Vivi menajamkan tatapannya kepada Ferril, menantikan jawaban dari cowok ini. Gavin melirik Ferril. Ferril menghela napasnya yang terasa berat.
"Jadi sebenernya....." Ucapan Ferril terpotong karena seorang waiter datang mengantar makanan yang sebelumnya sudah Vivi pesan saat masuk ke kafe ini. Setelah waiters itu pergi, Vivi mengangkat dagunya, menyuruh Ferril melanjutkan penjelasan yang terpotong tadi.
"Jadi si Aruna itu korban bullying di SMA ARWANA, bahkan sejak MOS. Ia dibully sama Secil dan temen-temennya itu, nah karena yang nge-bully si Secil, otomatis anak lain kalo ga ikutan nge-bully ya jadi penonton. Bahkan nih ya, dia ga hanya dibully di sekolah Vi, di luar sekolah atau di manapun si Aruna ketemu sama Secil cs, ya dia bakal kena bully." Ferril meraih minumannya dan langsung meneguk minuman itu, tenggorokannya terasa kering setelah bercerita panjang lebar.
Vivi mengepalkan tangannya, ia tahu jika Aruna dibully separah itu. Pantes aja waktu itu Vivi melihat Aruna dikejar-kejar si Secil cs waktu di kafe kemarin. Vivi menghela napasnya, andai saja ia mengikuti Aruna saat itu, mungkin ia bisa menyelamatkan sahabat barunya itu.
"Lo kenapa Vi?" Tanya Gavin, Vivi hanya menggeleng.
"Trus alasan mereka nge bully Aruna apa?" Tanya Vivi lagi, ia sangat penasaran. Perasaannya campur aduk sekarang, ia sedih karena sahabatnya sudah menderita begitu lama, di sisi lain ia juga marah, sangat marah. "Kenapa masih ada orang kayak Secil?" Batinnya.
Kali ini Gavin yang buka suara, "Biasalah Vi, KASTA." Ia menekan kata kasta, karena menurutnya itu alasan paling utama Secil membully Aruna.
"Just it?" Vivi mengernyitkan keningnya.
"Vi, di sekolah kita "kasta" itu bukan cuma kata untuk membedakan derajat orang. Tapi kasta emang bener-bener se-berpengaruh itu. Lo tahu kenapa yang jadi korban Aruna? Karena orang sekolah kita nganggep kalo kastanya, kelasnya dia itu rendah, secara dia hanya siswa yang dapet beasiswa, dan ke sekolah naik angkot." Gavin mencoba memberi penjelasan yang lebih detail kepada Vivi.
"Bukan cuma itu Vi, alasan selain itu karena Aruna juga anak yatim." Imbuh Ferril.
Deg, hati Vivi semakin sakit mendengar penjelasan mereka.
"Trus kenapa kalian ga belain Aruna? Ga bantuin dia? Secara lo pada kan kastanya tinggi." Sindir Vivi. Gavin dan Ferril saling bertatapan. Ferril mengisyaratkan agar Gavin yang menjawab pertanyaan Vivi kali ini.
"Lo tau kan bokap si Secil itu kepsek, jadi kalo lo nyari masalah sama dia, atau sok berani ke dia, meskipun lo yang bener dan dia yang salah, ga akan ada gunanya Vi. Bahkan nih ya, mau lo donatur sekolah, kaya, atau apa kek, Pak Prapto bakal tetep cari cara buat ngelindungin anaknya, karena orang tua pasti selalu belain anaknya." Vivi terdiam, "Apa iya orang tua selalu melindungi anaknya?" Batin Vivi.
"Oke gue ngerti." Kata Vivi, ia tidak ingin berlama-lama dengan kedua orang ini. Vivi berdiri dan mengambil tasnya.
"Eh lo mau kemane?" Tanya Ferril.
"Lah iya, kita aja belum selesai makan Vi, masa lo main cabut aja si." Sambung Gavin.
"Lo berdua lanjut aja, gue balik duluan." Vivi berjalan meninggalkan mereka, "Tenang aja, itu udah gue bayar semua!" Vivi mengeraskan suaranya agar Gavin dan Ferril bisa dengar. Ia segera keluar dari kafe itu dan pulang.
"Aneh tuh cewek, main pergi aja." Gavin geleng-geleng kepala. Sedangkan Ferril tidak peduli dan melanjutkan makannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Depressed
Teen FictionMasa remaja adalah masa yang sulit. Banyak hal yang tidak sesuai ekspektasi. Bingung, takut, dan cemas menjadi hal yang biasa. Banyak hal yang memengaruhi kesehatan mental mereka. Setiap orang memiliki cerita dan masalah yang berbeda. Pilihannya han...