tiga belas

2 0 0
                                    

Cuaca terik, hiruk pikuk kendaraan, bunyi klakson saling bersahutan tak mampu membuat seorang Mahalea terusik akan aktifitas nya. Gadis cantik itu kini tengah merapihkan tali sepatunya yang lepas.

Setelah selesai mengikat tali sepatu dengan sempurna, gadis itu menegap kan tubuhnya

"Nge gim aja lah" ujar nya.
lalu berbalik arah menuju ke parkiran mobil yang tadi di tinggalkan nya di cafe, cukup jauh menyusuri trotoar tak membuatnya terlihat lelah sedikitpun.

Setelah memasuki mobil merah nya, ia pun melaju dengan kecepatan sedang.

***

Sudah lima tahun berlalu sejak kepulangan nya dari Jogja, yang artinya sudah lima tahun yang lalu ia menangis di depan seseorang.

Entahlah apa yang merasuki Lea saat ini, semenjak hari itu tak sedetikpun Lea mampu melupakan Reza, ada banyak pertanyaan di dalam otak cantiknya.

"Sebenarnya lo siapa" gumam Lea sambil menatap langit-langit kamarnya.

"Kenapa kita harus ketemu. Dan kenapa Lo harus penuhin pikiran gue"

"Abidzar Fahreza"

"Sayang..turun dulu makan malam" teriakan itu membuat atensi Lea teralihkan.

"Iya ma.." jawab Lea berteriak.

Di ruang makan sudah di penuhi keluarga besarnya,,.
Ada Ayah nya di kursi tunggal, lalu sebelah kanan nya ada Ibunya. Disebelah kiri ada kakaknya Ginsa, yang tengah memangku anak kecil berusia 2 tahun, dan disebelah kiri kakak nya ada kakak ipar nya, Mahen Pangarep. Ya setelah semua hal yang Lea lalui, ternyata Arsen dan Ginsa tak jadi menikah,.karena terkuak fakta bahwa Ginsa memiliki laki-laki lain sejak Ginsa masuk kuliah , yaitu suaminya sekarang. Dan semenjak pernikahan kakak nya, Lea sudah tidak lagi tau tentang kabar Arsen, terakhir kali yang ia dengar ia pergi ke Luar negeri. Selebihnya ia tidak tau sama sekali.

"Ya Yaya..mamam" oceh bocah lelaki tampan itu.

"Utututu...iya ini bibi Yaya mau mamam..Anres mamam juga yaa" sahut Lea.

Semua orang tersenyum melihat balita menggemaskan itu. Rumah menjadi hidup kembali setelah semua masalah yang di hadapi keluarga Anjasmara.

Lea yang memilih tinggal di apartemen setelah berhasil membangun butiknya sendiri, membuat rumah itu sepi, namun keceriaan itu kembali hadir saat Anresa Glellies Pangarep hadir di tengah-tengah keluarga yang hampir meredup.

Acara makan malam pun selesai, namun belum ada yang meninggalkan meja makan.
"Gimana kabar butik kamu Le..Sibuk banget deh kayaknya, sampai-sampai pulang kerumah aja kaya umrah. Setahun sekali " tanya Ginsa pada adik cantiknya yang pernah berseteru dengannya hampir 1 tahun.

"Haha lebay deh. Alhamdulillah butik makin sibuk kak. Aku juga ada rencana buat nambah karyawan biar nggak lembur terus" jawab Lea

"Wah hebat banget kamu ..masih muda sudah sukses" timpal Mahen. Laki-laki berusia 28 tahun itu memang baik pada semua orang. Apalagi keluarga nya.

"Alhamdulillah..ini juga berkat dukungan dari mama papa dan juga kakak-kakak ku" jawab Lea menampilkan senyum lebarnya.

"Selamat ya nak..apa yang kamu harapkan bisa berhasil. Tapi kamu jangan lupa sering pulang ya. Mama papa kangen tau. Anres kangen juga kan sama bibi Yaya?" Ujar wanita paruh baya itu, lalu menanyai cucunya yang kini berada dalam pangkuan Anjasmara.

"Iya Yaya..ayes Nanen Yaya" jawab Anjas menirukan suara anak kecil sambil menciumi pipi cucunya gemas.

Semua orang pun lantas tertawa, malam itu malam yang indah untuk Lea, setelah hampir kehilangan keluarganya, ia tak pernah berfikir jika masih bisa merasakan kehangatan yang dulu ia tinggalkan.

****

Tok tok tok

Mendengar pintu kamar nya di ketuk, Lea pun berdiri dari kasur nyamanya.

"Iya bentar" ujarnya lalu menuju pintu untuk membukanya.

"Eh kak Ica. Ada apa kak ?" Tanya Lea

"Eum kakak ganggu kamu nggak Le. Kamu lagi ngapain ?" Tanya Ginsa sedikit tak enak.

"Oh nggak kok. Cuma lagi cek email aja sih, tapi udah beres. Kenapa kak ?" Tanya Lea .

"Kalau kamu nggak sibuk kakak pengen ngobrol bentar. Obrolan sebelum tidur" jawab Ica dengan canggung.

Lea yang juga merasa canggung pun tersenyum tak enak.
"Oh iya masuk kak..Anres udah tidur ya ?" Tanya Lea sambil mempersilahkan Ica masuk, lalu menutup pintu kamarnya.

Ginsa menatap seluruh kamar Lea, ada banyak jenis tatapan, salah satunya kerinduan. Tanpa sepatah kata, Ica pun berbalik memeluk Lea yang barusan menutup pintu dan ingin menghampirinya.

Lea yang terkejut pun membalas pelukan kakaknya dengan canggung.
Tak ada yang bersuara, hingga Lea merasa bahwa bahunya basah. Yang lalu dapat ia simpulkan bahwa kakaknya menangis dalam pelukannya.

"Eh kakak kenapa..kakak nangis ya" tanya Lea , namun tak mendapat jawaban apapun dari Ica, yang kini justru terdengar Isakan.

"Kak ..kakak kenapa ? Berantem sama kak Mahen ? " Tanya Lea

Sambil mengurai pelukannya, Lea pun menghapus air mata kakaknya, lalu menuntunya untuk duduk di kasur.

"Kak ada apa ? Kenapa nangis ?" Tanya Lea lembut.

Setelah mampu menormalkan nafas nya yang tercekat akibat isakannya, perlahan Ica pun menatap adik satu-satunya.

"Lea...maafin kakak" ucap Ica, sambil mengusap air matanya yang kembali jatuh.

"Kakak kenapa ? Ada apa ? Kenapa minta maaf sama Lea ?" Jawab Lea yang muka nya juga sudah berkaca-kaca.

"Ma-maafin ka-kak...maafin kakak yang sudah menyakiti hati kamu" ujar Ginsa kembali terisak.

"Lea juga minta maaf ...Lea banyak salah. Lea belum bisa jadi adik yang baik buat kakak" ucap Lea lalu memeluk kakaknya, bahkan airmatanya pun kini sudah mengalir.

"Lea nggak salah. Kakak yang salah" ucap Ginsa.

"Nggak kak..kita sama-sama salah. Tapi, kita sudah sama-sama mengakui kesalahan, dan memperbaiki nya" jawab Lea .

"Makasih dek..makasih sudah menjadi sekuat dan sebaik ini. Terimakasih sudah memaafkan kakak" ucap Ginsa lalu melepaskan pelukannya.

"Sama-sama kak" ucap Lea tulus.

"Sebenarnya kakak rindu sekali, semenjak hari lamaran itu, kakak sadar kakak sudah kehilangan adik kakak, adik yang begitu ceria,  kakak menyadari bahwa perubahan kamu karena ulah kakak. Karena keegoisan dan dendam, kakak terus menyalahkan dan menjelekkan kamu, kakak menyalahkan pergaulan kamu, kakak tidak suka kamu abaikan. Maafkan kakak Lea " ujar Ica sambil menatap wajah adiknya penuh rindu.

"Kak..jangan bicara begitu. Jangan bicara seolah disini hanya kakak yang salah. Lea juga salah kak, sangat salah." Ucap Lea

"Dek.. Kakak lelah menanggung semua ini sendiri an, rasa bersalah setiap hari. Meskipun semua nya telah berlalu. Namun Kakak ingin kamu tau cerita sebenarnya" ucap Ica

"Kak..aku sudah bisa merelakan apapun yang terjadi di masa lalu. Jika bercerita membuat luka kakak kembali terbuka, lebih baik tidak usah mengungkit duka yang susah payah kakak usahakan untuk lupa" jawab Lea

" Enggak dek..kakak harus cerita yang sejujurnya"

"Baiklah..tapi berhenti lah jika kakak merasa tidak baik-baik saja" ucap Lea sambil menggenggam tangan kakaknya.

....

MaharezaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang