"Kenapa lo tega banget sih Kha sama gue? Gue salah apa sama lo ha??" Vivianne terisak, ia benar-benar kecewa kepada cowok ini.
"Lo masih nanya kenapa? lo ga sebodoh itu Vi sampe lo ga tau alasan gue apa?" Katanya datar.
"Gue tau alasannya apa, yang gue ga habis pikir kenapa lo sejahat ini ke gue. Asal lo tahu ya Kha, lo itu orang pertama yang gue percaya, dan sejauh ini lo adalah satu-satunya orang yang bisa gue jadiin tempat curhat, tapi nyatanya apa? Lo penghianat Kha, penghianat!" Tangis vivianne semakin pecah, ia bahkan memukul-mukul dada cowok yang ia panggil Kha itu.
Merasa kesal kepada Vivianne yang dianggap berlebihan, cowok itupun mendorong Vivianne hingga jatuh kebelakang. Bahkan tanpa iba ia meninggalkan Vivianne sendirian malam itu.***
Vivianne menghela napas, ia masih belum bisa melupakan kejadian itu. Kejadian yang membuatnya benar-benar kehilangan rasa percaya kepada orang lain. Dan karena kejadian itu pula Vivianne akhirnya memutuskan untuk pindah sekolah.
Vivi yang sejak tadi melamun di gerbang sekolah, mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Ia memperhatikan sekitar, "sekolah yang bagus," batinnya. Ia berjalan dan mencari ruangan Kepala Sekolah.
Lima belas menit kemudian Vivi masih belum menemukan ruangan yang ia cari. "Ini sekolah gede doang, masa denahnya aja ga ada sih. Ga jelas banget." Gerutunya. Tiba-tiba seseorang menepuk bahunya sampai ia terlonjak kaget,"Setan!" Teriak Vivi sambil berbalik.
"Emmm sorry, gue bukan setan kok, belum. Masih jadi manusia nih, hehehhe," orang yang menabrak Vivi tertawa kikuk, "Btw, lo lagi nyari ruangan Kepsek ya?" Tanya orang itu padanya.
Bukannya menjawab Vivi hanya mengerutkan kening.
"Gua ga bermaksud buat SKSD, cuma gua tadi ga sengaja denger kalo Lo kebingungan nyari ruang Kepsek dimana. Itu loh, waktu lo ngomong sendirian kayak orang gila." Lanjut orang itu sambil menggaruk tengkuk.
Sedetik kemudian Vivi tersadar, jika orang di depannya ini ingin membantu.
"Ohh iya-iya, gue lagi nyari ruangan Kepsek. Kalo lo ga keberatan, boleh minta tolong anterin gue ke sana ga? Gue udah nyasar dari lima belas menit yang lalu nih, hehehehe." Vivianne tertawa canggung, selain itu ia juga kurang percaya sama cewek ini. Bisa aja kan dia cuma iseng nanya, atau yang lebih parah mau ngerjain Vivi. Ngasih tau ruangan yang salah, trus dia dikunciin di gudang atau kamar mandi. Big no! Ngebayangin nya aja Vivi udah ngeri.
Cewek itu terkekeh melihat raut wajah Vivi. Ia seolah tahu apa yang sedang ada di pikiran cewek ini, "Gue bakal ngantar lo langsung ke ruang Kepsek, dan lo tenang aja gue ga pengen ngerjain lo kok." Gadis itu tersenyum menatap Vivianne.
Ia mulai berjalan di depan, setelah beberapa langkah ia berhenti, dan menoleh ke belakang. Ia tertawa "Hahahah ya ampun. Lo segitu takutnya gue kerjain? Ayooo ... Keburu telat nih." Katanya sambil teriak. Vivi langsung berlari menghampiri cewek itu, dan mengekor dari belakang. Mereka pun berjalan ke ruangan Kepala Sekolah.
"Ini dia ruangan Kepseknya." Cewek itu menunjuk ruangan di sampingnya. Vivi masih diam, ia seperti orang yang baru keluar dari gua, trus disapa, diajak bicara duluan sama orang asing.
Cewek itu mengibas-ngibaskan tangannya di depan muka Vivi, "Hellowww... Gua barusan bilang ini ruangan Kepseknya, dan lo bisa masuk sekarang!" Kata cewek itu sambil menunjuk ruangan yang ia maksud.
Vivi mengerjap sambil menggelengkan. Kemudian ia tersenyum, "Makasi banyak ya karena lo udah bantuin gue," ucap Vivi tulus.
"Sama-sama. Gue cabut, bye!" Cewek itu meninggalkan Vivi sendirian.
Sedangkan Vivi masih setia berdiri dan menatap punggung cewek itu, sebelum akhirnya ia masuk ke ruangan Kepsek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Depressed
Teen FictionMasa remaja adalah masa yang sulit. Banyak hal yang tidak sesuai ekspektasi. Bingung, takut, dan cemas menjadi hal yang biasa. Banyak hal yang memengaruhi kesehatan mental mereka. Setiap orang memiliki cerita dan masalah yang berbeda. Pilihannya han...