"Karena yang seiman akan bertemu di akhir cerita bukan di awal cerita seperti kita."
_Imanuel_
* * *
Siang ini jasad Cia akan di bawa ke rumahnya dengan menggunakan mobil Ambulans. Manu sudah mengabari keluarga Cia, namun mereka tak menjawab teleponnya.
Mobil itu melaju dengan cepat di iringi dengan suara khas Ambulans. Manu menatap tubuh yang sudah tak bernyawa itu dengan sendu. Ia berusaha untuk tidak menangis, mencoba untuk ikhlas.
Beberapa saat kemudian, mobil Ambulans itu berhenti tepat di depan rumah Cia. Manu melihat dari dalam mobil keluarganya Cia keluar dan menatap mobil Ambulans itu dengan heran.
Setelah mengeluarkan jasad Cia, mereka membawanya ke dalam rumah.
Nino menatap Manu heran. "Jasad siapa itu?"
"Anak mu." Nino terdiam.
"Anak ku? Siapa?"
"Gracia Anatasya, anak mu telah tiada." Manu mencoba untuk tidak terbawa emosi.
"A-anakku Cia? Dia telah tiada? Mana mungkin! Ini pasti bercandakan?" tanyanya tak percaya.
Manu menghela nafas, sebelum akhirnya menceritakan semuanya.
Mata Nino sudah berkaca-kaca, tubuh nya melemas. Lalu ia berlari menghampiri jasad Cia. Di ikuti oleh Niken dan Acha.
Mereka bertiga meminta maaf kepada Cia berkali-kali. Mereka mengatakan bahwa mereka menyesal dan ingin Cia kembali hidup.
Bodoh bukan? Ketika Cia hidup mereka menginginkan Cia tiada. Namun, ketika Cia telah tiada ia menginginkan Cia kembali hidup.
Ini lah karma atas perbuatan mereka. Menyesal pun sudah tak ada artinya jika orang yang mereka dzolimi telah tiada. Meminta maaf berulang kali pun rasanya percuma.
* * *
Pagi ini, sinar matahari sangat terang. Menguapkan genangan air hujan, yang semalam tadi hujan turun dengan sangat deras.
Laki-laki itu memejamkan matanya, kala angin pagi ini menerpa wajahnya. Lelaki itu menatap makam di bawahnya dengan mata yang sembab. Batu nisan yang tertuliskan nama kekasihnya itu membuat dadanya sesak.
"Jahat kamu, Cia." rintihnya.
Bahunya bergetar dan isakkannya mulai terdengar.
Berkali-kali Manu memukul dadanya, untuk menghilangkan rasa sesak itu. Manu menatap batu nisan itu dengan sendu. Tidak akan ada lagi senyumanya, tawanya. Semua akan menjadi kenangan tersendiri bagi Manu. Walaupun ia sudah tiada, namun Cia akan selalu ada di hati Manu. Selamanya.
Setelah ia menaruh setangkai bunga. Manu bangkit, lalu perlahan pergi meninggal tempat peristirahatan Cia yang terakhir.
Ia berjalan dengan tatapan kosong. Matanya sembab, rambutnya acak-acakan, membuat orang lain menatap ia iba.
Ia terus melangkah, mengikuti langkah kakinya. Sudah dua kali ia berkeliling ntah tujuannya mau kemana. Akhirnya, ia berhenti di taman. Tempat yang menjadi awal pertemuan nya dengan Cia.
Mencoba untuk ikhlas walau sulit.
Mencoba untuk menerima kenyataan walau kadang sulit untuk di terima.
Hanya karna Tuhan mereka berbeda. Cinta mereka tak mewujud bahagia untuknya. Terkadang perbedaan agama menjadi hal klise dalam suatu hubungan cinta. Biarpun aku melipat tangan dan dia menengadahkan tangan, kita masih mengucap doa yang sama.
Manu kembali melangkah. Mulai hari ini, ia harus siap bahwa setiap harinya tanpa ada sosok Cia di sampingnya.
Manu membiarkan Cia membawa cinta mereka ketempat yang abadi. Membiarkan Cia bertemu dengan Tuhannya.
* * *
Hallo epribadeh! Akhirnya, extra Part nya selesai 🎉
Gimana-gimana sedikit ga jelas ya? 😭
Akhirnya Tuan Nino dan Nyonya Niken menyesal huhuhuOke-oke terima kasih yang udah mau mampir di cerita Araa❤️
Jangan lupa kasih tau temen-temen kalian buat baca cerita 'Gracia' juga ya!☺️
Bantu share juga cerita ini di sw kalian atau dimana pun itu (jika berkenan)Kalo kalian udah selesai baca cerita ini, kalian boleh mampir ke cerita Ara yang ke 3 yaitu Sacrifice|Lara.
Oke itu aja si! Bye-bye😗
Btw, kalo GRACIA terbit kalian mau beli, ga? Nanti aku bakal revisi ulang;)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gracia [END]
Teen Fiction[LENGKAP] "Semua terbiasa tanpa saya. Dan saya harus terbiasa tanpa semuanya." _Gracia Anatasya_ Siapa sangka, Gracia Anatasya gadis berusia 8 tahun yang baru menginjak sekolah dasar harus melewati kejamnya hidup. Dirinya tak pernah di anggap oleh...