Gavin mengedarkan pandangannya, Gavin menunjukkan smirknya.
"Hei!" Panggil Gavin.
Gavin langsung berlari menghampiri orang yang baru saja ia panggil. Ferril ingin menahannya, namun Gavin lebih cepat. Sedangkan Genta tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan sahabatnya itu.
"Kalo dipanggil itu ya nyaut, punya mulut kan lo?" Gavin sudah berdiri di depan orang itu.
"Kalo yang manggil cuma bilang 'hei' siapa yang mau nyaut? Semua orang punya nama masing-masing." Jawabnya.
"Oke fine. Hei Vivi?!" Gavin memasang senyum andalannya, berusaha merayu Vivi.
"Hmm kenapa?" Tanya Vivi.
"Gue tau kok lo itu sebenarnya suka kan sama gue? Dan ini salah satu cara yang lo lakuin untuk mendapatkan perhatian Gavin Anggara." Gavin berbicara dengan sangat percaya diri.
Vivi memasang muka juteknya, "Lo ga punya kerjaan lain? Lo siapa sih? Sok asik banget jadi orang. For your information ya Gevin, Gavin, atau siapa lah nama lo. Gue cuma mau bilang, gue ga kenal sama lo apa lagi suka. So selagi gue bersikap baik dan manusiawi, sebaiknya lo pergi dan jangan pernah muncul di hadapan gue lagi!" Ancam Vivi.
Setelah itu Vivi langsung pergi dari sana, di susul Luna dan Aruna. Sedangkan Gavin justru tersenyum lebar menatap punggung Vivi yang semakin jauh. Ferril yang melihat tingkah aneh sahabatnya itu segera menyusul Gavin. Genta mengikuti Ferril dari belakang, tapi ia tidak lari, ia hanya berjalan dengan santai sambil memasukkan tangannya ke saku celananya.
"Woi bro!" Ferril menepuk pundak Gavin. Gavin langsung tersentak dari lamunannya.
"Apaan sih Fer, lo ngagetin aja tau ga?" Kesal Gavin.
"Harusnya gue yang nanya ama lu, kenapa lo malah senyam-senyum padahal abis dicampakkan sama tu cewek." Ferril benar-benar merasa jika sahabatnya ini sudah mulai gila. Buktinya, setelah dipermalukan di depan murid lain yang notabenenya adalah fans mereka, Gavin justru kelihatan bahagia. Padahal jika ia mau, ia bisa mendapat pacar hari ini juga.
"Vivi itu beda bro." Gavin menepuk-nepuk bahu Ferril lalu berjalan mendahului Ferril dan Genta. Ferril melihat Genta, sedangkan yang dilihat hanya mengangkat bahu tidak peduli, dan berjalan meninggalkan Ferril sendirian.
"Lama-lama gue stres juga temenan sama dia makhluk tuhan paling seksi itu." Geram Ferril kemudian berlari kecil menyusul Gavin dan Genta.
***
"Vi kayanya si Gavin suka sama lo deh." Kata Aruna, Vivi hanya diam. Tidak peduli."Pokoknya nih ya, lo ga boleh sampai suka sama tuh cowok. Sok bad boy banget jadi orang. Jijik gue ngeliatnya." Imbuh Luna.
Vivi melihat mereka berdua dengan tatapan malas.
"Udah? Gue kesini mau baca buku. So please diem ya?!" Vivi meninggalkan Luna dan Aruna.
"Ihhh Vivi gue belum selesai ngomong!" Teriak Luna. Semua orang yang ada di sana refleks melihat ke arahnya dengan tatapan tajam. Luna langsung menutup mulutnya dengan tangan kanannya, dan melihat mereka sambil cengengesan.
"Sorry." Luna meminta maaf. Ia langsung menyusul Vivi dan duduk disebelahnya. Aruna yang melihat hal itu hanya geleng-geleng kepala.
"Elo sih, gue belum selesai ngomong udah ditinggal gitu aja. Jadi malu kan gue." Kesal Luna.
"Luna sayang, siapa suruh lo pake acara teriak segala di perpus. Masih syukur lo ga dihukum. Udah gue mau nyari buku dulu." Vivi berjalan ke rak buku, meninggalkan Luna yang masih kesal kepadanya.
"Udahlah Lun, mending lu baca buku aja." Saran Aruna, ia sudah duduk di sebelah Luna, dan membaca buku yang telah ia ambil sebelumnya. Luna menghela napas, ia mengikuti saran Aruna. Luna mengambil asal buku yang tergeletak di meja, dan langsung membacanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Depressed
Novela JuvenilMasa remaja adalah masa yang sulit. Banyak hal yang tidak sesuai ekspektasi. Bingung, takut, dan cemas menjadi hal yang biasa. Banyak hal yang memengaruhi kesehatan mental mereka. Setiap orang memiliki cerita dan masalah yang berbeda. Pilihannya han...