Sandiwara di Mulai

3.5K 568 36
                                    

"Sendirian?"

Aku yang baru saja menyesap kopiku langsung mendongak saat mendengar seseorang bertanya padaku, dan menemukan seorang yang seusia Viona tengah melihatku dengan cangkir lattenya yang menguar harum dari tangannya.

Aku tersenyum tipis, mengangguk pelan yang langsung di sambutnya, "gabung di sini, ya!" ucapnya tanpa meminta persetujuan dariku.

Aku sama sekali tidak bisa menolaknya, memilih mengabaikan dia dan menatap tempat agency model yang berada tepat di seberang kedai kopi ini, mencari sesuatu yang bisa membuatku menyelamatkan diri dari perjodohan yang di siapkan Mama.

"Pacarmu salah satu model di depan?" pertanyaan dari wanita yang ada di sebelahku membuatku menoleh lagi, kali ini tidak hanya sekilas pandang seperti sebelumnya, tapi memilih memperhatikan dengan seksama siapa lawan bicaraku ini.

Seorang wanita cantik nan modis, kemeja baby blue yang tergulung rapi membentuk pinggangnya yang ramping, berpadu apik dengan miniskirt denim dan highheels high end yang memamerkan kaki jenjangnya, dia tampak memikat untuk ukuran seorang wanita. Tanpa harus bertanya aku langsung tahu, jika dia bukan seorang yang bergabung ke meja orang lain hanya demi menggodaku.

"Bukan pacar. Tapi ada orang yang aku cari ada di sini!" aku orang yang sulit percaya dengan orang lain, tapi kilat licik yang ada di wajahnya membuatku memilih mencoba peruntungan.

Dan benar saja, tatapan tertarik langsung terlihat saat dia mendengar jawabanku. "Siapa, katakan! Jika dia adalah salah satu model di sini, maka aku bisa membagimu satu atau bahkan banyak rahasia, rahasia yang menguntungkan atau juga menghancurkan, silahkan pilih yang mana." jemari lentik itu menyentuh lenganku, menyusurinya perlahan dengan gerakan menggodaku, seolah begitu menikmati setiap sentuhannya pada otot lenganku, hingga akhirnya dia menyentuh balok emas yang ada di bahuku, "tapi tergantung menguntungkan atau tidak penawaranmu."

Di dunia yang penuh dengan tipu daya hingga hitam bisa di sulap menjadi putih, dan semua kertas putih yang bisa menghitam kotor seketika, wanita cantik yang ada di depanku ini salah satunya, mencari celah seseorang demi mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri.

Berbeda dengan Delia.

Mungkin inilah yang menjadi penyebab kenapa aku hingga dua tahun berlalu tidak bisa mencari pengganti gadis berhijab manis tersebut, semua orang yang ada di sekelilingku tanpa aku sadari selalu aku bandingkan dengannya.

Hanya Delia yang mampu membuatku memberontak, hingga nyaris memilih melepaskan nama Purnama dan mati-matian melawan Mama, semenjak hari Delia meninggalkanku, tidak ada hari tanpa keributan dengan wanita yang telah melahirkanku.

Wanita cantik tersebut menatapku lekat menunggu jawaban dariku, bukan tatapan menggoda, mata indah tersebut tampak mati, tidak bersinar indah seperti milik Delia.

"Aku bisa memberikanmu segalanya yang kamu minta!"

Senyuman penuh kepuasan terlihat di wajahnya, seperti memang ini yang dia inginkan dariku, mungkin dia tidak akan menyangka jika sore hari di depan Agencynya, seorang cepu sepertinya bisa mendapatkan tambang emas sepertiku.

"Segalanya, Tanding Purnama?" ulangnya meyakinkan sembari menatap nama yang terpasang di dadaku.

Aku menunduk, mendekat padanya, memastikan jika dia akan mendengar apa yang aku katakan. "Segalanya, kecuali hatiku."

Jika tadi dia hanya tersenyum lebar, kini kikik geli terlihat di wajahnya, menertawakan apa yang aku katakan. "Di antara berjuta laki-laki akhirnya ada satu orang yang tidak bertaruh perasaan denganku."

Aku mengulurkan tanganku padanya, merasa lega jika dia bukan salah satu orang yang tertarik denganku, "kita sepakat?"

Tidak perlu waktu lama dia untuk menyambut uluran tanganku, dengan senyuman puas dia meraihnya. "Sepakat! Katakan satu nama yang kamu inginkan!"

Aku tidak langsung menjawabnya, memilih menunggu sejenak karena apa yang aku inginkan darinya telah menunggu di luar kafe, bergegas menghampiriku dengan wajah tidak sabarnya.

Ya, yang aku tunggu dari tadi.
Viona Hartono, seorang yang mengejarku dengan gila, menungguiku selama latihan tanpa tahu malu, menghampiriku ke rumah dinas tengah malam dengan mengendap-ngendap, dan yang paling menyebalkan, dia tidak hentinya memberi hadiah pada Mama dan menempelinya seperti koyo, jika Mama tidak menyukai Viona pada awalnya, lama kelamaan Mama juga luluh hingga melamarkan Viona tanpa persetujuanku.

Wajahnya yang tadi tersenyum girang saat melihatku menunggunya langsung berubah masam saat melihat tanganku yang di genggam oleh wanita cantik yang ada di depanku.

"Mas Tanding kok sama Mbak Flora, sih!" dengan kasar dia melepaskan tanganku darinya, merajuk seperti anak kecil yang mainannya di rebut oleh orang lain. Dengan kesal dia bergantian menunjukku dan wanita yang bernama Flora, astaga, bahkan aku baru tahu jika wanita yang membuat kesepakatan denganku namanya Flora, "Mas Tanding nyariin Viona tapi main mata sama nih senior genit. Mas Tanding mau mainin Viona, Viona aduin ke Tante Karina ya."

Aku sama sekali tidak bereaksi, memilih menyesap kopiku perlahan, merasakan pahitnya kopi tersebut menetralkan kalimat Viona yang posesif tersebut, bisa-bisanya Mama memilihkan calon istri yang berisik sepertinya.

"Viona, dia bahkan nggak ngakuin kamu pacarnya dan kamu seposesif ini? Kamu lupa dengan kalimatmu tempo hari kemarin, yang di pilih yang akan menang, kamu menang dariku karena di pilih Geri, dan sekarang." Flora tersenyum padaku, membuatku langsung membalas senyumannya saat dia menyentuh pipiku, Flora yang mengatur permainan, dan aku hanya perlu mengikutinya, menikmati wajah pias Viona saat satu nama terucap dari Flora. "Jangan salahkan aku jika Tanding bersamaku saat dia seharusnya berada di sisimu, kamu jangan terlalu serakah jadi orang, Vio."

Suara gemeltuk terdengar dari Viona, tangan tersebut mengepal di kedua sisinya, nyaris saja sebuah kursi terlempar darinya kepada Flora, jika saja Flora tidak beranjak pergi, menepuk pipi Viona dengan sikap mengejek.

"Sudahlah Junior, aku hanya menggoda laki-lakimu, dan kamu sudah kebakaran jenggot seperti ini. Ingat, tidak semua laki-laki serakah seperti Geri."

Geri, dua kali nama tersebut di sebut oleh Flora, dan dua kali juga wajah panik terlihat di wajah Viona, membuatku curiga jika Geri bukan hanya sekilas nama yang di lupakan, dan saat Flora mendekat dan mencium pipiku, aku merasakan dia memasukan sesuatu di kantungku, sesuatu yang aku tahu akan membantuku nantinya.

Sesuatu yang membuat pikiran gilaku mulai berkelana, aku belum menemukan sisi negatif Viona yang bisa menghentikan Mama, tapi ide tersebut sudah menari-nari di kepalaku.

"Dadah, Tanding. Nikmati kencanmu sama Viona."

Aku mengangkat tanganku pada Flora, membuat Viona dengan kesal meraih tanganku dan menurunkannya. "Nggak usah dadah-dadahan sama tuh cewek nyebelin bisa nggak sih, Mas? Dia itu nggak selevel sama Mas Tanding dan aku. Dia cuma model yang bahkan mau di tendang dari Agency."

"Kenapa aku nggak boleh, kita cuma ngobrol!"

Viona membanting tasnya keras, wajahnya kini memerah menyembunyikan kepanikannya, "nggak boleh! Tante Karina sudah melamar Viona, dan itu artinya Mas Tanding cuma milik Viona. Mas Tanding bisa dekat-dekat dengan cewek lain, bukan nggak mungkin Mas Tanding punya cewek lain di luar sana, atau justru Mas Tanding masih punya pacar di belakang Viona."

Astaga manusia ini, bagaimana bisa Mama berpikir jika dia bisa menggantikan Delia sementara belum apa-apa dia sudah segila ini, dengan semua kegilaannya aku tidak akan heran jika dia bisa menyelidikiku hingga ke akar.

"Lalu apa yang bisa membuatmu percaya padaku, Viona. Mamaku sudah melamarmu, apalagi yang kamu khawatirkan."

Wajah panik yang tadi tersirat di Viona sekarang perlahan memudar, sepertinya dia begitu senang mendengarku menurutinya begitu saja. Tanpa pernah dia tahu, aku sedang menebar umpan di atas perangkap.

"Segera nikahi aku, dan jadikan aku Nyonya Purnama. Maka aku akan percaya jika aku satu-satunya yang sudah di pilihkan Tante Karina dalam hidupmu, bukan orang lain dan juga bukan masalalumu."

DELIA, Complete On EbookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang