Empat.

11 4 0
                                    

"Heh, kamu!" suara Pak Joni terdengar lantang di koridor. Aku terkejut dan segera menoleh. "Mau dihukum lagi?! Udah telat malah sekarang enak-enakan nonton basket, cepet masuk kelas!" suara Pak Joni yang lantang itu membuat orang-orang di lapangan menoleh kearah suara, juga ke arahku yang menjadi target kemarahan sang bapak kesiswaan. Nasib burukku sepertinya masih berlanjut. Bahkan gerombolan gadis tadi sudah hilang saat ada Pak Joni.

"Ah! Maaf Pak, maaf, saya mau langsung ke kelas kok, permisi Pak," aku buru-buru membungkukkan badan, sumpah, aku tidak tahu lagi harus menyembunyikan diri di mana saat banyak pasang mata yang menatap ke arahku. Malunya, kepergok ngelihatin orang. Apalagi kepergok sama doi sendiri, hancur sudah imageku.

Dengan segera aku berlari menuju kelasku. Sesampainya di depan kelas, ternyata masih ada guru yang mengajar. Setelah menetralkan jantung, aku memberanikan diri mengetuk pintu.

"Permisi, Bu, maaf mengganggu, boleh saya masuk? Tadi saya terlambat dan baru boleh masuk di jam kedua," ucapku penuh sopan santun. Tidak ingin terkena semprotan untuk yang kedua kalinya.

"Oh, ya, disuruh apa kamu tadi?" tanya Bu Wati, guru sosiologi. Bu, kenapa harus ada sesi introgasi dulu sih?

"Tadi Pak Joni, menyuruh saya hormat bendera dulu, Bu," jawabku apa adanya.

"Hmm, ya udah sana ke tempat dudukmu, jangan lupa tanya ke temenmu, ketinggalan apa di jam pertama tadi, setiap jamnya dalam pelajaran itu jangan disepelekan, juga jangan diulangi, masih sekolah aja udah gak tertib, untung gurumu masih mau peduli, coba kalo gak, makin gak karu-karuan kelakuan kalian," ceramah Bu Wati. Oke, sesi berikutnya diisi ceramah Bu Wati tentang tata tertib.

Setelah melalui beberapa jam pelajaran, akhirnya jam istirahat. Kyra dan aku sedang berjalan menuju kantin.

"Kok bisa lo telat, wah rekor baru ceritanya?" tanya Kyra. Rekor apanya sih, dasar Kyra.

"Apaan sih Kyr, rekor apaan, rekor mah yang baik aja, kek gini bukan rekor namanya," sahutku.

"Soalnya lo itu paling anti sama yang namanya ter-lam-bat, dan hari ini lo telat bahkan sampe dihukum hormat bendera, bukan Yara banget," tungkas Kyra. Memang sih, aku sangat jarang bahkan hampir tidak pernah terlambat ke sekolah, paling lambat aku ke sekolah itu, 15 menit sebelum bel masuk. Jadi terlambat 30 menit setelah bel itu termasuk baru untukku.

"Ya mau gimana, tugasnya numpuk dan baru bisa tidur subuh, eh malah kebangun jam 7 kurang 5 menit, jadi ya gitu deh," sahutku.

"Gila sih, seniat itu sampe subuh, terus tadi gimana dihukumnya?" tanya Kyra lagi.

"Ya gitu, kontak motor dibawa Pak Joni, terus aku hormat bendera sampe bel jam pelajaran kedua, terus abis itu ke kelas, lewat lapa..ngan bas..ket, dan.. ya gitu deh," jelasku. Aku ingin cerita soal di lapangan basket tapi malu. Kyra pasti langsung menggodaku habis-habisan.

"Ada apaan di lapangan basket? Keknya ada sesuatu yak? Ceritalaah," suruh Kyra. Memang Kyra tu super peka, dan aku dibuat terdiam. "Cerita ajalah, Yar, pake ragu segala, gak usah jaim-jaim ama gue," timpal Kyra lagi. Semakin tidak bisa mengelak, akhirnya kuceritakan kejadian di lapangan basket. Mulai dari sosok Raga yang mengalihkan fokusku, tembakan Raga yang membuatku tak bisa berhenti tersenyum, sampai teriakan Pak Joni yang membuatku malu setengah mati karena kepergok sedang menikmati permainan basket itu. Atau lebih tepatnya mengagumi sosok Raga yang ketampanannya meningkat 50 persen dari biasanya saat basket.

"Pffft, bwaahahahaha, gila gila, hahaha, bisa gitu yak? Kepergoknya gak banget, haha, terus terus? Lo lihat gimana si Raga?" tawa Kyra meledak kala aku selesai bercerita. Kan mulai si Kyra.

"Gak tau, gak lihat, keburu lari, malu aku tuuuu," sahutku dengan wajah mulai memerah, gimana bisa Kyra nanya gitu di saat aku panik dan keburu kabur duluan.

"Haha, haa.. Gak papa Yar, pengalaman, tapi lo bisa tu cuci mata pagi-pagi liat si Raga olahraga, asupan tuh, jan disia-siain. Meski malah kepergok sih, haha," Kyra masih saja menggodaku. Hisssh menyebalkan.

Akhirnya kami sampai di kantin. Kami bagi tugas, aku mencari tempat duduk, Kyra memesan makanan. Saat sudah menemukan tempat, aku duduk di sana. Fokusku mulai teralihkan oleh bahasan beberapa gadis yang duduk tepat di belakangku.

"Eh eh, denger denger, si Raga itu udah punya cewek, beneran gak sih itu?"

Deg.

Tbc~
Olaa, akhirnya selese part ke empat. Ini sebenernya agak lebih panjang dari sebelumnya, tapi ya udahlah gak papa. Enjoy aja lah ya guis. Komen kalo ada kritik saran ato sekedar ingin komen, dan tekan bintang kalo suka. Pay pay.
-Alfynjm.

DibisukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang