Enam.

13 3 0
                                    

Pagi ini, aku bangun dengan perasaan yang berat. Ya, hari ini aku akan menyatakan cinta. Aku tidak yakin, tidak tahu harus bagaimana. Bahkan tidurku sampai tidak nyenyak karena masalah ini. Apa setiap orang yang mau menyatakan cinta merasakan apa yang kurasakan? Aku berharap ini akan menjadi pengalaman pertama dan terakhir dalam hidupku. Rasanya tidak kuat jika harus merasakan ini berkali-kali. Bagaimana Kyra, yang sudah tidak bisa dihitung jari berapa kali dia pacaran dan putus. Dia bilang itu adalah bentuk mencari jati diri. Haah, jati diri apanya.

Setelah siap dengan seragam batikku, kumasukkan beberapa buku tulis dan buku cetak sesuai jadwal hari ini, kupastikan alat tulisku tidak ketinggalan, juga payung dan jas hujan. Mengingat ini sudah bulan November, semakin sering hujan. Sebentar lagi aku juga ada tes akhir semester. Tak terasa kelas 11 ini sudah melewati satu semester.

"Yara, ini Kyra udah sampe, diajak sarapan dulu," panggil bunda dari arah dapur. Aku pun bergegas keluar kamar. Hari ini Kyra menjemputku, karena aku bilang motorku sedang bermasalah jadi kubawa ke bengkel kemarin dan baru beres nanti sore. Jadi aku nebeng Kyra.

"Hai Kyr, pagi, sarapan dulu yuk," panggilku ke Kyra yang asik bermain dengan ponselnya di ruang tamu. Dia menoleh dan mengangguk.

"Halo Tante, Om, numpang ikut sarapan ya, tadi Kyra buru-buru jadi Bi Sari belum masak," sapa Kyra pada kedua orang tuaku.

"Ahh, santai saja Kyra, sini sini makan," bunda mempersilahkan Kyra duduk, akupun ikut duduk di samping ayah.

"Gimana kabar papa sama mama kamu Kyra? Udah lama aku gak lihat mereka," tanya ayah. Orang tua kami memang sudah akrab karena ayah dan papanya Kyra rekan kerja.

"Papa baik Om, mama baik tapi malah makin sibuk sama butiknya, untung masih inget sama anak sama suaminya di rumah, hehe," sahut Kyra.

"Ih aku juga udah lama gak liat Ririn, udah lama gak ke butik juga sih," sahut bunda.

"Hahaha, alhamdulillah kalau begitu, kapan-kapan kuajak Tyo mancing lagi," suasana ruang makan pagi ini sangat ceria, berbeda dengan suasana hatiku yang sedang gundah gulana. Aaahhsss sulit sulit.

"Bun, Yah, Yara berangkat dulu," pamitku ke ayah dan bunda.

"Kyra juga pamit mau berangkat Om, Tante," aku dan Kyra menyalami tangan ayah dan bunda.

"Hati-hati ya, jangan ngebut, belajar yang baik, berdoa dulu kalo mau jalan," sahut bunda. Khas sosok ibu sekali.

Kami pun pergi ke sekolah. 10 menit berikutnya kami sampai di sekolah. Aku keluar dari mobil Kyra. Memang Kyra sudah punya mobil. Bekas mobil kakak laki-lakinya lebih tepatnya. Kakaknya sudah menikah dan sudah punya mobil baru jadi mobil lamanya ditinggal di rumah orang tuanya dan dipakai Kyra.

"Lo udah siap kan?" aku tahu kemana arah pembicaraan Kyra. Aku menatap Kyra miris.

"Aku gak yakin Kyr, bahkan tadi malem gak bisa tidur nyenyak aku," jawabku.

"Haduuuh, Yara sayang, tenang oke, Raga gak akan makan lo, tenang aja," sahut Kyra diselingi candaan guna menghiburku.

"Emang Raga kanibal apa, ada-ada aja kamu Kyr," ucapku menanggapi Kyra.

"Nah tu tau, ya udah gak usah takut. Yakin sama diri lo sendiri, mau nembak kapan?"

"Pas pulang sekolah Kyr, seenggaknya kalo ditolak dan aku nangis bisa nangis sepuasnya di rumah."

"Lah, aneh lo, yakin banget bakal ditolak, belom nyoba padahal," Kyra menepuk pundakku pelan menyemangati. "Eh, oh ya gue lupa, kalo pulang sekolah mungkin gue gak bisa nemenin, soalnya ada les, juga gak bisa nebengin lo jadinya," ucap Kyra sedikit menyesal.

"Ahh, gak papa tenang aja, aku bisa sendiri kok," sahutku menenangkan.

"Oke semangat buat Yara gak jomblo 2k21, hahaha," aku ikut tertawa mendengar lelucon Kyra. Dia memang sahabatku yang paling kusayang. Dia tahu aku sedang butuh dukungan dan hiburan.

Hujan mulai turun deras di jam-jam terakhir pelajaran. Tepat saat bel pulang hujannya malah semakin deras. Kyra sudah pamit mau les tadi, dan sekarang aku sedang berjalan pelan menuju kelas Raga. Ya kelas XI MIPA 4. Jantungku berdegub semakin cepat. Tepat saat aku melihat Raga yang keluar dari kelasnya dengan beberapa temannya.

"Ra-"

"Raga!" belum selesai aku memanggil Raga, sudah ada suara lain yang juga memanggil Raga. Kutolehkan kepalaku ke belakang. Griz. Anak OSIS yang cantik yang memang sering terlihat dekat dengan Raga.

Griz berlari melewatiku menuju Raga yang juga menoleh pada Griz dengan senyumnya yang khas.

"Raga, mau pulang?" tanya Griz

"Iya, mau kuantar?"sahut Raga. Apa? Kuantar? Apa ini? Kenapa Raga harus mengantar Griz?

"Boleh? Ya udah ayo bareng, oh ya nanti mampir ya, mami mau ketemu sama kamu," saat itu juga tulangku seakan meleleh saking lemasnya. Apakah mereka berpacaran? Jadi rumor itu benar? Aku juga baru sadar koridor kelas MIPA sepi dari anak-anak. Sepertinya sudah turun semua. Hanya tinggal kami bertiga, aku yang cukup jauh dari mereka seperti menjadi angin yang tak terlihat. Mereka tampak tak menyadari ada aku di sana. Menatap dengan rasa sakit yang menumpuk di hati.

Hujan, kenapa kau turun dan membawa luka untukku. Hari ini akan menjadi hari paling bersejarah. Ya tandasnya kisah cinta pertama sosok Yara.

Tbc~
Double hari ini, eh gak triple malah, yang satu jam 00.16 tadi, hehe. Terlalu bersemangat. Oke enjoy aja ya buat baca.
-Alfynjm.

DibisukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang