LAYAR 18

467 47 6
                                    

Mobil berhenti dan Niki belum bangun. Ran mengirim pesan ke salah satu supervisor area. Ada keperluan mendesak sehingga mereka tidak bisa balik ke toko. Sepertinya mulai besok harus ada orang yang siap siaga ada di toko. Kondisi Niki tidak bisa menjamin dia bekerja full tiap hari. Apalagi Ayu dalam kondisi koma sekarang.

Stella, asisten Niki yang dipindah ke Solo akan dia tarik kembali ke SDS Semarang. Ran masih bisa mengawasi dari jauh, tetapi Stella bisa menggantikan tugasnya dan tugas Niki saat toko tidak ada mereka berdua. Pusat mengijinkan dan segera memberikan surat perintah pemindahan tugas.

Ran menyimpan ponselnya, menatap Niki yang masih tertidur. Penuh perasaan tangan terulur, membenahi anak rambut yang berantakan di dahi. Ran menelan ludah, menahan hasrat dalam dirinya. Dia tidak ingin mencuri sesuatu saat Niki tertidur. Meskipun itu hanya kecupan sayang di dahi.

"Niki, sudah sampai." Dengan lembut Ran membangunkan Niki. Tetapi Niki bergeming, masih lelap dalam buaian mimpi. Ran melepaskan sabuk pengaman, niatnya akan menggendong Niki turun dari mobil.

Sabuk hampir terlepas saat Niki sadar dan membuka matanya perlahan. Matanya membulat mendapati Ran sedang berada di atasnya.
"Kamu ngapain?" Suara Niki tercekat. Ran sedekat ini membuat jantungnya berdetak marathon, kacau, dan ... terpesona.

Ran yang fokus melepas sabuk pengaman sontak mundur. "Aku? Ehm ...  habis cium kamu."

"Apa?" Reflek tangan Niki memukul keras lengan Ran. "Gila ya, kamu?" Niki kesal dengan kekurangajaran Ran yang menciumnya tanpa ijin.

"Gila? Aku ini atasan kamu, loh. Beraninya bilang aku gila."

"Memang gitu kenyataannya, kalo enggak kenapa kamu ... ehh itu ...." Kalimat Niki terputus. Dia malu mau bilang kenapa Ran menciumnya.

"Apa? Aku ... cium kamu?" Ran tersenyum miring lalu mengalihkan pandangannya di luar. Tetapi berakhir ke Niki lagi. Aargh, Ran kesal pada dirinya sendiri. Susah sekali mengabaikan Niki.

"Yaa, itu...." Muka Niki merona. Dan itu membuat Ran makin gemas, ingin sekali dia memeluk gadisnya itu, kalau saja tidak ingat di mana mereka sekarang.

Ran membuka pintu dan melangkah keluar setelah mengatakan kenyataan yang sebenarnya. "Aku bohong. Aku nggak nyium kamu tadi. Lepas sendiri sabuknya bisa, kan?" Ran turun dari mobil lebih dulu.

"Iissh, bantuin kok, setengah-setengah," gerutu Niki. Ran memang tidak seperti dulu lagi. Penampilan dan keberaniannya meningkat. Tetapi dia masih sama seperti dulu. Masih menghargainya sebagai perempuan.

***

Stella sudah kembali ke SDS Simpang, Semarang. Hal ini menjadi kejutan yang membahagiakan bagi Niki. Dia tidak merasa sendirian lagi, dan bersyukur ada seseorang yang akan menemaninya menghadapi kemungkinan terburuk.

"Jadi Tante Ayu koma sekarang?" Stella memulai obrolan saat makan siang di KFC di gedung sebelah SDS.

"Hmmm. Jujur semuanya berat, Stel. Apalagi aku belum pernah melihat Ayah seterpuruk itu." Niki selalu melihat sosok Rudi yang kuat dan bijak.

"Aku sadar ternyata orang sekuat Ayah, akan rapuh juga saat cintanya sakit dan hampir pergi." Niki menahan tangisnya.

Stella mengelus pundak Niki, menyalurkan kekuatan kalau itu mungkin. Dan Niki memang tidak ingin menangis, apalagi di tengah banyak orang seperti sekarang.

***

Meeting sebelum tutup toko baru saja selesai. Diakhiri doa bersama dan semua karyawan pulang kecuali yang mendapat bagian piket. Aturannya karyawan pria akan bergilir piket malam bersama security. Karyawan tersebut akan diberi jatah libur esoknya di luar libur sehari setiap minggunya. Hal ini berlaku setelah ada keonaran yang sempat terjadi. Meminimalisir kehilangan juga.

Ponsel Niki bergetar di saku blazernya. Ran memperhatikan gerak-gerik Niki. Dia khawatir lalu mendekat perlahan. Waktunya tepat sekali, saat Ran sampai dua langkah dari posisi, Niki limbung dan menjatuhkan ponselnya.

"Niki!" Ran menangkap tubuh Niki yang terpaku tanpa ekspresi. Ponsel Niki mati karena terjatuh barusan. Ran masukkan ke saku celananya.

"Kamu duduk dulu, aku ambil minum, ya?"

"Enggak. Aku harus ke rumah sakit. Bunda ...." Niki menatap Ran dengan berkaca-kaca. Tangisnya hampir pecah, tetapi ditahannya. Niki paling tidak mau menangis dan dilihat banyak orang.

Tanpa Niki bicara lebih banyak, Ran paham ada kondisi darurat berkaitan dengan Ayu. Bergegas diambilnya tas Niki dan kunci mobilnya.
"Aku antar ke sana. Jangan protes!" Ran tahu pasti Niki ingin berangkat sendiri. Tetapi dia tidak gila, membiarkan Niki sendiri dalam kondisi kacau.

Niki menurut dengan mudah. Tidak ada tenaga untuk melawan dan berdebat dengan Ran. Tadinya ingin menghubungi Stella. Sayang, ponselnya jatuh dan mungkin mati sekarang. Parahnya dia tidak tahu di mana ponsel itu. Mungkin diambil security dan disimpan di pos. Ayu lebih penting daripada ponsel saat ini.

***
Alhamdulillah
Bersyukur tiada terhingga, reader cerita ini makin bertambah. Meskipun masih lebih banyak reader peserta lain.

Saya berterima kasih untuk teman-teman yang mendampingi saya dengan setia. Memberikan vote dan komentar.

Silakan ungkapkan pesan dan kesan kalian di kolom komentar. Tentunya dengan bahasa yang enak, ya. Jadi tetap kodusif.

Selamat membaca.💞😄

TAKKAN TERGANTI ( Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang