Ayu bangun lebih dulu seperti biasa. Tetapi pagi itu ada yang aneh Niki rasakan. Dia pura-pura masih tertidur saat Ayu membelai rambutnya dan terisak. Sepertinya Ayu menahan sekuat tenaga supaya tangisnya tidak pecah.
Sepeninggal Ayu, Niki terbangun. Ada sesuatu yang disembunyikan Ayu. Beratkah, sampai dia harus menangis diam-diam tanpa bicara sepatah katapun. Niki harus mencari tahu. Firasatnya tidak enak, dan hanya satu cara untuk menghilangkan firasat yang diragukan kebenarannya.
Niki mengambil wudhu dan mengadu pada Sang Pemilik Hidup. Semua gundah diceritakan tanpa ada yang ditutupi, tentang Gusti, pekerjaan, dan yang paling utama Niki mendoakan Ayu. Perempuan yang mengandung, melahirkan, dan merawatnya hingga seperti sekarang.
"Niki." Terdengar panggilan Ayu dari luar kamar, membangunkan Niki dengan intonasi lembut, mengingatkannya sholat.
"Ya, Bun. Niki udah bangun, kok." Panggilan seperti ini dulu membuat Niki kesal karena dirasa mengganggu kegiatan tidurnya. Ayu seperti tidak ada tenaga untuk memarahi Niki. Bukan memanjakan, Ayu memberi hukuman juga kalau Niki melakukan kesalahan yang sudah dia nasehati lebih dari dua kali.
Hukuman yang berbalut kasih sayang, tanpa intonasi tinggi, tetapi lembut dan tidak terbantahkan, itulah yang justru membuat Niki patuh.
***
" Bun, sarapan bareng aja, yuuk! Jangan nunggu Niki berangkat baru Bunda makan. Oiya, obatnya masih diminum, kan?" Niki meminimalisir rasa khawatirnya dengan menanyakan langsung.
Bunda tersenyum. "Masih, Bu Dokter."
"Jangan ngeledek, deh. Niki serius. Kalau habis nanti Niki mampir apotik sekalian." Niki meminta Ayu duduk di sampingnya, diambilnya piring dan nasi goreng.
"Bunda makan, ya. Temenin Niki, biar lebih semangat kerja hari ini."
Ayu tersenyum makin lebar, dia bahagia putri semata wayangnya ini sangat perhatian. Dia bersyukur menikah dengan pria yang sangat penyayang dan mencintainya. Tetapi takdir Tuhan sudah digariskan. Dia ingin berbahagia dan membahagiakan keluarga kecilnya. Sebelum dirinya pergi.
***
Tempat parkir tampak lebih ramai dari biasanya. Niki yang baru sampai, melepas helm dan memastikan motornya sudah terkunci ganda dan aman.
"Ada apa ini?" Suara Niki membuyarkan semua karyawan.
"Ini, Bu. Mereka ini preman, entah suruhan siapa bikin onar di sini," lapor salah seorang karyawan pria.
Tak lama datang beberapa security dan segera mengamankan preman-preman itu. Niki cemas, selama ini belum pernah ada kejadian seperti ini. Gedung selalu dijaga security dengan personil yang cukup. Preman itu bisa masuk dari arah mana?
"Jangan dipikirin!" Ran menepuk pundak Niki.
"Eh, Pak. Ngagetin, aja." Niki melanjutkan langkahnya."Nik, mulai hari ini boleh nggak, sih, panggil aku nama saja. Nggak usah ada embel-embel 'pak'?"
Mereka berhenti di depan lift dan menunggu giliran diangkut ke lantai lima. Pagi ini sudah banyak hal yang jadi pikiran, dan Niki menyetujui kemauan bosnya itu. Dia tidak punya cukup energi untuk berdebat. Anggukan Niki menghadirkan senyum paling manis dari seorang Ran Sinara.
"Mantap. Jadi mulai detik ini kita tidak ada sekat karena jabatan. Kita adalah partner bukan atasan dan bawahan. Keren, kan?"
Niki tidak menanggapi, otaknya masih berkutat dengan kondisi Ayu dan kejadian tadi. Merasa tidak didengarkan Ran merangkul pundak Niki dan mengikis jarak di antara keduanya.
"Eh, apa-apaan ini?" Niki berusaha lepas tapi Ran malah menggiringnya masuk lift yang pas banget pintunya terbuka. Parahnya security yang tadi ada saat lift naik, mendadak tidak ada.
Pintu lift tertutup. Niki masih usaha minta dilepaskan. Sayangnya Ran malah makin erat merangkulnya.
"Ran, sebentar lagi sampai di lantai lima. Lepasinlah, nanti ada karyawan yang lihat. Dikira kita nanti ....""Apa? Aku ngapain kamu? Aku cuma ngerangkul kamu, dan posisi kita bersisian. Nggak usah mikir macam-macam. Lagian aku cuma nenangin kamu, biar nggak melamun terus." Ran menjelaskan tanpa melepas tangannya. Tetapi begitu sampai lantai lima dan pintu terbuka perlahan, Ran melepas rangkulannya dan keluar lift lebih dulu.
Niki bergegas menyusul keluar sebelum pintu lift menutup kembali dan membawanya ke lantai lain. Deg-degan ini kenapa muncul? Sebelumnya tidak sekacau ini tiap kali Ran menjahilinya. Apa mungkin karena sekarang dia tahu jati diri Ran sebenarnya? Sehingga timbul rasa yang dulu pernah ada.
Niki membuang semua pikiran ngawurnya. Sudah banyak persoalan yang harus diselesaikan. Terutama tentang Gusti.
***
Niki mengambil jatah HKP yang belum dia ambil. HKP, Hari Kerja Pendek adalah hak tiap karyawan setiap minggunya. Boleh diambil antara hari Senin sampai Kamis. Karena weekend karyawan dilarang ambil libur, kecuali sakit atau keperluan mendesak atau darurat.
Hari ini Niki mengambil haknya itu untuk menemui Gusti di kantornya. Niki sengaja membuat kejutan karena beberapa hari ini Gusti mulai lagi susah dihubungi.
Begitu menginjakkan kaki di lobby, banyak mata tertuju padanya. Jujur Niki risih, dia cek kembali apa yang dipakai, dan tidak ada yang aneh. Penampilan yang menurutnya biasa saja dan tidak ada yang aneh, berbeda bagi orang lain. Senyum dengan lesung pipit di kedua pipi, penampilan sederhana namun elegan, cukup menarik perhatian.
"Selamat siang, Mbak! Ada yang bisa saya bantu?" sapa resepsionis ramah.
"Bisa bertemu dengan Pak Gusti?" Niki mengedarkan pandangannya ke sekitar. Dia harus waspada, jangan sampai tiba-tiba ada orang tuanya Gusti, terutama Sarah.
"Apa sudah buat janji?" tanya resepsionis lagi.
"Belum, sih. Tapi saya ada urusan penting sekali dengan beliau. Gimana bisa?" Niki bertanya lagi dengan sedikit memelas.
"Saya coba tanya dulu, ya?"
Niki menunggu sambil sesekali melirik diam-diam ke sekitar. Dari jarak tertentu, seseorang menghampiri Niki dengan tergesa. Sayang, posisi Niki membelakangi orang tersebut.
***
Sedih nulis part ini. Emang harus ada, ya adegan pisahan, gitu?
Kita lihat next part, ya.Alhamdulillah, bisa up di antara urus akun FB yang tetiba error. Harus mulai lagi dari awal, dan berjuang branding.
Semoga teman dan pembaca yang sudah mengenalku, masih setia, ya.
Terus dampingi saya hingga cerita ini tamat, ya. Vote, komentar, bahkan krisar akan sangat berharga.
Selamat membaca dan makasih.
Semangat!!
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKKAN TERGANTI ( Sudah Terbit)
RomansaNiki Magenta bekerja di bagian marketing sebuah pertokoan. Karirnya yang menanjak tidak semulus penampilannya. Banyak hal yang harus dia lewati. Termasuk beberapa kejadian yang tak terduga. Di saat kisah percintaannya hancur karena tak adanya restu...