"Hhmmmhh, kenapa sih, dari Minggu ke Senin cuma satu hari, sedangkan dari Senin ke Minggu tujuh hari, gak adil banget," keluh Kyra, sepertinya hari Senin itu hari menyebalkan, karena merasa hari ini hari untuk sibuk. Setelah merasa sangat santai di hari Minggu, kita harus dipertemukan hari Senin yang dipenuhi kesibukan, mulai dari sekolah, kerja, dan lainnya.
Saat ini, kita tengah berbaris menunggu upacara dimulai. Tampak anak-anak paskibra yang tengah bersiap untuk tugas mereka setiap upacara bendera, juga beberapa karyawan sekolah yang tengah menyetel sound untuk upacara bendera, dan kami sebagai murid yang baik dan tertib harus sudah siap 10 menit sebelum upacara dimulai. Tak lama upacara dimulai, semakin waktu berlalu, semakin tinggi matahari, dan terik matahari semakin menyengat kulit, memang ini matahari baik, tapi kalau sinarnya datang dari arah depan kami tentu itu bukan hal yang kami suka. Entah kenapa penataan ini membuat kelasku ada di posisi barat lapangan, sehingga harus terpapar matahari lebih banyak.
Di awal upacara terlihat khitmat, tapi seiring berjalannya upacara, mulai ada yang berbicara sendiri, bahkan mereka tidak berbaris dengan rapi. Semakin mendekati akhir upacara, semakin banyak saja anak yang sibuk sendiri. Sampai akhirnya upacara selesai. Kami hendak kembali ke kelas kami, tiba-tiba ada yang berlari ke arahku dan menyenggolku. Aku yang tidak siap tentu terhuyung ke belakang, aku tahu aku akan jatuh, aku sudah siap-siap untuk mendaratkan pantatku di rumput lapangan, sampai ada tangan yang menahan pinggangku. Topi yang kupakai terlepas dari kepalaku, saat kutolehkan ke belakang kepalaku, tampak Raga yang tengah menahan tubuhku. Mendadak aku berdiri dan merapikan seragamku, meski aku tahu seragamku baik-baik saja.
"Kamu gak papa? Ini topimu," ucapnya dengan senyum manis andalannya. Dia tidak tahu saja, hal itu tidak baik untuk jantungku. Aku dengan kaku mengangguk dan menerima pemberian topi itu. Lalu dia berlalu meninggalkan aku yang masih terpatung di sana. Sampai ada tangan yang menepuk pundakku.
"Heh, malah bengong, ayo ke kelas," ternyata itu Kyra. Apa dia melihat kejadian sebelumnya? Apa tanggapannya? Aaaarrhhh, aku tak tahu harus bagaimana, jantungku masih terpacu. "Lo gak papa kan? Jantung sehat? Tadi peningkatan lho buat lo, bisa pas gitu jatohnya. Jan-jan lo sengaja jatuh ya, buat modus. Eaaa!" astaga Kyra tahu dan apa maksutnya aku modus.
"Apaan sih, Kyr, aku bahkan gak tahu kalo dia di belakangku," sahutku. "Udahlah, ayo ke kelas," kutarik lengan Kyra menuju kelas.
"Salting yak? Hahaha," kenapa Kyra suka sekali menggodaku. Aku kan tambah malu.
"Ih gak tau, sok tau banget kamu. Udah ayo ke kelas, gak mau telat pelajaran Pak Indra nih, nanti kudu jawab soal lagi, kan mampus," sahutku. Kyra masih terus menggoda dan menertawakanku. Aku terus mengelaknya. Meski jantungku gak juga segera berkompromi. Raga memang tidak baik untuk jantungku.
Bagaimana itu bisa terjadi? Kenapa bisa dia ada di sana? Dan kenapa dia bisa tepat saat menangkapku yang akan jatuh? Apa aku harus bersyukur dan berterima kasih pada yang menabrakku atau malah merasa tidak tenang dan menyalahkan si penabrak? Banyak lagi pertanyaan semacam itu muncul di benakku. Aassshh, entahlah. Wajah Raga yang sangat dekat saat menangkapku masih terus terngiang di pikiranku. Betapa tampan wajahnya, terlebih saat senyum, mampu membuatku lemas dan terasa seperti akan meleleh. Raga, apakah kamu titisan microwave yang akan melelehkan aku seperti coklat yang dilelehkan?
Tbc~
Wah, selesai juga part kedua. Aku gak tau aku nulis apaan, enjoy ajalah ya. Mangga komen kalo ada kritik dan tekan bintangnya kalo suka.
-Alfynjm
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibisukan
Teen Fiction"Aku mau bilang sama kamu, aku suka sama kamu. Udah, aku gak perlu jawaban, gak perlu juga balasan. Aku cuma mau bilang, karena aku udah gak bisa nahan lagi." -Yara "..." -Raga