dulu.

“Maaf... Fah, maafin aku. Tolong jangan siksa aku seperti ini.” lirihnya dengan suara yang sudah sangat bergetar. Ia mengendarkan kepalanya di tepian ranjang. Perlahan, matanya mulai terpejam. Kepalanya terasa berat.

Di dalam keheningan, dering yang berasal dari handphonenya mengganggu pendengarannya. Perlahan matanya mulai kembali terbuka. Sebelah tangannya merogoh benda pipih itu dari saku celananya. ‘Olive’. Melihat nama itu, lelaki itu tampak tidak berminat. Ia malah mematikan handphonenya dan meletakannya asal di lantai, di samping tempatnya duduk.

Matanya sudah kembali terpejam. Hingga ia terlelap dalam posisi duduk dengan tubuh yang bersandar di tepian kasur. Tubuhnya sudah begitu lelah. Ditambah lagi pikirannya terus terkuras memikirkan banyak hal.

***

Dengan perasaan kalut, lelaki itu terus mengemudikan mobilnya. Entah sudah sejauh mana ia pergi, rasanya ia sudah tidak tahu. Meskipun sudah cukup larut, ia enggan untuk berhenti mencari. Rasa khawatirnya tidak sebesar rasa lelahnya selama beberapa hari ini saat menghadapi urusan kantor yang sangat menyita pikiran dan tenaga.

Entah ada angin apa, lelaki itu memilih berhenti sejenak di depan sebuah masjid. Ia menyandarkan punggungnya sejenak di jok mobil. Kemudian pandangannya mulai ia arahkan ke masjid besar yang ada di samping kirinya. Masjid yang bertuliskan Ar-Rahman di bagian depannya, terlihat megah dan indah. Seolah ada magnet yang menariknya, akhirnya lelaki itu keluar dari mobil dan singgah sebentar. Mugngkin jika ada orang yang melihatnya saat ini, pasti dirinya terlihat aneh karena di waktu hampir pukul 12 malam, ia singgah di sebuah masjid.

Langkahnya membawa lelaki itu ke pelataran masjid yang cukup luas. Di sekelilingnya terdapat beberapa tanaman bunga yang sangat indah. Dan juga terdapat sebuah air mancur kecil. Bahkan design masjidnya sangat modern dan juga elegan, nuansa timur tengah begitu kental terlihat dari bangunan masjid itu. sungguh, mata lelaki itu begitu terpana dibuatnya.

Pada undakan tangga yang pertama, lelaki itu melepaskan sepatu dan kaos kakinya. Saat menoleh ke atas, netranya menangkap seorang wanita lengkap dengan pakaian syar’inya tengah duduk sambil memeluk kedua lututnya sambil bersandar di salah satu tiang masjid. Wanita itu  tengah tertunduk dan menyembunyikan wajahnya di kedua lututnya. Kedua bahunya tampak bergetar.

Lelaki itu mulai mendekat, seketika ada perasaan bahagia sekaligus cemas. Langkahnya kian yakin untuk mendekat. Takut wanita itu akan merasa terganggu dengan kehadirannya, akhirnya ia hanya ikut duduk dengan memberi jarak sekitar dua meter darinya. Ia ikut terdiam, seperti yang dilakukan wanita itu. pandangannya sesekali menatap objek di sampingnya. Lalu menatap lurus ke depan.

Setelah beberapa menit kemudian, mereka sama-sama diam dalam keheningan. Lebih tepatnya, wanita itu sama sekali belum menyadari kehadirannya. Lagi-lagi lelaki itu melihat arlojinya. Waktu sudah menunjukkan pukul 12.15 dini hari. Ingin rasanya ia mengajak wanita itu untuk pulang, akan tetapi ia juga khawatir jika wanita itu akan semakin sedih.

***

Di sebuah ruang tamu, Nadia tengah terisak di pelukan suaminya. Wanita itu begitu terkejut sekaligus khawatir ketika Cindy menelfonnya dan memberitahukan bahwa Fahima pergi dari pesta seorang diri. Bahkan mereka tidak tahu kemana perginya wanita itu.

FAHIMA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang