Tiga.

11 4 0
                                    

Gawat! Gawat! Gawaaaatt! Kenapa aku bangun jam 7 pagi. Pasti aku terlambat, aku tidak ingin membuat masalah dengan Pak Joni. Ini semua karena tugas yang menumpuk membuatku harus lembur, jam 4 pagi tugasku baru selesai. Dan tertidur, aku bangun jam 6.55 pagi. Aku bahkan mandi dalam hitungan setengah menit, entah mandi apa itu namanya. Seragam kupakai asal, cepat-cepat aku keluar rumah dan menghidupkan motor.

"Dek Yara, gak sarapan dulu?" panggil bunda. "Nggak, Bun, Yara udah telat, pergi dulu Bunda, assalamualaikum," jawabku. "Waalaikumsalam, hati-hati, Dek," sahut bunda. Motorku mulai melaju kencang di jalanan, meski jalanan cukup ramai, aku masih bisa melaju dengan gesit di jalanan. Waktu tengah mengejarku kali ini.

Butuh sekitar 10 menit untuk sampai di sekolah, gerbangnya sudah ditutup, astagaa mampus sudah. Aku turun dari motor dan memanggil Pak Wawan.

"Pak Wawan, ijinin saya masuk ya, Pak, udah telat, Pak," Pak Wawan si satpam muda itu melihatku dengan tatapan mengintimidasi.

"Ya saya tahu kamu telat, kalo gak telat gerbangnya masih dibuka," ucapan sarkas Pak Wawan membuatku sedikit menciut. Tapi tak membuatku menyerah.

"Makanya Pak, maafin saya, beneran tadi saya kesiangan bangun Pak, ijinin saya ya, Pak," sahutku dengan wajah melas. Sumpah seumur-umur baru kali ini aku merasakan hal seperti ini. Pernah sih terlambat, tapi itu jarang sekali dan kalau terlambat cuma beberapa menit, sedangkan ini sudah hampir setengah jam telat.

"Gak bisa, kamu di situ dulu, nunggu guru piket dateng dan ngijinin masuk," aku hanya bisa lesu, nasibku buruk sekali pagi ini. Aku harus menunggu di depan gerbang seperti anak hilang, sampai akhirnya.

"Ngapain kamu?! Telat?!" suara lantang ini suara yang terkenal sangat killer. Guru kesiswaan yang paling ditakuti, Pak Joni. Aku segera berdiri tegak. "Sekolah aja kamu telat, mau jadi apa kamu?! Kalo di tempat kerja udah dipecat kamu," Pak Joni memang tipe guru yang kalo marah selalu membawa urusan masa depan. Aku tahu itu ada baiknya, tapi terkadang ini cukup menjengkelkan.

"Maaf, Pak, gak akan saya ulangi lagi," sahutku pelan. Tak lama gerbang dibuka oleh Pak Wawan, kunci motorku diambil Pak Wawan.

"Sekarang masuk, kamu saya hukum hormat bendera dulu sampai jam pertama berakhir, kunci motor saya bawa sampai pulang sekolah," titah Pak Joni. Dengan langkah lesu aku menuju lapangan upacara, dan melakukan hukuman yang diberikan Pak Joni.

Matahari terasa sangat terik pagi itu. Waktu juga terasa sangat lama. Sampai kapan aku harus berdiri di sini? Lelah? Pasti, tapi mau bagaimana lagi. Kepalaku mulai berat, kurang tidur dan kurangnya asupan nutrisi karena tidak sarapan membuatku sedikit lemas. Semakin dirasa semakin berat, sampai akhirnya, suara bell pergantian jam terdengar. Entah kemana perginya semua rasa berat yang kurasakan saat menjalani hukuman tadi. Buru-buru aku mengambil tas di pinggir lapangan, dan berjalan menuju kelas.

Dari gerbang sekolah menuju kelasku memang melewati lapangan basket, karena posisi kelasku yang cukup pojok. Banyak anak-anak yang sedang pelajaran olahraga. Awalnya aku hanya melihat sekilas, tapi tiba-tiba mataku terfokus pada satu objek. Tampak sosok Raga, yang mengenakan baju olahraga dengan bagian lengan sedikit dinaikkan tengah bermain basket dengan teman sekelasnya yang laki-laki. Membuatnya tampak mempesona. Terlihat beberapa gerombolan gadis yang sepertinya sengaja keluar kelas untuk melihat kelas MIPA 4 olahraga, kelas Raga. Tak luput gadis dari kelas itu sendiri yang ikut terpana dengan sosok Raga. Terlihat Raga yang gesit mendribble bola menuju ring lawan, dan dengan pesonanya dia mencetak angka. Aku yang terdiam di lorong juga ikut tersenyum senang. Sampai suatu ketika.

"Heh, kamu!"

Tbc~
Hai, lagi semangat nih, jadinya kek gini. Dahlah gak mau terlalu banyak omong, enjoy aja yoks. Tekan bintang kalo suka dan komen kalo ada kritik dan saran. Terima kasih.
-Alfynjm.

DibisukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang