chapter 07 : love from distance

18 2 0
                                    

Setelah pertemuannya dengan Jeonghan kemarin ini, sudah Yooa tetapkan solusi baru dari masalah yang sekarang tengah ia hadapi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah pertemuannya dengan Jeonghan kemarin ini, sudah Yooa tetapkan solusi baru dari masalah yang sekarang tengah ia hadapi. Bahwa seharusnya ia tak terus lari dari suatu masalah. Maka dari itu segala keberanian yang tersisa dalam dirinya ia guguskan menjadi sebuah langkah yang tepat baginya. Langkah awal untuk menghentikan segala presepsi-presepsi dalam pikirannya selama dua hari terakhir, dan mencari kebenaran dengan harapan bahwa presepsi buruknya itu hanyalah sebuah presepsi yang memang tidak pernah benar adanya.

Pukul dua belas siang si sebuah kafe, suasananya begitu ramai. Ributnya suara desingan yang diahasilkan oleh beberapa motor lalu lalang sangat menganggu indra pendengaran setiap orang disana. Ditambah adanya beberapa pengguna jalanan yang meributkan hal-hal yang sama sekali tidak penting, padahal si pengendara motor hanya sedikit menyerempet si mengendara roda empat.

Ditengah-tengah keributan seperti itu, seorang perempuan pertengahan dua puluhan tengah berlari kecil masuk ke dalam kafe yang ia tuju. Tubuhnya sudah dibanjur keringan duluan, karena panasnya udara di luar dan asap kotor yang banyak mengepul di udara akibat padatnya lalu lintas, melengkapi jawaban atas keadaan Vian saat ini.

Sudah sekitar dua hari Yooa lebih memilih mendiamkan sahabatnya itu. Tak banyak interaksi di antara mereka selama dua hari lamanya, dan hari ini secara sepihak Yooa meminta sahabatnya itu untuk menemuinya langsung di jam makan siang perkerjaannya.

Kedua pasang mata Vian mulai menyisir seluruh kafe tersebut guna mencari sesosok yang harus ia temui di tengah ricuhnya senin siang.

Sesosok perempuan berambut sepinggang dengan poni yang mulai ia sisihkan lantaran sudah mulai menghalangi pandangannya, mendapatkan fokus Vian untuknya. Kala itu perempuan yang ia maksud tengah duduk sambil menyeruput pelan kopi dingin pada genggamannya. Di meja kecilnya sudah ada dua mangkuk japchae yang siap santap.

Lantas segera Vian menarik kursi di hadapan Yooa dan duduk diatasnya. "Jadi kenapa kau memintaku kemari?" Tanya Vian tanpa basa-basi dan langsung menyerbu salah satu mangkuk japchae yang masih hangat.

"Kebiasaan." Gerutu Yooa sambil mendesis samar. "Habiskan dulu makananmu perlahan."

"Ah, katakan aku buru-buru. Jihoon hyung sangat cerewet, dia mengomeliku ketika aku memutuskan untuk datang menemuimu." Sebenarnya pendengaran Yooa sudah tidak dapat begitu jelas menangkap omongan Vian karena saat ini seluruh penjuru mulut perempuan itu tengah dipenuhi japchae.

"Pelan-pelan."

"Ah! Tentang Seungcheol.." Sudah ciut duluan keberanian Yooa untuk bertanya lebih dulu jika Vian membawa nama itu lebih dahulu seperti ini. "Penerbangannya ke Tokyo dipercepat karena sebuah kendala. Jadi, minggu depan dia sudah terbang ke Tokyo. Temuilah dia setidaknya pada hari terakhirnya."

Yooa terdiam, tidak tahu harus beraksi macam apa.

"Tidakkah kau pikirkan bagaimana perasaannya saat ini? Dia masih setia menunggumu, Yooa." Menunggu? Benarkah pria itu selalu menunggunya? Atau bahkan kata-kata menunggu itu hanyalah sebuah kebohongan yang ada di depan matanya.

trauma | yjhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang