Cia terbangun dari tidur nya. Dia baru ingat tadi siang dia di marahi oleh Papahnya. Perut Cia sangat sakit Dia lupa kapan terakhir kali perutnya di isi. Cia beranjak dari tempatnya, dia pergi menuju meja makan.
"Bun, Cia mau makan. Laper." Ucap nya.
"Tuh makan." Cia membawa makanan ke arah dapur. Dia mulai memakan makanan nya hingga habis tak tersisa. Setelah selesai makan Cia berpamitan kepada Niken lalu pergi menuju kamarnya lagi.
Cia berjalan menuju jendela kamarnya yang belum tertutup. Dia menatap kosong hamparan bintang dilangit, sesekali Cia memejamkan matanya mencoba menikmati angin malam yang menerpa wajahnya.
Sesekali Cia menyeka air matanya, meratapi nasibnya sendiri. Cia ingin seperti Acha. Cia ingin di perhatikan, Cia ingin disayang. Cia membuang pikiran itu jauh jauh.
Cia menutup jendela kamar nya, merebahkan tubuhnya diatas kasur. Cia mulai memejamkan matanya mencoba untuk tertidur.
* * *
Cia terusik dari tidurnya, ketika cahaya mentari pagi menerobos kamarnya. Cia mengucek matanya mencoba mengembalikan kesadaran nya. Cia bangkit dari tempat tidurnya lalu segera bergegas menuju kamar mandi. Setelah selesai, Cia turun ke bawah untuk sarapan.
"Hai, Cia good morning!" Sapa Acha.
"To," Balasnya. Cia mengambil bbrapa roti lalu ia berikan slay, dia meneguk habis susu nya lalu berpamitan. "Bunda, Ayah, Acha, Cia brangkat dulu ya,"
"Iya, Cia hati-hati ya!" Yang menjawab hanya Acha, bunda dan ayah nya nampak tak perduli seolah-olah dirinya hanya angin lalu.
Cia menggayuh sepedahnya dengan semangat, karna hari ini ada mata pelajaran menggambar. Setelah 15 menit, akhirnya Cia sampai di sekolah nya Genius Elementary School . Dia berjalan ke kelas nya dengan senyum yang terus mengembang diwajahnya.
Bel pun berbunyi, membuat seluruh murid Genius Elementary School menuju kelas nya masing-masing. Seorang anak laki-laki dengan pakaian rapih masuk ke kelas 2 dengan gagahnya. "Woi! Kata bu Nisa, kelas FreeClas soalnya semua guru pada mau Rapat!" jelasnya, lalu dia menuju tempat duduknya. Semua murid kelas 2 bersorak riang beda hal nya dengan Cia, dia nampak lesu dan tak bersemangat.
Cia memutuskan untuk membuka peralatan menggambarnya untuk menghilangkan bosan. Pensil warna itu menari dengan indah di buku gambar besarnya. Saat asik menggambar tiba-tiba Cila mengambil kotak pensil warna Cia.
"Cila kembali 'in!" bentak Cia.
"Ga mau, wlee," ujarnya sambil menjulurkan lidah nya. Cia yang melihat nya pun sangat geram.
"Cila kembaliin kotak pensil warna Cia! atau Cia bakal buat kamu nangis lagi!" ancamnya, namun rupanya Cila malah menjadi-jadi. Dia mengeluarkan isi kotak pensil warna itu dan melempar kesembarang Arah, Cia yang ta terima kotak pensil warna kesayangan nya di lempar-lempar menghampiri Cila dengan wajah yang sudah memerah.
"Cila! Jangan di lempar-lempar, itu punya aku!" Cia memunguti pensil warna itu kembali, sedangkan Acha dan yang lainnya hanya tertawa.
"Kenapa si kalian jahat sama Cia hah?!"
"Cia salah apa sama kalian semua!" teriak Cia.
"Bodo amat, wlee!" kata Cila. Cia mulai terbawa emosi, dia menarik rambut Cila dengan kencang.
"Ini balasan buat kamu yang udah buat pensil warna aku berantakan!" bentak nya.
"Aw sakit! Lepas Cia..." rintih Cila. Cia pun melepaskan jambakan nya, lalu pergi ketempat duduknya lagi.
Seketika tubuhnya bergetar ketika dia mengingat perkataan Papahnya, "Jangan melawan orang lain Cia! Jika kamu buat ulah lagi disekolah. Papah bakal pukul kamu lagi pakai penggaris!".
Cia berdoa semoga Acha tidak mengadu hal ini kepada Papahnya. Dia pun melanjutkan aktivitas menggambarnya.
* * *
Cia menggayuh sepedahnya dengan semangat walaupun keringat terus bercucuran di pelipisnya. Cia memakirkan sepedahnya di halaman rumahnya. "Assalamualaikum, Cia pulang!" salamnya saat masuk kedalam rumahnya.
"Waalaikumsalam," jawab Niken. Setelah menyalami tangan bundanya, Cia bergegas menuju kamarnya. Dia berganti pakaian lalu duduk dimeja belajarnya.
"Hai, Cia!" sapa Acha.
"Hm?" dehemnya.
"Ouh iya aku mau bilang ke kamu, kalo nanti papah pulang aku bakal aduin kejadian tadi di sekolah!" katanya.
"Ga usah ngadu-ngadu deh!" bantah Cia.
"Ya ga apa-apa dong, biar seru ahahhh!"
"Babay!" setelah mengucapkan itu, Acha pergi meninggalkan Cia yang sedang ketakutan. Cia merebahkan tubuhnya diatas kasur, dia segera memejamkan matanya mencoba untuk cepat terlelap.
Brakk
Pintu dibanting keras oleh sang papah, lalu dia menarik sang anak yang sedang tertidur pulas hingga anak itu terlonjak kaget. Ya anak itu Cia, dia mencoba mengembalikan kesadaran nya.
"Gracia! Sudah berapa kali papah bilang jangan membuat ulah di sekolah!" bentaknya. Cia menunduk pasti ini ulah Acha yang ngadu ke Papahnya.
"M-maap pah, tadi tuh pensil warn--"
"Diem kamu! Papah ga minta kamu untuk berbicara!" bentak nya lagi.
"KENAPA SI PAPAH GA PERNAH PERCAYA SAMA CIA, KENAPA PAH?!"
"CIA JUGA ANAK PAPAH, PAH. BUKAN CUMA ACHA DOANG.. HIKS..." dia mulai terisak, dia tidak percaya atas ucapan nya tadi baru kali ini dirinya membentak sang papah.
"Oh udah mulai berani ya kamu!"
"Kamu itu Anak pembawa sial, Gracia!" katanya sambil menegaskan kata 'pembawa sial'.
Brukk
Pintu kembali ditutup dengan sangat kencang. Cia kembali ke atas kasur, mendudukan dirinya disana. Dia menutup wajah dengan tangannya, mencoba meluapkan kekecewaannya disana.
"Hiks.. Cia salah apa, pah?"
"Maapin Cia kalo Cia ada salah sama papah.."
"Cia nakal ya pah?"
"Tapi, kenapa papah bilang Cia anak pembawa sial hikss..."
* * *
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gracia [END]
Teen Fiction[LENGKAP] "Semua terbiasa tanpa saya. Dan saya harus terbiasa tanpa semuanya." _Gracia Anatasya_ Siapa sangka, Gracia Anatasya gadis berusia 8 tahun yang baru menginjak sekolah dasar harus melewati kejamnya hidup. Dirinya tak pernah di anggap oleh...