BAB 12

7.5K 791 202
                                    

"Rey, lo kenapa begini?" tanya Varo dengan wajah yang sedikit menahan amarah.

"Begini gimana?" Rey bertanya kembali dengan alis yang terangkat sebelah.

"Kenapa lo nyalahin Keira, padahal Keira gak salah?!" seru Varo.

"Ya karena dia udah buat pacar gue jatuh," balas Rey cuek.

"Tapi 'kan yang nabrak Dera bukan Keira Rey," celetuk Denny yang sedari tadi menyimak.

Mereka berlima sekarang sedang berada di rooftop sekolah. Setelah kejadian yang tidak diinginkan tadi, mereka langsung mengantarkan Dera ke kelasnya dan melanjutkan acara membolos nya.

"Bodo amat, tetap aja dia salah karena udah buat cewek gue jatuh," jawab Rey tanpa rasa bersalah.

"Mana ketua kami yang bijaksana? Mana sahabat kami Rey yang adil? KEMANA DIA HAH?!" teriak Reno yang kesal dengan perkataan dan perbuatan Rey.

"Gue gak peduli itu adil atau enggak. Yang gue tau, siapapun yang buat cewek gue celaka baik sengaja ataupun tidak sengaja bakal gue buat menderita," kata Rey dengan seringai nya.

Keempat sahabat Rey menggeleng tidak percaya. Mereka semakin percaya apa yang dikatakan oleh Keira adalah sebuah kebenaran.

"Gue mulai berpikir bahwa yang Keira katakan itu benar," ujar Denny dengan nada penuh kekecewaan dan pergi meninggalkan rooftop.

"Lo tenangin diri dan pikirkan, apakah yang lo lakuin itu benar apa enggak." Reno menepuk bahu Rey dan ikut meninggalkan rooftop.

"Renungkan semua yang lo lakuin. Jangan temui kita kalau lo masih gak tau apa yang lo lakuin," ucap Varo dingin, lalu pergi meninggalkan rooftop diikuti Radit yang hanya menatap sekilas pada Rey.

Sekarang cowok itu sendirian di sana. Di menutup kedua matanya, menghela napas. Kedua tangannya terkepal kuat.

"Gue ketua dan gue tau apa yang gue perbuat. Gue takut kalau gue gak bela dia, dia bakal pergi ninggalin gue," lirihnya.

Prok... Prok... Prok....

Suara tepuk tangan itu membuat Rey tersentak. Rey berbalik, matanya menatap tajam orang tersebut.

"Ngapain lo di sini?!" tanya Rey sarkas.

Cowok itu memasukan kedua tangannya ke saku celananya. Wajahnya datar tanpa memperlihatkan emosi apapun. Berjalan santai mendekati Rey. Terkekeh kecil, senyum sinis tercetak jelas pada kedua sudut bibirnya.

"Rey yang katanya sempurna, ternyata mengalami gangguan psikis," katanya santai. "Dan gue yang katanya ketua OSIS sok tau, sok pintar, sok ngatur ini di sebut sok kegantengan oleh murid-murid SMA Laksamana ternyata menebak hal yang benar," sambungan dengan seringai yang semakin lebar.

"Gimana rasanya mental lo keganggu? Enak kagak?" tanyanya lagi tanpa membiarkan Rey menjawab perkataannya yang sebelumnya.

Rey mengepalkan tangannya semakin kuat.

"Bukan urusan lo," desis nya kesal.

"Memang bukan urusan gue, tapi gue cuma pengen ngeliat elo yang dulunya mentertawai gue saat psikis gue rusak dan sekarang bergantian. Apa tidak boleh tuan muda Purnomo?"

-⚜-

"Gue rasanya pengen bunuh orang deh Las!" seru Keira menggebu.

"Bodo amat Kei bodo amat!" balas Lastri ketus.

Mereka berdua kini tengah berada di warung mpok Siti. Setelah pertengkaran dirinya dan Rey dkk, Keira menarik Lastri untuk mengikutinya.

Entah sejak kapan si cerewet dan bar-bar mulai akrab dengan si cuek yang sayangnya sangat manis ini. Intinya Keira sngat nyaman bercerita dengan Lastri dari pada yang lainnya. Menurutnya Lastri itu lebih dewasa dan auranya menenangkan.

