LAYAR 21

619 51 13
                                    

Mobil berhenti tepat di depan rumah. Niki melongok dari jendela, mungkin tamu tetangga sebelah. Undangan Gusti masih nanti malam, Niki sempatkan rehat barang sejenak.

"Assalamualaikum." Niki membuka matanya lagi, ada tamu di depan pintu.

"Waalaikumussalam."

"Ada kiriman dari Pak Ran, Mbak. Mohon diterima dan tanda tangan di sini." Niki masih terheran-heran ada paket untuknya, dan dari Ran?

Kurir berlalu tanpa menengok lagi. Sibuk sekali tampaknya. Tiba di kamar Niki membuka dengan rasa penasaran. Baru berapa hari jadian, sudah kirim-kirim barang begini.

"Gaun?" Niki terbelalak kagum. Ini model terbaru dari salah satu brand fashion terkenal. Model gaun ini salah satu dari beberapa model yang limited edition. Bingung juga mau bereaksi seperti apa, bagaimana.

Ponsel di meja tempat rak berbagai novel, berdering halus. Tampak nama Bos Ran di layar. Niki belum sempat ganti nama Ran di ponselnya. Tidak masalah juga, toh namanya wajar-wajar saja.

"Halo, Pacar. Paket sudah sampai?"

"Iissh, apaan, sih. Kok, pacar." Canggung sekali dipanggil seperti itu. Geli tapi bahagia juga.

"Kan bener pacar, kemarin kita resmi jadian, kaan? Eh, balikan." Terdengar nada bahagia di sana. Niki ikut tersenyum .

"Ya nggak gitu juga, kali. Biasa aja ah, panggilannya." Niki protes keras dan baiklah dituruti Ran dengan senang hati. Yang penting Niki bahagia.

***

Niki tampak anggun memakai gaun warna navy selutut dengan heels warna senada. Rambut hitam panjang bergelombang, dibiarkan tergerai begitu saja. Tentu saja dia sudah keramas dan memakai vitamin khusus rambut. Hal itu memang sudah jadi kebiasaan.

Ran menahan napas saat melihat Niki yang berpenampilan berbeda. Sapuan make up yang alami membuatnya makin anggun dan perlu diperhitungkan. Dengan penampilan seperti itu apa mungkin dia mengijinkan Niki pergi dengan Stella? Tentu saja tidak. Dengan berbagai alasan Ran membujuk Niki untuk mengijinkan dia ikut serta.

"Kamu kenapa, sih? Khawatir kalau aku diapa-apain di sana?" Niki heran Ran se-protektif ini. Dia sangat tahu dirinya tidak akan mudah diperdaya. Yaa, kecuali ada preman yang berniat macam-macam. Tetapi mustahil ada niat seperti itu di tengah pesta.

Ran salah tingkah ditanya soal alasannya. Kalau dia jujur jangan-jangan nanti Niki akan illfeel padanya. Kalau dibiarkan dirinya tidak tenang karena khawatir dan diserang cemburu. Ran memukul setirnya, kesal dengan perubahan hatinya sekarang.

"Ran, jangan cemas." Niki memberanikan diri menyentuh tangan Ran. Dan efeknya luar biasa bagi Ran. Sentuhan lembut membuat Ran menoleh dan luluh.

"Maaf, aku ...."
"Aku tahu." Niki menggenggam sambil sesekali mengelus punggung tangan Ran. Sebaliknya Ran membalas genggaman itu kuat tetapi tak menyakitkan. Niki tersenyum tulus membuat Ran gemas karena selalu muncul dua lesung pipit di pipi.

Ran mengikis jarak, menatap dalam mata Niki. Entah siapa yang memulai, mereka terhipnotis suasana. Sebuah kecupan lembut mendarat di bibir Niki. Hanya satu detik, dan mereka saling menjauh.

"Maaf, Nik. Aku terbawa suasana." Ran merutuk dirinya yang tidak bisa menahan perasaan saat berdekatan dengan Niki. Sepertinya pernikahan itu harus cepat terlaksana. Ran tidak ingin terjadi sesuatu lebih dari ini sebelum mereka resmi.

"Ran kendalikan dirimu," batinnya. Lalu mengembuskan napas perlahan. Mengatur debar jantung yang berdetak lebih cepat.

Niki pun merasakan hal yang sama. Dirinya sibuk menata hati yang tidak karuan.
"Stella sudah menunggu, aku masuk ke acara, ya?" ujar Niki.

Ran masih terdiam. Dia masih enggan melepas Niki masuk dan bertemu Gusti tanpa dirinya.

"Ran, apa ... emm yang tadi itu belum cukup?" lanjut Niki dan membuat Ran bingung. Apa tadi itu sebuah pembuktian dari Niki?

"Ha?" Pertanyaan Niki terkesan menantang dirinya. "Apa maksudnya? Kamu memintaku melakukan lebih dari itu?" goda Ran.

Niki gelagapan. "Tentu saja tidak!!" Mukanya merona dan makin menggemaskan.

Ran menarik Niki dalam pelukannya. Mengelus punggung dan menghirup wangi dari rambutnya yang tergerai. Sejenak Ran menikmati itu, lalu mengendurkan pelukannya.

"Sudah sana masuk! Jangan sampai aku berubah pikiran dan langsung membawamu ke KUA."

Mereka terbahak bersama. Niki turun dari mobil dan disambut lambaian tangan Stella di pintu masuk. Bersiap-siaplah, Niki!

Jujur Niki merasa bukan datang ke pesta pernikahan. Meskipun dekorasinya sangat indah, bahkan memakai warna favoritnya. Kebetulan sekali, bahkan bunga segar yang dipakai dia juga suka. Mawar putih. Ini sih, keren.

"Bu, keren banget dekorasinya." Stella hampir tidak busa menahan kekagumannya. Tetapi senormal mungkin mereka harus bersikap. Keduanya saling mengingatkan satu sama lain.

"Selamat datang, Mbak Niki dan ...?" sapa seorang pria berjas, sepertinya salah satu dari panitia.

"Ini teman saya Stella. Anda tahu nama saya?" Niki curiga dia belum mengisi buku tamu atau apa pun dari pintu depan. Setelah dicari ternyata penerima tamu ada di pintu masuk ballroom-nya. Di dalam ballroom suasana lebih spektakuler. Niki harus fokus, dia tidak boleh lengah sedetik pun.

"Saya diperintahkan Anda untuk menempati meja khusus VIP. Silakan."

"Tunggu!" Seseorang menahan langkah mereka.

Sepertinya Niki harus menghadapi rintangan lebih cepat dari dugaannya. Sarah melihatnya lebih dulu di luar ruangan acara. Lagipula seharusnya dia sudah di dalam mendampingi Gusti.

Tatapan Sarah seperti ingin menelanjangi Niki. Untung penampilannya tidak ada celah untuk Sarah koreksi. Ran berpikir lebih cepat rupanya.

***
Alhamdulillah
Maafkan sedikit untuk part ini. Ada kesan tersendiri, nggak setelah baca bagian ini?

Kita langsung lanjut, yook!! Semewah apa pernikahan Gusti. Ups!

Maksudnya kita lihat apakah mereka bahagia?

Selamat membaca dan tinggalkan vote dan komentarnya. Makasih.

TAKKAN TERGANTI ( Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang