"Tidak apa-apa, kan?" Pria yang tengah mengangkat tubuhnya dari posisi nyaman di kursi mengemudi itu bertanya. Di seberang sana ada juga perempuan yang tengah menempatkan posisi yang serupa dengan si pria. Perempuan itu menggubris dengan berdeham sembari mengganggukan kepalanya tanda mengiyakan pertanyaan si pria.
Buru-buru dibawa langkahnya pada eksistensi sebuah pintu putih yang menjadi halang untuk menerobos ke dalam rumah. Perempuan itu menengok dari ambang pintu, berusaha menilik pandangnya-selagi si pria bongsor pemilik rumah masuk ke dalam sana untuk mengambil sebuah dokumen kerjanya.
Sudah dapat perempuan itu ketahui bahkan hanya dengan melihat sekilas ruang utama rumah tersebut, pria itu tinggal sendiri-tanpa pembantu atau apa pun itu. Malah ada seekor anjing kecil berbulu putih nan lebat keluar dari salah satu ruangan disana lalu menghapirinya.
"Oh, pria sejorok ini bisa merawat seekor anjing dengan baik?" Gerutu perempuan itu samar sembari melangkahkan beberapa kakinya masuk lalu berjongkok demi menyapa anjing kecil itu.
"Vian, aku masih mandi sehari dua kali asal kau tahu." Suara berat pria tersebut menggelegar, keluar dari ruang kerjanya.
"Namamu Bobpul, hm?" Jemari Vian bertubruk dengan sebuah kancing pada kalung yang melingkar pada leher si anjing. "Bobpul-ya?" Anjing yang memiliki bulu putih nan mengembang macam gulali itu sekonyong-konyong berlari menjauh ke balik sofa hijau di ruang tengah.
Kembalinya ia menenteng sebuah kain hitam pada gigitannya. Awalnya sih, perempuan itu masih mengucel-ngucel gemas kepala Bobpul-sebab telinganya naik turun sesuai dengan gerakan langkahnya-sangat menggemaskan. Tetapi pada akhirnya Vian penasaran dengan apa yang dibawa Bobpul-sepertinya anjing imut itu ingin menunjukan sesuatu padanya.
Parah. Celana dalam.
Perlahan tapi pasti perempuan itu mengembalikan benda mengerikan itu ke tempat asalnya. Vian mendengus kesal. Puluhan baju dan celana pria itu berserakan dimana-mana.
Masih bisa ya pria ini membiarkan seorang perempuan yang baru dikenalnya masuk dan melihat pemandangan mengerikan begini.
Tetapi perempuan itu berusaha pura-pura tak melihat apapun. Kembalinya lagi ia ke ambang pintu. Beberapa sekon setelahnya pria bertubuh bongsor itu keluar dari balik ruangan dengan seringai cerah dalam wajahnya.
"Sudah?"
"Maaf kau melihat rumahku yang.. ya, bisakah ini di sebut rumah?" Sangat manis. Pria itu mengembangkan senyumnya, menampilkan taring uniknya yang sungguh menambah seribu kemanisan dari likuk lengkungan bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
trauma | yjh
Fanfiction🎦Once again, only time that can tell you when the hurted will healed and when the healed will be hurted. And if it left a wound that has healed but doesn't go away, it will become a trauma that never go away. ꒦꒷꒦꒦꒷꒦꒷꒷꒦ ↳ fiction, romance 🔅by jngyu...