"Lo ga liat siapa-siapa di belakang gue Lun?" Tanya Vivi.***
"Guee sih ngeliat Miss Selli di belakang lo Vi. Malah dia pelototin gue." Jawab Luna. Vivi mengernyitkan keningnya. Bingung.
"Itu sih karena lo berisik Lunaa. Makanya Miss Selli pelototin elu." Aruna menggelengkan kepalanya.
"Bentar deh, Miss Selli siape? Heh?" Vivi semakin bingung.
"Penjaga perpus." Ketus Luna, "Bahas deja vu deja vu nya nanti aja ya guys. Sekarang kita ke kelas, nanti keduluan Pak Bento panjang lagi urusannya." Luna menginginkan kedua sahabatnya ini, bahwa kelas selanjutnya adalah kelas guru killer. Vivi dan Aruna mengangguk, mereka bertiga kembali berjalan menuju kelas.
"Assalamualaikum." Luna mengucap salam saat sampai di kelas. Tidak menunggu jawaban dari teman sekelasnya, Luna langsung ke meja yang ia tempati bersama dengan salah satu teman sekelasnya, Gita.
"Dari mana aja lo?" Tanya Gita saat Luna baru saja duduk.
"Perpus." Jawab Luna singkat.
"Ga salah lo?" Gita tidak percaya.
"Terserah." Luna memutuskan pembicaraan, dan Gita kembali bergosip ria dengan teman di depannya.
Tidak lama kemudian Aruna masuk ke kelas, disusul Vivi di belakangnya. Aruna jalan sambil menunduk, ia terlihat tidak nyaman dan sedikit ehmm ketakutan. Berbeda dengan Vivi, ia justru berjalan dengan santai. Tidak peduli dengan tatapan teman-teman sekelasnya.
"Duhh dua orang susah SMA Arwana dateng nih." Sindir Secil. Aruna yang mendengar itu semakin takut, sekarang selain dirinya, ia juga mencemaskan Vivi. Bagaimana jika cewek itu kena buli juga? Aruna semakin menundukkan kepalanya, ia berjalan lebih cepat ke mejanya. Dalam keadaan ini, Aruna bahkan merasa jika mejanya itu semakin jauh.
Vivi yang mendengar sindiran Secil itu hanya menarik smirknya. Tidak peduli. Jika Luna yang mendengarnya, kemungkinan besar ia akan ribut, membela sahabatnya. Tapi sekarang, jangankan ribut, Luna justru sudah tidur memeluk tas sekolahnya.
Saat Aruna berada di samping meja Meirisa, ia tiba-tiba jatuh tersungkur. "Aaaa!" Teriak Aruna. Vivi yang melihat itu langsung berlari menghampiri Aruna, ia membantu sahabatnya itu untuk berdiri, dan membersihkan seragam Aruna yang kotor. Aruna menunduk, ia ingin menangis. Tapi ia berusaha menahannya, Aruna tidak ingin memperkeruh keadaan.
"Cihh gitu aja jatuh. Lebay banget lo!" Hardik Secil.
"Biasalah Sil, si cupu lagi caper." Vio ikut memanas-manasi.
"Lo gapapa kan?" Tanya Vivi.
"Gapapa Vi, santai aja." Aruna masih sempat tersenyum. Ia mengatakan jika ia baik-baik, seolah kejadian ini sudah biasa ia alami. Vivi menghela napasnya.
"Luna!" Panggil Vivi. Luna yang sedang tertidur pulas langsung terbangun, bahkan penghuni kelas yang semula masih menertawakan Aruna seketika diam. Tanpa dipanggil dua kali, Luna segera menghampiri Vivi.
"Ya ampun lo kenapa Ar?" Tanya Luna, ia terkejut melihat keadaan Aruna. Bagaimana tidak? Baru beberapa menit yang lalu mereka bersama, dan sekarang? Seragam Aruna kotor, kaus kakinya sobek, dan bahkan lututnya berdarah.
"Tolong bawa Aruna ke UKS, obatin lukanya. Sekalian beliin baju ganti di koperasi. Nanti gue ganti." Vivi menyuruh Luna, karena ia tidak bisa mengantar Aruna ke UKS. Tanpa bertanya lagi, Luna pun membawa Aruna ke UKS. Setelah mereka meninggalkan kelas, Vivi berjalan ke pintu dan menguncinya.
Pintu kelas itu terkunci. Vivi melihat Secil dengan tatapan tajam. Ia melangkahkan kakinya ke meja Secil. Setiap langkah Vivi menambah tegang suasana kelas. Semua siswa di sana seolah terhipnotis, mereka tidak bisa bergerak, mereka hanya bisa menyaksikan apa yang akan terjadi nanti. Aura seorang Vivianne Lycoris memang kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Depressed
Teen FictionMasa remaja adalah masa yang sulit. Banyak hal yang tidak sesuai ekspektasi. Bingung, takut, dan cemas menjadi hal yang biasa. Banyak hal yang memengaruhi kesehatan mental mereka. Setiap orang memiliki cerita dan masalah yang berbeda. Pilihannya han...