Bab 41

15 1 0
                                    

Luna masih menggenggam tangan Vivi, dan berlari. Vivi hanya bisa pasrah, hingga ia kehabisan napas.

"Berhenti dulu!" Vivi berhenti, dan menarik tangannya.
"Lo kenapa main narik gue gitu aja? Mana ngajak lari-lari lagi, capek tau?!" kesal Vivi.

"Duh ... Udah deh Vi, lo nanyanya nanti aja," Wajah Luna terlihat panik.

Vivi mengernyit.
"Ya udah, gue ga mau ikut kalau lo ga kasih tahu kita mau kemana," Vivi berjalan meninggalkan Luna.

"Aruna Vi, dia di UKS."

Vivi menghentikan langkahnya. Dan tanpa basa-basi dia langsung berlari menuju UKS, meninggalkan Luna.

"Dihh malah ninggalin," Luna menggelengkan kepalanya, kemudian menyusul Vivi.

Di UKS, Genta sedang mengobati luka Aruna. Gavin dan Ferril hanya menonton dari samping, mereka dapat melihat kekhawatiran Genta dengan jelas.

Brakkk
Terdengar suara pintu yang dibuka dengan brutal. Siapa lagi pelakunya selain Vivi? Ia masih berdiri di pintu dengan napas yang ngos-ngosan.

Vivi berjalan menghampiri Aruna setelah napasnya mulai teratur.
" Kenapa bisa gini?" Tanya Vivi perhatian.

"Ga kenapa-napa kok," Aruna tersenyum.

"Kenapa lagi, kalau bukan di-bully Mak Lampir Secil beserta antek-anteknya," celetuk Ferril.

Aruna langsung menatap Ferril tajam, sedangkan Ferril hanya menggidikkan bahunya.

"Lagi?" tanya Vivi.
"Tapi kenapa bisa?" Vivi bertanya lagi.

"Ga tau," kata Gavin.

Pintu terbuka lagi, dan menampilkan seorang cewek dengan keringat yang bercucuran, juga napas ngos-ngosan.

"Lo kenapa ninggalin gue?" Luna bertanya dengan kesal. Ia menghampiri Vivi dan menarik telinganya.

"Sakit ... duh, lepasin dong! Sakit nih. Main jewer aja lu," Vivi mengelus telinganya setelah Luna melepas jeweran mautnya.

"Abisnya lo___"

Vivi mengisyaratkan agar Luna diam dengan jari telunjuknya.
"Itu ga penting, yang penting lo harus jawab kenapa Aruna bisa dibully lagi sama Secil," Raut wajah Vivi berubah serius. Luna hanya bisa menelan Saliva nya.

"J-jadi, tadi kita nyariin lo. Karena main pergi gitu aja, sama si Alden __"

"Apa? Alden?" Gavin memotong kalimat Luna. Vivi langsung menatapnya tajam. Melihat tatapan Vivi, Gavin langsung merapatkan mulutnya.

Luna kembali melanjutkan ceritanya.
"Terus waktu lewat, kita ga sengaja denger kalau orang yang ngebocorin lagu tim kita itu mereka bertiga, dan mereka juga nunjukin video kalian pas latihan ke tim lain. Waktu kita lagi asyik nguping, eh ... Aruna main labrak aja. Tapi, seberani-beraninya Aruna bakalan tetap kalah juga kan? Gue juga berusaha bantuin, tapi mereka bertiga emang brutal banget. Untung aja, Genta sama dua curut ini dateng, kala ngga?"

Vivi mengepalkan tangannya begitu mendengar penjelasan Luna. Tapi, ia harus menahan emosinya. Ia harus memikirkan cara lain untuk membuat Secil jera.

Aruna memegang bahu Vivi.
"Udah Vi, gue ga papa." Aruna berusaha menenangkan Vivi.

Vivi tersenyum.
"Gue tahu lo kuat, tapi lain kali lo jangan gini ya? Mungkin sekarang ada yang bantuin lo, gimana kalau nanti kita lagi ga ada? Gue tahu lo mau belain gue, tapi lo harus inget kalau Secil itu iblis berwujud manusia," kata Vivi.

Mereka tertawa mendengar perkataan Vivi.

"Bener banget lo, emang gila tuh cewek," kata Ferril.

DepressedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang