"Jangan hubungi Gusti!!" perintah keras dari seorang Sarah mengagetkan semua orang di resepsionis. Lobby kantor itu cukup luas, jadi suara Sarah hanya terdengar beberapa orang saja di dekatnya.
Niki terperanjat dan menoleh. Ditekannya emosi demi harga dirinya. Dia datang baik-baik seharusnya bisa diperlakukan dengan baik juga.
"Saya datang baik-baik dengan tujuan yang baik juga, Bu Sarah." Niki mulai berbicara dengan nada senormal mungkin.
"Rupanya peringatan saya tidak cukup, ya?"
"Justru saya ingin menyelesaikan semuanya. Tetapi tanpa ada Gusti saya rasa semua akan sama saja."
Ponsel Niki bergetar. Ada pesan masuk. Diliriknya layar ponsel, ternyata dari Ran. Sarah masih emosi dan mengomel panjang kali lebar. Niki mencuri lihat pesan dari Ran. Sepertinya penting, apalagi dia sampai missed call beberapa kali.
"Preman yang bikin onar tadi pagi ternyata suruhan Ibu Sarah. Entah, tujuannya apa, tapi aku mau kamu hati-hati."
Niki sangat kaget dengan kabar itu, tetapi masih disembunyikan. Ternyata Ran sudah tahu semua kejadian siang hari itu. Saat Sarah datang dan mengintimidasi dirinya.
"Saya rasa cukup, Bu Sarah. Giliran saya yang bicara." Niki memberanikan diri memotong kalimat yang penuh hinaan pada dirinya.
"Saya bisa saja tidak menemui Gusti lagi demi menghormati Anda. Tetapi saya tidak bisa menjamin Gusti berhenti menemui saya. Tolong, kita bisa cari tempat lain untuk bicara baik-baik."
Keberanian Niki ini memancing emosi Sarah hingga level tertinggi. Tangannya melayang ke pipi mulus Niki, bahkan sampai dua kali. Tindakan Sarah ini sudah pasti mengundang perhatian seluruh orang di lobby. Suaranya makin melengking mengusir Niki yang masih belum siap dengan reaksi Sarah.
Harga diri Niki makin terinjak, dia marah dan kesal. Kejadian heboh seperti ini seharusnya dengan cepat meluas beritanya. Bahkan Gusti tidak muncul.
"Terima kasih atas tamparannya, asal Anda tahu. Preman suruhan Anda, sudah diinterogasi polisi. Saya bersyukur mereka belum sempat mencelakai saya."
Niki melangkah pergi dengan menahan tangis yang hampir pecah. Hubungan selama dua tahun lebih, akan hancur begitu saja. Niki merasa sendiri karena Gusti tidak sedikitpun datang membelanya. Semuanya berakhir, harus diakhiri.
***
Niki masih bertahan hingga kakinya sampai di tempat parkir. Yang dipikirannya, secepat mungkin pergi dari sana.
Motor melaju dengan kecepatan sedang. Niki masih waras, tidak mungkin dia melampiaskan kekesalan dengan mengebut di jalan. Dia bukan anak-anak lagi. Tetapi dia hanya perempuan biasa, menangis bisa menjadi salah satu pelipur laranya. Paling tidak untuk sementara.
Niki berbelok ke sebuah kafe. Kali ini dia tidak ke area Semarang atas. Lebih baik menghindari semua hal menyangkut Gusti. Dan di sinilah Niki sekarang. Sebuah kafe pinggiran, yang tidak banyak pengunjungnya. Suasananya cukup aman dan bersih.
Niki merapikan sedikit rambutnya.
"Masih rapi, kok." Seseorang mendekat cepat ke arah Niki.Niki sontak menoleh. Memastikan pendengarannya tidak salah.
"Kak Gusti!"Gusti mendekat dan tanpa memberi kesempatan Niki menghindar, dia memeluk gadis yang dicintainya. Untuk suasana tidak ramai orang. Hanya beberapa orang, dan mereka tampak memaklumi atau tidak peduli.
"Lepas, Kak!"
"Enggak!"Niki meronta meskipun berat di hati. Namun, kecewa itu lebih mendominasi rasa. Efeknya menyakitkan dan sesak di dada.
"Lepas, Kak! Atau aku teriak dan panggil security kafe," ancam Niki dengan suara bergetar.
Gusti tidak menyangka Niki akan mengatakan hal itu. Dia sadar kesalahannya kali ini sangat fatal. Kebohongan yang dia lakukan sepanjang hubungan mereka berjalan, pasti melukai Niki. Dengan dalih apa pun itu tidak bisa dibenarkan. Tetapi tidak adakah kesempatan lagi untuk dia dan Niki?
Rengkuhan itu terlepas. Gusti bisa melihat kesedihan yang dalam di mata Niki. Rahasia yang disimpannya cepat atau lambat pasti akan terkuak. Namun, tidak begini caranya. Niki terluka, dan dirinya lebih dari itu. Pilihan berat diberikan Sarah—ibu angkatnya.
Gusti hanya anak angkat dari sebuah panti asuhan. Tindakan Sarah selama ini selalu sewenang-wenang, dan makin menjadi saat suaminya tidak di rumah. Hal ini masih jadi rahasia Gusti. Setelah semua ini terjadi, apa Niki akan mempercayainya?
***
"Aku minta maaf atas kejadian tadi. Maaf juga karena sudah bohong soal Mama." Gusti mulai percakapan setelah beberapa saat saling diam.
"Aku nggak habis pikir aja, rahasia sepenting itu disembunyikan. Buat apa?"
Gusti menjelaskan semua. Hingga persoalan dirinya yang bukan anak kandung dari Sarah. Niki tidak berkomentar apa-apa. Dia sendiri tidak bisa menyalahkan Gusti begitu saja. Tetapi suatu saat nanti hal itu harus diluruskan. Sarah tidak bisa seenaknya memaksa Gusti hanya karena dia anak angkat.
"Lalu rencana Kak Gusti apa setelah ini?" Niki menyesap cappucino latte yang baru saja disuguhkan.
"Apa kamu masih mau nunggu aku buat bujuk Mama?" Pertanyaan yang sulit, karena terlihat sekali Sarah begitu membencinya.
"Aku nggak tahu, Kak. Tante Sarah sangat membenciku, entah apa alasannya."
"Beri aku waktu membujuk Mama, setelah itu kita bisa sama-sama lagi," bujuk Gusti penuh harap.
Niki menunduk, sudah cukup lama dia menunggu kepastian dari Gusti. Dua tahun lebih hubungan mereka tak jelas arah dan kapan berlabuh. Gusti harus membuat prioritas sekarang. Semua penting dan harus move on secepatnya. Niki juga harus fokus pada kesehatan Ayu. Itu prioritasnya saat ini.
***
Alhamdulillah..
Bersyukur bisa double up hari ini. Semoga bisa ngejar dengan ide yang terus ngalir, ya.
Aamiin.Beberapa part ini Niki ditempa masalah terus, nih. Siapa yang mau belain?
Gusti malah nggak bisa ambil sikap. Timpukin rame", yuuk!😁✌
Terima kasih untuk terus dukung cerita saya ini. Semoga bisa jadi pelipur lara juga, ya.
Selamat membaca dan terima kasih vote dan komen-nya
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKKAN TERGANTI ( Sudah Terbit)
RomanceNiki Magenta bekerja di bagian marketing sebuah pertokoan. Karirnya yang menanjak tidak semulus penampilannya. Banyak hal yang harus dia lewati. Termasuk beberapa kejadian yang tak terduga. Di saat kisah percintaannya hancur karena tak adanya restu...