J 5.

6K 624 8
                                    

"Capek?" Jennie mengangguk karena saat ini dia benar-benar lelah berjalan, mereka mengelilingi pantai dengan berjalan kaki tak menyadari mereka sudah berjalan cukup jauh, saat mereka berbalik tempat parkir dan tempatnya saat ini cukup jauh Jennie tak kuat lagi untuk melanjutkan perjalanan.

Lisa membungkukkan badannya sejajar dengan perut kakaknya.
"Naik." Karena dia benar-benar lelah akhirnya Jennie nurut saja, padahal mereka sama-sama perempuan fisiknya tak kalah jauh tapi demi Jennie apapun akan ia lakukan.

Merasakan hembusan napas milik kakaknya seketika Lisa tersenyum, tidak perduli dengan lelahnya mengingat Jennie yang mengalungkan tangannya ia bahagia, sesimpel itu walaupun dengan ketidaksengajaan sekalipun dia tetap bahagia.

"Besok Kai jemput di depan gang, aku nebeng sampai disana ya."

"Iya."

"Gak tau kenapa akhir-akhir ini pengen cosplay jadi Kai, biar saat selalu ada selalu ada buat kamu." Nada kalimatnya terdengar bercanda tapi jika Seulgi yang mendengar ungkapan ini pasti gadis itu akan iba.

"Be yourself."

"You don't like myself."

"Semua kakak pasti suka sama adiknya." Jennie menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Lisa, dia tidak ingin munafik dia sangat nyaman dengan aroma tubuh adiknya walaupun sedikit berkeringat.

"Bentar lagi sampai, turunin disini aja." Lisa tetap berjalan walaupun jarak mobilnya tidak terlalu jauh.

"Turunin gue." Jennie memberontak membuat tubuh Lisa menjadi linglung, saat tubuhnya tidak seimbang dia dengan cepat membalik posisi agar Jennie tidak terjatuh dibawahnya.

Suara gedebuk punggung Lisa dengan pasir terdengar cukup jelas dengan Jennie yang direngkuhnya diatas tubuhnya.
Tatapan mereka bertemu saling memganggumi wajah satu sama lain dengan cepat Jennie memutuskan kontak matanya lalu berdiri membantu Lisa untuk ikut berdiri.

"Udah gue bilang turun ya turun jatuh kan." Terlihat raut wajahnya khawatir seraya memeriksa apakah ada yang luka dari punggung Lisa, punggungnya sedikit membiru mampu membuatnya meringis kesakitan.

"Kita pulang." Jennie berdiri kemudian berjalan meninggalkan Lisa menuju mobilnya.

Didalam mobil mereka hanya diam, tidak ada percakapan, Jennie biasanya mendiamkannya tapi tidak pernah sediam ini, mungkin dia kesal karena dia terjatuh dan Lisa tidak mendengarkan ucapannya.

"Maaf bikin kamu jatuh tadi, maaf gak dengerin ucapan kamu kak." Jennie menoleh tidak habis pikir dengan cara berpikir dari adiknya ini.

"Harusnya gue yang minta maaf karena terlalu kekanak-kanakan."

"Kamu ada yang luka?." Lisa menepikan mobilnya lalu meriksa bagian lutut Jennie, sedikit ada darah berka goresan pasir karena lututnya langsung menubruk tumpukan pasir itu.

Lisa mengambil kotak P3K mini miliknya kemudian mengolesi obat merah untuk menghindari infeksi.

Tangannya sangat berhati-hati selembut kapas, bahkan yang dia kasarin kapasnya bukan Jennie.

"Udah gue gapapa." Jennie menepis tangan Lisa yang tengah mengobati lukanya hingga kapas nya terjatuh hingga tangan gadis itu mengenai bagian depan mobilnya.

"Aku cuman gak mau liat kamu sakit." Ucapnya kemudian mengambil kapas yang terjatuh tadi lalu membuangnya, menutup kotak P3K setelah itu melajukan mobilnya untuk pulang.

Sesampainya di rumah, Lisa langsung memasuki kamarnya karena punggungnya terasa sakit tangannya sedikit juga sakit karena Jennie cukup keras menghempaskan nya.

Setelah selesai mandi dia mengobati punggungnya dengan salep, tak lupa tangannya juga, niatnya nanti sore dia mau main basket bareng Seulgi, sama halnya dengan Lisa, gadis itu juga menyukai kakak kelas, sekelas sama Jennie tapi mereka tidak akrab.

Dering ponselnya berbunyi pertanda panggilan masuk.

Benar saja yang menelfonnya adalah Seulgi.

"Halo, kenapa gi?."

"Nanti sore basket yuk gue bosen hari minggu di rumah terus."

"Gaskeun lah gue tadi juga mau ngajakin tapi lu nya keburu nelfon."

"Awas aja tempat kita diambil sama anak lain gue selepet lah."

"Sa ae lu yaudah bentar lagi juga sore gue mo makan dulu bye."

Lisa memutuskan panggilan telfonnya sepihak, karena dia ingin mengisi perutnya.

Dia turun dari kamarnya menuju ruang makan, disana sudah ada Jennie.

"Makan jangan sambil main Hp, mentang-mentang bucin." Jennie diam mendengar Lisa tidak menjawab ucapannya.

Lisa duduk mengambil nasi lalu memakannya, terus melihat Jennie yang sedang sibuk dengan ponselnya.

"Makan jangan liatin orang terus, sopankah begitu?." Lisa ke gap dia langsung mengalihkan pandangannya kearah makanannya lalu makan dengan lahap.

Jennie menyipit melihat tangan Lisa yang memar, karena kulitnya yang putih jadi warna birunya kontras terlihat.

"Tangan lo kenapa?." Lisa hanya mengedikkan bahunya kemudian lanjut memakan makanannya.
Jennie berdiri dari duduknya menghampiri Lisa lalu memegang pergelangan adiknya.

"Maaf."

"Untuk?." Lisa menarik tangannya tidak ingin Jennie merasa khawatir dengan dirinya.

"Pasti karena di mobil kan, makanya udah gue bilang jangan ya jangan ngeyel banget jadi orang sekarang sakit kan." Jennie memukul pelan tangan Lisa membuatnya sedikit meringis tertahan.

"Udah deh biasa aja, nanti sore mau ikut main basket gak?." Jennie berjalan kembali kearah kursinya.

"Capek gue mau istirahat terus tidur." Padahal Lisa ingin ditemani karena siapa tau ada anak lain yang nempatin tempat latihan mereka, biar tanding jadiin Jennie sebagai penyemangatnya tapi yasudahlah, dia tidak boleh berharap lebih, tidak dibenci dan masih bisa dekat saja sudah syukur.

"Andai aku jadi Kai mungkin gak butuh waktu lama ya buat nyuruh kamu." Lisa berbisik dengan dirinya sendiri, membandingkan dirinya dengan pria itu sudah menjadi salah satu rutinitasnya.

Setelah selesai makan, Lisa langsung mandi karena sudah sore juga, dia menjemput Seulgi terlebih dahulu karena Seulgi tidak membawa kendaraan.

"Gimana sama Kak Jen udah ada perkembangan?." Lisa menggeleng munafik jika mengatakan bahagia walaupun seperti ini, nyatanya dia sangat terluka.

"Masih sama, dia sama dunianya gue adeknya." Seulgi yang duduk dibonceng menepuk pundak sahabatnya.
"Lagian dia stright Gi, gue gak mau maksain, gak mau bikin dia risih karena perasaan gue, lo gimana sama kak Irene?."

"Masih menjadi Secret admirer, mengagumi dari jauh gue gak punya keberanian deketin dia, auranya saja udah bikin gue insecure." Lisa mengerti dengan keadaan Seulgi karena kisa percintaan mereka hampir mirip.

"Kenapa kita bodoh ya Gi."

"Heheh, bukan kita tapi Jennie sama gue, lo paling hebat karena suka sama dia udah bertahun-tahun dan gak pernah sekalipun nyakitin dia, gue gak akan pernah sekuat lo Lis." Lisa terkekeh mendengar ucapa Seulgi.

"Semuanya terasa sebentar gak nyangka aja udah bertahun-tahun." Lisa membuka kaca helm nya menghirup udara jalanan sore.

"Cinta membuat waktu terasa sebentar ya." Lisa mengangguk kemudian diam cukup lama.

"Tadi niatnya mau ngajakin Kak Jennie tapi dia nolak katanya capek."

"Udah gue duga pasti lo ditolak Lis, ini bukan sekali dua kali tapi dalam segala hal." Lisa hanya mengangguk walaupun ditolak tapi rasa cintanya tidak pernah bisa menolak Jennie.

UNDERRATED J. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang