"Sebelum kembali menjadi dua orang asing, Kita pernah berusaha menjadi dua orang yang saling-"
_Imanuel_
* * *
Seorang perempuan berlari-lari di koridor sekolah, dia nampak panik karna jam sudah menunjukkan pukul 07.30.
Saking terburu-burunya ia menabrak seorang laki-laki yang tengah berjalan santai di koridor sekolah.
Brugg
"E-eh maap Cia ga sengaja!" Cia kembali berlari menghirau kan teriakan laki-laki itu. Saat sudah berada di depan kelas, Cia menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya mengetuk pintu.
"Assalamualaikum, maap bu saya terlambat,""Ini udah jam berapa Gracia! Di hari pertama masuk sekolah kenapa kamu telat?" kata guru perempuan yang berbadan besar itu.
"A-anu bu, saya kesiangan." guru itu menatap Cia tajam.
"Lari di lapangan sebanyak 5 kali!" perintahnya.
"Tap--"
"Gada tapi-tapi an, cepet!" Cia bergegas pergi menuju lapangan sekolahnya. Bayangkan, di hari pertama masuk sekolahnya dia harus berlari-lari mengelilingi lapangan yang luasnya ntah berapa hektar.
Saat sudah mencapai 4 putaran, kakinya terasa lemas.
"Haduh, semangat Cia! Satu putaran lagi!" beonya.
"H-haduh, C-cia ga ku-uat...."
"Heh kalo udah ga kuat lari tuh berenti aja!" tiba-tiba seorang laki-laki datang sambil menarik tangannya untuk duduk di tepi lapangan.
"Ih lepasin! Cia tu lagi di hukum!" sergahnya.
"Nih air." Cia menerima minuman tersebut, lalu meneguknya hingga habis.
"Hm, btw nama lu siapa?" tanyanya.
"Cia," balasannya singkat. Laki-laki itu nampak berpikir.
"Cia? Kayak ga asing." batinnya.
Bel istirahat pun berbunyi, Cia beranjak dari duduknya meninggalkan laki-laki itu yang sedang diam tak berkutik.
"C-cia? Nama itu, apa dia Gracia yang selama ini gua cari? Ah tapi ga mungkin! Tapi kalo iya, kenapa kita berdua begitu asing? Seakan-akan ga pernah bertemu sebelumnya." lalu dia beranjak dan pergi menuju kantin sekolah.
Cia duduk di bangku taman seorang diri, tanpa teman. Dari dulu hingga sekarang teman nya hanya lah Manu, laki-laki yang membuat dia mengerti arti perbedaan.
Sudah bertahan-tahun ia mencari keberadaan Manu. Cia ingin tahu, sudah sebesar apa dia? Sudah setinggi apa dia sekarang?
Padahal, Cia sudah kembali ke rumah yang dulu. Kota yang membawa sejuta kenangan itu. Namun, dia belum mengetahui keberadaannya.
Mungkin, tuhan sedang merencanakan sesuatu. Mungkin, tuhan sedang mengatur pertemuan mereka. Cia hnya bisa menunggu, kapan dia bisa bertemu kembali dengan Manu.
* * *
"Assalamualaikum, Cia pulang!" salamnya, saat sampai di rumah.
"Waalaikumsalam, Cia abis ganti baju kamu nyuci pakaian sana terus langsung di jemur," kata Niken.
"Iya bun." Cia masuk kedalam kamarnya, setelah mengganti pakaiannya dia segera mengerjakan perintah Bundanya.
Dari dulu hingga sekarang, perlakuan Papah dan Bundanya masi sama. Sama-sama sering memukul, membentaknya bahkan Cia sering di perlakukan layaknya seorang pembantu. Ia selalu berpikir, apa salahnya? Mengapa ia selalu di perlakukan buruk oleh keluarganya?
Setelah selesai melakukan perintah sang Bunda, Cia segera mencuci piring yang sudah menumpuk di dapur. Setelah di rasa semua pekerjaannya beres, Cia segera pergi menuju kamarnya.
"Eh Cia! Tunggu!" teriak Acha.
"Hm?"
"Aku pinjem uang dong buat beli buku," katanya.
"Gada, uang ku buat beli kamus sama peralatan menggambar,"balasnya.
"Ish Cia, nanti Acha ganti serius deh! Penting banget soalnya ini. Pinjem yaa..." mohonnya.
Cia menghembuskan nafasnya. "Tapi ganti ya?"
"Iyaa, seriusan." Cia masuk ke dalam Kamarnya, lalu membuka lagi dan mengambil uang sebanyak 200 ribu.
"Nih," sambil memberikan uang tersebut.
"Makasih yaa!"
"Tapi bener ya buat beli buku!"
"Iyaa," setelah itu, Acha keluar dari kamar Cia. Padahal uang itu, uang bulanannya untuk membeli peralatan sekolah. Kalo uang itu habis terpaksa dia harus mencari pekerjaan.
Beda dengan Acha, dia bebas meminta uang sebanyak apapun. Namun kali ini, dia tidak di izinkan meminta uang untuk membeli barang-barang yang sekiranya bakal menghambur-hamburkan uang.
Setelah makan malam, Cia duduk di teras rumahnya. Cia sedang menunggu Acha pulang, karna waktu sudah larut malam, namun Acha belum kunjung pulang.
Beberapa saat kemudian, Acha pulang dengan membawa banyak barang. Acha merasa dirinya kepergok, ia hanya cengengesan.
"Katanya beli buku, ko malah belanja?" tanya Cia dengan raut datarnya.
"Sttt, jangan keras-keras nanti ketauan papah," bisiknya.
"Cha, kamu tu udah besar bukan anak-anak lagi! Seharusnya kamu tu banyak-banyak nabung buat masa depan!" ucap Cia.
"Halah bacot! Toh, yang penting aku bisa nikmatin masa muda ku dengan berpoya-poya! Bukanya kayak kamu nolep!" setelah mengucapkan itu, Acha pergi meninggalkan Cia sendirian.
Bener katanya, selama ini ia hanya diam di rumah, tidak pernah bergaul bersama orang lain. Dirinya terlalu kaku untuk berbaur bersama orang lain. Lagian siapa yang mau berteman dengannya? Tidak ada kan? Semua menjauh saat dia mendekat.
Ia segera masuk kedalam rumah, lalu menguci pintu. Setelah itu ia masuk kedalam kamarnya.
Cia sedang menikmati angin malam lewat jendela kamarnya. Sudah cukup lama ia berdiam diri di sana,hanya menatap kosong hamparan bintang dilangit. Waktu sudah semakin malam, membuat nya harus beranjak dari tempatnya.
Cia mencoba memejamkan matanya mencoba cepat terlelap.
* * *
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gracia [END]
Teen Fiction[LENGKAP] "Semua terbiasa tanpa saya. Dan saya harus terbiasa tanpa semuanya." _Gracia Anatasya_ Siapa sangka, Gracia Anatasya gadis berusia 8 tahun yang baru menginjak sekolah dasar harus melewati kejamnya hidup. Dirinya tak pernah di anggap oleh...