Alden menuju ruang musik, tepat setelah bel pulang sekolah berbunyi. Ia sedang bersemangat lantaran akan bertemu dengan Vivi. Seperti biasa, Alden orang pertama yang sampai di ruangan itu. Sembari menunggu Vivi, ia berjalan mendekati drum yang ada di sudut ruangan. Cukup lama ia tidak memainkan alat musik satu ini, karena fokus bermain piano.
Alden begitu menikmati permainannya, hingga ia tidak menyadari, jika orang yang ia nanti telah berdiri di dekat pintu, menatapnya penuh kagum.
Alden mengakhiri permainan drumnya. Ia membuang napas puas. Vivi bertepuk tangan, dan berjalan mendekati Alden.
"Wihh ... lo jago juga ternyata," puji Vivi.
"Biasa aja," Alden berkata dengan ekspresi datar. Padahal, jauh di lubuk hatinya ia sangat senang atas pujian yang dilontarkan Vivi tadi.
Vivi mengangkat sudut bibirnya sinis.
"Kita mulai aja latihannya," ketus Vivi.Alden hanya mengangguk, dan berpindah posisi menduduki kursi untuk bermain piano. Vivi juga sudah duduk di samping Alden. Namun, saat Alden baru mulai menekan tuts-tuts piano, dan Vivi masih mengambil napas untuk bernyanyi, tiba-tiba pintu terbuka, menampilkan dua sosok dengan muka masam.
"K - kenapa, Bu?" Tanya Vivi dengan gugup.
Kedua orang yang tidak lain adalah wali kelas Vivi, dan Alden itu berjalan mendekati mereka.
"Gawat anak-anak!" seru Bu Gita.
"I - iya gawat Bu, tapi gawat kenapa ya?" Vivi kembali bertanya. Sementara Alden hanya diam, dan menyimak apa yang sedang terjadi.
Bu Yas yang lebih tenang berusaha menjelaskan permasalahannya dengan tenang.
"Jadi gini Vi, Al, lagu yang akan kita bawain besok ternyata udah didaftarkan terlebih dahulu oleh tim dari kelas IPA 3, dan IPA 4." kata Bu Yas.
"Terus?" Lagi-lagi Vivi bertanya.
"Makanya dengerin sampe abis! Lo dari tadi motong penjelasan guru mulu, tau ga?" kesal Alden.
Vivi hanya cengengesan, dan mengangkat jari tengah serta telunjuknya, "Peace," kata Vivi.
Bu Gita menggelengkan kepalanya.
"Itu artinya, kita ga bisa bawain lagu itu besok. Sedangkan persiapan kalian udah mateng di lagu ini," Bu Gita menjelaskan dengan lesu."Itu sih mudah Bu, tinggal ganti lagu aja," Jawab Vivi dengan enteng.
Alden menjitak kepalanya.
"Awwh ... sakit tau ga?!" Vivi mengelus kepalanya."Apa kalian bisa kalau harus ganti lagu? Waktunya mepet banget Vi. Kalian harus didaftar sekarang biar bisa ikut lomba, dan saat daftar kita harus cantumin judul lagu yang akan dibawakan," Kali ini Bu Yas yang terlihat putus asa.
" Ibu tenang aja, saya sama Alden pasti bisa. Iya kan, Al?" Vivi menaik-turunkan alisnya, seolah ia sangat yakin jika mereka akan menang.
"Tapi___"
" Kita pasti bisa Bu, seenggaknya kita udah nyoba. Urusan menang belakangan, yang penting tim kita ga mundur sebelum perang," Ujar Vivi meyakinkan.
"Iya Bu Vivi bener, kita ga akan tahu hasilnya kalau kita belum mencobanya," Akhirnya Alden mendukung Vivi.
"Ya sudah kalau kalian merasa yakin. Kita juga percaya dengan kemampuan kalian," kata Bu Gita.
"Jadi, kalian punya ide mau bawain lagu apa?" tanya Bu Yas.
Vivi dan Alden terdiam. Suasana ruangan itu seketika senyap, seperti perpustakaan.
Vivi menjentikkan jarinya.
"Ahaaa!" Ia sukses membuat ketiga orang di sana terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Depressed
Teen FictionMasa remaja adalah masa yang sulit. Banyak hal yang tidak sesuai ekspektasi. Bingung, takut, dan cemas menjadi hal yang biasa. Banyak hal yang memengaruhi kesehatan mental mereka. Setiap orang memiliki cerita dan masalah yang berbeda. Pilihannya han...