"Malam ini ikut ke rumah gue ya?! Nginap gitu!" seru Keira mengalihkan pembicaraan, karena dia sudah selesai curhat.

"Gak gue mager," balas Lastri cuek.

"Beneran gak mau? Gue punya drakor terbaru lho untuk di tonton?" tanya Keira seraya menarik turunkan alisnya.

"Gak nolak gue mah," jawab Lastri dengan wajah yang berbinar.

"Gue jemput yah, sharelock aja ya nanti."

-⚜-


"Lo emang gak punya hati ya Kei! Satu hari gak buat masalah gak hidup lo?!"

Baru saja Keira menginjakan kakinya ke dalam rumah. Suara datar penuh dengan emosi itu sudah menyambut kedatangannya.

Keira menghela napas kasar. Saat ini dia tidak ingin meladeni remaja labil yang sedang emosi tersebut. Bagaimana pun dikehidupan sebelumnya dia sudah sangat dewasa, tidak mungkin dia meladeni bocah seperti Varo dan Radit.

Dia berjalan melewati keduanya. Radit dan Varo yang merasa diabaikan pun menarik tangan Keira yang hendak menaiki tangga. Keira yang terkejut pun oleng dan hampir terjatuh.

"Lo lebih muda dari kita, tapi lo benar-benar gak punya sopan santun dan rasa hormat ada yang lebih tua," ucap Radit dengan nada datar yang kentara.

"Heh bocah!" seru Keira malas. "Gue akuin gue lebih muda dari kalian dalam segi fisik, tapi kalo dalam segi pemikiran gue lebih dewasa dari pada lo berdua," sambungnya dengan sinis.

Radit dan Varo yang mendengar itu terkekeh sinis. "Lo bilang lo lebih dewasa 'kan? Apa dengan menyebarkan masalah pribadi orang lain di depan umum tanpa memikirkan akibatnya bisa di sebut dewasa?" tanya Varo dengan nada dingin.

Keira tertawa nyaring mendengar perkataan Varo. "Gue sengaja, biar lo pada dengerin apa kata gue dan dengan cepat mencarikan psikiater untuk sahabat tercinta kalian itu," balas Keira santai tanpa emosi.

Plak!

Radit menampar pipi Keira dengan penuh emosi. Rona merah berbentuk lima jari tercetak jelas di pipi putih milik Keira, cairan bewarna merah pekat itu mengalir dari sudut bibirnya yang sedikit robek.

"ANJING LO YAH! LO KIRA SAHABAT GUE BUTUH PSIKIATER?! DIA LEBIH BUTUH DERA DARI PADA ORANG YANG LO SEBUT ITU!" teriaknya dengan sangat marah.

Keira menjilati darah yang terasa asin itu. Dia menyeringai kepada kedua orang tersebut. "Gue pastiin kalian semua bakalan nyesal kenal sama manusia yang bernama Dera itu!"

"BANYAK OMONG LO BANGSAT!"

BUGH!

Sekarang bukan hanya tamparan yang diberikan oleh Radit. Varo pun membogem pipi Keira, sehingga gadis itu tersungkur ke lantai.

Uhuk! Uhuk!

Keira terbatuk, darah segar keluar dari mulut Keira. Radit dan Varo yang melihat itu pun shock terlebih lagi Varo, dia menatap tidak percaya pada tangannya yang sudah memberi bogeman pada sang adik.

"HAHAHA!" Keira tertawa.

Keduanya tersadar dari keterkejutan mereka dan dengan segera ingin membantu Keira berdiri. Namun, tangan keduanya langsung di tepis oleh Keira. Gadis itu perlahan bangkit sendiri dan meninggalkan Varo dan Radit yang mematung.

"Apa yang gue lakuin," gimana Varo tidak percaya, tatapannya masih mengikuti langkah demi langkah yang Keira lakukan.

"Lo ngelakuin sesuatu yang benar. Jadi, jangan merasa bersalah," seru Radit dengan wajah datar yang masih menatap kepergian Keira.

Tbc...

SATU KATA UNTUK:

VARO?

RADIT?

KEIRA?

REY?

The Perfect AntagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang