chapter 03 : a painful confession

20 4 0
                                    

Matahari terasa bak lahar yang menyembur siang itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari terasa bak lahar yang menyembur siang itu. Pancaran sinar dari cahaya kekuningan yang menembus kaca di sepanjang dinding lobby bandara kala itu membuat rasa dahaga menerobos ke tenggorokan.

Tapi rasa dahaganya itu seketika berubah tak terasa ketika Yooa melihat satu sosok yang ia kenal. Satu sosok yang selalu ia tunggu-tunggu kehadirannya selama seminggu terakhir.

Langsung direntangkannya kedua tangannya lebar-lebar, menunggu si sosok itu untuk terjatuh dalam dekapan hangatnya.

Langsung direntangkannya kedua tangannya lebar-lebar, menunggu si sosok itu untuk terjatuh dalam dekapan hangatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ah, senyumannya..memabukkan, sungguh.

Sesuai perkiraan awal, dengan hangat Seungcheol menyapa kekasihnya itu dengan sebuah pelukan hangat. Tak peduli berapa orang lalu-lalang yang sedikit menatap mereka geli. Astaga pasangan labil. Seperti itu mungkin pikiran orang-orang di bandara yang curi-curi melempar lirik kearah mereka berdua.

"Bagaimana keadaanmu sekarang? Sedikit lebih baik?" Ucap Seungcheol sambil menarik pelukan hangat mereka dan mengalihkan kedua tangannya menggenggam bahu Yooa.

Mendengarnya Yooa mengangkat ibu jarinya tepat di hadapan wajahnya sebagai tanda jawaban atas pertanyaan Seungcheol. "Sangat baik, apalagi ketika aku bertemu denganmu. Dokter Yoon juga sangat membantu." Lanjut Yooa. Jujur saja, untuk saat ini bertemu dengan Seungcheol sudah cukup membuat dirinya melupakan pergumulannya selama seminggu terakhir.

"Aku cemburu dengannya karena dapat menemanimu setiap hari." Ujar Seungcheol yang kemudian berjalan melalui Yooa.

"Ey, posesif." Yooa pun membalikan tubuhnya dan menyamakan langkahnya dengan Seungcheol. "Makan siang bersama? Dimana?"

Mendengar ajakan si perempuan, entah mengapa rasanya dunia sedang berbaik hati pada Seungcheol. Perempuan itu seratus delapan puluh derajat lebih baik dari apa yang ia dengar dari sahabatnya via telepon dan chat selama seminggu terakhir.

Dengan cekatan Seungcheol meraih lengan Yooa dan menariknya ringan keluar dari bandara. Selanjutnya ia berdiri di tepi jalan guna mencari taxi kosong yang dapat mereka tumpangi.

Sebenarnya dalam benak Seungcheol pun sama sekali belum terpikirkan satupun nama tempat yang akan mereka tuju untuk makan siangnya.

"Ke Sejong-dareo, Ahjussi." Setelah si supir bertanya tujuan mereka, lantas Seungcheol-lah yang menjawab. Mungkin saat ini Seungcheol telah menduga perempuan di sebelahnya itu akan mempertanyakan mengapa mereka harus mengunjungi sebuah restoran cina yang dikekola oleh ibu Yooa sendiri.

trauma | yjhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang