LAYAR 16

494 45 6
                                    

Gusti masih gamang dengan keputusannya. Dia cenderung egois, ingin terus bersama Niki tanpa memikirkan Sarah yang menginginkan lain. Bagaimanapun juga Sarah adalah orang yang telah mengangkat dan mengasuhnya. Terlepas dari sifat dan alasan dia mengangkat anak, paling tidak mereka berbicara dari hati ke hati. Sudahlah, Niki hanya orang luar dan tidak mungkin mengatur apa yang seharusnya mereka lakukan.

"Kak, jujur kalau aku diminta menunggu lagi dan mengerti sulit kulakukan. Perlakuan Bu Sarah sudah cukup menunjukkan ketidaksukaannya padaku. Jadi aku memilih mundur. Lepasin aku ya, Kak?" Niki sendiri tidak percaya bisa berbicara seyakin itu. Berpisah dari Gusti yang notabene masih dicintainya. Tetapi ini demi melindungi diri dan pekerjaannya. Sarah tidak akan segan-segan nekat melakukan hal lebih dari yang sudah dilakukan.

Gusti tentu saja tidak rela. Tetapi Niki keukeuh dengan keputusannya. Membiarkan Gusti lepas dari genggaman, walaupun berat dan butuh waktu melupakan semuanya.

***

Beberapa hari Gusti masih menghubungi dan minta diberi kesempatan. Niki tidak menggubris, dia lebih memilih fokus bekerja dan pengobatan Ayu. Setelah mengobrol malam itu, Ayu masuk rumah sakit. Sekarang Niki bolak-balik, bekerja dan rumah sakit. Lelah fisik yang mendera tak ia rasakan.

Saat ngantuk menyerang Niki menyempatkan tidur di mejanya batang sebentar, saat jam makan siang. Ran yang memberikan perhatian diam-diam, berusaha menjaga kondisi Niki. Dia sadar sepenuhnya Niki adalah perempuan mandiri. Dia akan menolak keras saat ada bantuan materi datang tanpa alasan yang jelas. Intinya sih, jangan mengasihaninya.

Oleh karena itu, Ran menghubungi seseorang untuk membantu secara medis di rumah sakit. Ada bantuan terselubung yang membuat Ayu bisa dirawat dengan fasilitas yang seharusnya tetapi pelayanan dari dokter, perawat, dan dari sisi obat semua spesial. Kalau Ran meminta dari fasilitas seperti ruangan, akan terlihat mencolok. Dan sejauh ini semua berjalan dengan baik. Ran selalu dapat laporan terbaru tentang kondisi Ayu.

Niki tampak lebih tenang setelah kejadian demi kejadian membuatnya murung. Yaa, meski masih tampak cantik di mata Ran. Sekarang lebih segar dan semringah.

"Selamat pagi Asistenku. Sarapan? Aku tadi lihat penjual bubur ayam yang lumayan ramai, sepertinya enak. Makan bareng, yuuk!" Ran membuka plastik yang berisi dua porsi bubur ayam. Diberikan satu pada Niki tanpa penolakan. Niki memang lapar. Dia butuh tenaga lebih sekarang.

Niki membenarkan pendapat Ran. Bubur itu enak banget, dengan lahap Niki menandaskan hingga tak tersisa. Ran lega Niki berangsur kembali ceria. Belum sepenuhnya, tapi itu wajar. Ran akan pastikan Niki baik-baik saja.

"Jangan menatapku seperti itu." Niki merapikan meja untuk menutupi rasa groginya.

Ran mengalihkan pandangannya ke arah lain. Buburnya sendiri sudah tandas lebih dulu. Ran menolak saat Niki akan merapikan bekas makannya.
"Nik, kamu masih mencemaskan sesuatu?" tanya Ran sambil menyiapkan beberapa file untuk dikirim ke Jakarta.

Niki menghentikan tangannya yang hendak menyalakan laptop.
"Kenapa tanya itu? Pekerjaanku selama ini beres, kan?" Niki pikir Ran khawatir pekerjaannya terbengkalai karena masalah yang sedang dihadapi.

"Bukan begitu maksudku. Aku percaya kamu profesional. Aku tanya sebagai orang yang peduli sama kamu. Barangkali ada yang bisa aku bantu."

Niki tidak menjawab, dia kembali menyalakan laptop dan mengisi beberapa kolom laporan penjualan.
"Niki Magenta, aku tanya serius, loh." Ran sengaja bertanya supaya tahu apa yang dibutuhkan Niki, setelah pengobatan Ayu sudah dia bantu diam-diam.

"Iya, sebentar. Ini ngecek laporan buat dikirim hari ini." Beberapa detik kemudian Niki bernapas lega. "Barusan aku kirim file yang sudah lengkap. Tinggal dicek ulang aja." Niki menutup laptopnya.

Ran melihat notif email dari Niki. Terbit senyum puas setelah membuka file yang dikirim. Semua sudah urut dan rapi. Memang beda ya, kalau ada sentuhan tangan perempuan. Ran menyelesaikan tugasnya, mengirim laporan ke pusat untuk bulan ini dengan percaya diri.

Niki bukannya sengaja mengabaikan pertanyaan Ran, dia ingin Ran tahu yang dia perlukan hanya dukungan. Toh, soal materi Niki masih bisa handle. Kali ini Ran tidak bertanya lagi. Mungkin memang belum ada yang urgent.

"Maaf, Bu. Ada surat untuk Bu Niki." Salah seorang karyawan bagian ekspedisi memberikan sebuah amplop coklat berukuran besar.

"Oke, makasih, Pak." Niki membolak-balik amplop itu.

"Udah buka dulu daripada nebak-nebak nggak jelas," ujar Ran lalu menutup laptopnya. Sebentar lagi prosesi buka toko.

Amplop terbuka, sebuah undangan indah dengan ukuran besar dikeluarkan Niki. Keningnya berkerut, siapa yang mengundangnya? Mata Niki membesar saat membaca nama kedua mempelai. Namanya tidak asing, bahkan mempelai perempuannya. Niki menjatuhkan undangan itu ke lantai.

***
Alhamdulillah

Update lagi dan beberapa hari ini lebih sering. Semoga nggak bosen, tetapi makin seru bacanya.

Berawal dari undangan, Niki akan merasa kehilangan yang sebenarnya.

Siapa yang akan gantiin si dia?
Jangan ikut emosi, ya.

Selamat membaca dan terima kasih yang selalu setia meninggalkan vote dan komentarnya.

Sayang kalian semua. Makasih.


TAKKAN TERGANTI ( Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang