Tanding dan Ganesha

3.6K 604 70
                                    

"Main mulai saja!"

Tanpa di persilahkan atau pun meminta izin dariku, Tanding menarik kursi di sebelahku, bergabung bersama temannya yang langsung terdiam melihatku yang membeku karena kehadiran Tanding di pertemuan ini.

Seharusnya semenjak Dyra menyeretku ke reuni para Pama ini, aku sudah bisa memperkirakan jika Tanding bisa saja datang, dan benar bukan, justru akan aneh saat salah satu dari lima sahabat ini tidak hadir.

Berpasang-pasang mata melihatku dan Tanding, selain pertemuan yang melibatkan pekerjaan, aku tidak berharap akan bertemu Tanding. Dan kini di tengah semua orang yang mengetahui masalalu antara aku dan Tanding, mereka melihatku dan Tanding satu meja bersama lagi.

Pertemuan pertama di depan mereka setelah lama kita berpisah, Tanding yang berdinas di Semarang, dan aku yang kembali ke Jakarta merintis usaha WOku. Dan sekarang mereka menatapku dengan seksama, ingin melihat bagaimana reaksiku saat Tanding akhirnya datang, mereka tidak tahu saja jika akulah yang mengatur pesta pernikahan Tanding nantinya.

"Kenapa kalian mendadak diam?" tanyaku berusaha bersikap baik-baik saja, menunjukkan pada mereka, jika masalalu sudah menjadi bagian yang tidak mempengaruhi kehidupanku sekarang.

Great, Delia. Kamu memang aktris yang pandai bersandiwara.

"Iya, kenapa kalian bengong lihatin gue? Nggak pernah lihat mantan duduk sebelahan?" tanya Tanding sarkas, tanpa memedulikan tatapan teman-temannya, dia justru sibuk mencomot banyak makanan yang sudah di pesan Nanda.

Ganesha menyentuh ujung bahuku pelan, membuatku beralih pada dia yang ada di sisi lainnya dariku. Ganesha tidak bertanya, tapi tatapan matanya seolah menyiratkan sebuah pertanyaan, apa aku baik-baik saja dengan kehadiran Tanding di meja ini.

"Kalau tahu lo datang ke sini, gue nggak bakal ajak Delia ke sini, Tan. Sakit mata gue lihat lo."

Mata Tanding menyipit, menatap tajam pada Dyra yang tepat ada di depannya, terlihat tidak suka dengan perkataan Dyra. "Sama kayak lo yang kumpul sama teman lama, gue juga ngelakuin hal yang sama." Tanding melihat ke arahku, tersenyum kecil melihatku yang hanya menatapnya dalam diam, "apa kamu keberatan aku ada di sini, Del?"

Nyaris saja Dyra melemparkan gelas berisi minumannya pada Tanding, jika saja aku tidak dengan cepat menghentikannya. "Sudahlah, Dy. Toh kalau nggak ketemu di sini, aku juga bakal ketemu sama Tanding di tempat lain." senyuman tersinggung di bibirku saat membalas tatapan Tanding, "kan kayak yang kamu tahu, pesta megah seorang Purnama aku yang menangani." aku mengangkat gelasku perlahan pada Tanding, memberikan ucapan selamat pada rencananya yang tetap akan berlangsung. "Benar begitu, Tan?"

Tanding menatapku dengan pandangan tidak terbaca, tidak mengiyakan maupun mengelak.

"Lo beneran mau kawin sama Viona?" suara Indra yang memecah keheningan seolah mewakili para laki-laki ini, sepertinya semuanya sudah tahu tentang siapa calon Tanding, tapi masih tidak menyangka jika Tanding akan menikah secepat yang mereka kira.

Sama seperti tadi yang tidak menjawabku, Tanding hanya membalas Indra dengan bahunya yang terangkat. Astaga, Tanding, berubah sekali dia ini, dari seorang yang tegas dalam menjawab setiap tanya berubah menjadi misterius dan ambigu.

"Selera Nyokap lo aneh, gue kira kalo lo di jodohin dapatnya sekelas Selvi Ananda, atau Anisa Pohan. Lah ini, dapatnya panci cempreng!" Perkataan Satria yang tidak bisa di bedakan antara miris atau ejekan di barengi dengan nada heran yang begitu kentara tak ayal membuat Dyra terkekeh geli.

Entah bagaimana aku harus menyikapi situasi ini, untuk beberapa saat suasana tegang karena pertemuanku dengan Tanding, dan dalam sekejap sudah berubah lagi karena perbincangan tentang calon istri Tanding.

Para laki-laki ini seolah tidak risih telah mengejek calis Tanding secara langsung.

"Itu mah nasib buruknya si Tanding, di suruh Nyokapnya ngelepasin batu berlian, eehh malah di tukar panci penyok kayak yang di bilang si Satria." reflek aku melempar tisu pada Dyra, sahabatku satu ini tidak akan segan melemparkan kalimat menghina pada siapa pun yang tidak di sukainya.

"Dyra, mulutnya itu loh." tegurku pelan. Jika di pikir, Dyra justru lebih sensitif terhadap masalaluku dari pada aku sendiri.

Suara dentingan es batu yang di mainkan oleh Ganesha yang ada di sebelahku terdengar di tengah ejekan dari para laki-laki ini terhadap Tanding yang tidak ada habisnya.

"Kadang sesuatu yang di dapat dengan tidak benar akan terlepas begitu saja." suara datar yang terucap dari Ganesha membuatku mengernyit, tidak paham dengan maksud perkataannya yang aku pikir agak melenceng dari perbincangan ini, Ganesha tidak melihat ke arahku, tapi tatapannya justru tertuju pada Tanding yang ada di belakangku.

Sama seperti Ganesha yang berbicara penuh teka-teki, Tanding yang sedari tadi diam saat Satria, Nanda, Indra menggodanya, justru menjawab apa yang di katakan oleh Ganesha, seolah dia mengerti apa yang di ucapkan oleh laki-laki dari Jogja ini.

"Dan kadang, kita memang harus melepaskan sesuatu tersebut untuk sejenak agar kita bisa mengikatnya untuk selamanya. Sesuatu harus di perjuangkan, bukan menunggu untuk bersambut."

Suasana yang sempat riuh di meja ini kini kembali sunyi, Ganesha dan Tanding yang ada di kedua sisiku kini saling menatap seolah ada perang dingin di antara mereka, tatapan tajam dengan senyuman tipis, seperti mereka sedang berlomba untuk membunuh satu sama lain hanya dengan pandangan mata saja.

Ternyata aku salah mengira, aku kira persahabatan mereka masih sama eratnya, ternyata, hubungan Tanding dan Ganesha sekarang begitu jauh, mereka tampak seperti musuh, Ganesha yang dulu begitu pendiam kini mengobarkan amarah yang terlihat jelas untuk Tanding.

Begitu juga dengan Tanding, dia tampak tidak mau mengalah pada Ganesha.

"Nggak malu lo ngomong kayak gitu, nggak cukup kesalahan yang dulu, dan masih di ulangi lagi?"

Aku kira saling lempar kalimat sarkas akan berhenti, tapi Ganesha justru masih melanjutkan kalimat sindirannya.

Kekeh geli terdengar dari Tanding, tawa mengejek yang hanya di pahami oleh Ganesha. "Kenapa mesti malu, toh pernikahan sudah di rencanakan dengan matang, gue pastikan lo akan terkejut dengan ending yang gue siapin."

Pernikahan? Ending penuh kejutan? Kini bukan hanya aku yang kebingungan, tapi seluruh orang yang ada di meja ini, bahkan Dyra sudah memijit pelipisnya berdenyut nyeri.
Sekarang aku justru menebak jika antara Tanding, Viona dan Ganesha terlibat cinta segitiga, atau jangan-jangan sebelum Viona di jodohkan dengan Tanding, Viona pacarnya Ganesha?

Issshhh, pusing sendiri aku menebak-nebak.

"Sudah-sudah, kalian berdua ini ngapain sih! Nggak ngerti deh gue, pulang aja pulang kalau cuma saling ngelempar teka-teki."

Mendengar Satria menengahi perang dingin di antara dua sahabat ini tanpa sadar membuatku turut menarik nafas lega, bisa aku perkirakan, jika tidak segera di hentikan mungkin Tanding dan Ganesha akan bergulat.

Ganesha beranjak bangun untuk pertama kali, aku kira dia akan pergi begitu saja meninggalkan kami, tapi si Pendiam ini justru meninggalkan kalimat pedas untuk terakhir kalinya pada Tanding.

"Kali ini gue nggak akan biarin dia jatuh lagi ke lo, Tan. Kita sahabat, tapi lo udah gagal nepatin janji lo."

DELIA, Complete On EbookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang