J 11.

6.8K 574 50
                                    

Setelah pertemuan di kantin waktu itu Jennie gak tau kenapa pengen marah aja setiap liat Irene, seperti saat ini yang nulis di papan adalah Irene, dengan sengaja Jennie mencari kesalahan menulis Irene yang membuat gadis iri kesal kepada Jennie.

"Rene kecil amat tulisannya, Rene minggiran dikit tulisannya ketutup badan lo, Rene pendek amat gak nyampe atas nih pake kursi gue biar nyampe." Jika saya di posisi Irene sudah pasti saya lempar spidolnya kearah Jennie tapi Irene masih bisa sabar.

"Rene tulisannya ketutup badan lo minggiran dikit." Kali ini Irene tidak dapat membendung amarahnya.

"Kalo gue minggir terus yang nulis siapa Jentod." Jennie yang mendengar panggilan yang sangat ia benci sedari kecil merasa sangat marah.

"Kok lo manggil gue gak make nama gue sih, dasar Irenek, nenek sihir." Irene menahan amarahnya dulu lalu melemparkan spidol kearah muka Jennie dan yap tepat sasaran.
Jennie yang tidak terima langsung berjalan kearah Irene lalu menjambak rambut Irene, berhubung ditangan Irene ada buku ia gunain untuk menggeprek muka Jennie tapi Jennie bisa menipisnya karena badannya juga lebih besar.

Anak kelas berusaha melerainya tapi mereka malah yang kena jambak, guru BP datang melerai mereka lalu memanggilnya keruangannya untuk dibimbing.

"Kalian ini sudah besar tapi kenapa masih bersikap layaknya anak kecil." Bu Tiffany selaku guru BP memijit pelipisnya melihat tingkau Jenrene.

"Dia yang duluan bu saya lagi nulis dia malah boddyshaming."

"Bohong bu dia manggil saya jentod makanya saya marah, padahal gak ada boddyshaming saya hanya bercanda."

"STOP!!! Kalian berdua salah jangan ada pembelaan."

"Kalau mau bertarung bisa di arena MMA jangan disekolah, soffun kah begitu?.'' mereka yang ditanya demikian hanya menundukkan kepala sambil menggelengkan Kepala.

"Yasudah kalau kalian bertengkar lagi saya akan skors jangan dianggap sepele ancaman saya." Mereka berdua mengangguk lagi.

"Yasudah kalian bisa keluar jangan lupa bersihin toilet guru." Mereka ingin menolak tapi mereka sadar mereka salah jadinya mereka hanya menurut.

"Awas aja lo rene kalo nanya Seulgi gak gue jawab lagi." Irene menghentikan langkahnya, dia lupa jika sumbernya untuk mengetahui Seulgi adalah Jennie.

"Dih main ancem-anceman jangan bawa yang lain dong ini masalah pribadi, lo kok sensi banget sama gue Jen padahal gue gak ada salah juga, apa jangan-jangan lo cemburu karena kemaren waktu itu Lisa ngasih gue minum, ups dia kan adek lo mana mungkin bisa suka iya kan." Jiwa julid Irene sudah mulai keluar gak kalah pokoknya sama sensinya Seulgi ke Jennie.

"Dih apaan sih lo gue stright ya ga kaya lo." Irene mendekat kearah Jennie mengerutkan alisnya.

"Yakin? Udah tanya sama diri lo sendiri? Jangan sampe lo nyesel karena nolak yang ada dalam diri lo, biarin dia bebas Jen." Jennie tertegun mendengar ucapan Irene, apakah dia belum mengerti dirinya sendiri tapi sejauh ini dia fine fine aja kok pacaran sama cowok.

"Sotoy lo rene, gue yakin lah gue stright." Irene mengedikkan bahunya lalu berjalan mendahului Jennie menuju toilet guru.

Saat ini Lisa sedang tidak enak badan dan sedang istirahat di UKS ditemani oleh Seulgi beruntunglah Seulgi yang bisa bolos pelajaran tanpa mendapatkan absensi.

"Gue sayang sama kak Irene tapi kalo deket dia gue pengen mimisan terus, apa yang harus gue lakuin." Seulgi menopang dagunya menatap lurus kearah lantai.

"Perjuangin, hilangin rasa gugup lo Gi, dia pasti ada rasa sama lo diliat dari cara dia natap lo." Seulgi mengangguk menguatkan niatnya untuk bisa menghilangkan rasa gugupnya saat berada dekat dengan Irene.

"Lo kapan mau move on dari Jennie." Lisa mengedikkan bahunya pertanda dia masih nyaman di posisinya yang sekarang.

"Gini aja gue udah bersyukur Gi, gue gak mau nuntut banyak sama orang stright."

"Goblok." Lisa mengiyakan ucapan Seulgi.

"Jangan terus menerus menjadi payung buat orang lain, lo kapan bisa dipayungi atau kapan bisa sejajar kalo lo gini terus Lis."

"Gue gak peduli, asal gue bisa liat dia aman kenapa nggak?." Memang benar ya cinta bisa merubau segalanya, entah cara berpikir orang atau cara orang memandang dunia.

"Terserah lo deh gue males ngurusin kalian.'' Lisa mengacungkan ibu jaringannya pertanda oke.

Sepulang sekolah Jennie meminta diantarkan membeli pembalut ke Indojuni dengan senang hati Lisa menemaninya.

"Kak tumben pegangannya kenceng banget, aku kan gak ngebut." Melirik Jennie yang bersandar di pundaknya memeluknya posesif.

"Gapapa lagi pengen gini aja emangnya gak boleh ya?." Lisa terkekeh dengan kelakuan kakaknya.

''Boleh kok kak tapi pikirin jantung aku juga dong." Ucap Lisa dengan suara yang sangat pelan kali ini tidak bisa didengar Jennie.

"Senyaman kamu aja, jangan sungkan." Jennie mengangguk di pundak Lisa semakin mengeratkan pelukannya bahkan deru napasnya mengenai leher jenjang dengan kepala terbungkus Helm.
Selain jantungnya yang berpacu, entahlah seolah ada yang bangkit dalam dirinya membuatnya sedikit hilang kesadaran.

"Jangan deket-deket leher aku merinding." Jennie yang memang anaknya keras kepala tidak mau mendengarkan ucapan Lisa, dia semakin mendekat membuat Lisa menahan napasnya.

Chup

Walaupun kesulitan Jennie masih bisa mencium leher jenjang milik adiknya, membuat impact yang sangat besar bagi Lisa, dia menghentikan motornya dengan mendadak, antara karena kaget dan mereka sudah sampai saat ini.

"Kak jangan gitu dong." Lisa memanyunkan bibirnya yang terlihat sangat menggemaskan dimata Jennie.

"Tapi suka kan? Hahaha." Tawa Jennie berhenti saat Lisa meraih tangannya untuk masuk ke Indojuni.

"Kamu duluan aja cari pembalutnya aku mau ambil minum dulu, mau icecream?.'' Jennie mengangguk antusias mendengar kata icecream, pasalnya dia sudah cukup lama tidak memakannya.

Jennie berjalan kearah pembalut, mencari yang biasanya ia pakai walaupun hanya pembalut dia cukup selektif, dan.

Bruk

Dia terjatuh menimbulkan sedikit bunyi gedebuk, ingin ia memaki orang itu tapi saat dia mengalihkan pandangannya dia tertegun. Akhir-akhir ini Jennie memang sering tertegun.

"Jennie, mas GD." Entahlah sudah berapa lama mereka tidak bertemu, dulu GD adalah kakak kelasnya, dan dia sempat naksir, siapa yang tidak akan naksir dengan pria se sexy dragon ya kecuali Lisa.

Saat ini Jennie tengah gugup dipandangi detail oleh mas GD, dia juga kagum dengan bagaimana semakin sexy nya adik kelasnya ini, dia baru menyadarinya sekarang.

"Boleh minta nomor telfon kamu?." Jennie pura-pura sedikit berpikir sedikit jual mahal, lalu mengangguk mengambil handphone nya kemudian menulis nomornya.

"Mas lagi ngapain disini?." Setelah mengambil HP nya GD mengangkat belanjaannya untuk dibawa ke kasir.

"Biasa beliin anak-anak makan, nanti aku telpon diangkat ya, kamu lagi sendiri kan?." Jennie mengangguk cepat, hatinya terasa berbunga-bunga, ingin rasanya dia terbang sekarang.

Lisa hanya bisa mendengar percakapan mereka dari sebelah, sengaja tidak ingin mengganggu, lagi-lagi, apakah Jennie akan bertanya seperti dulu lagi, mungkin iya tapi Lisa sudah tidak bisa memberikan alasan yang tidak masuk akal lagi kepada Jennie untuk ia menolak pria itu.

UNDERRATED J. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang