Parfum

87.5K 943 14
                                        

Zara melambaikan tangan saat melihatku memasuki area kantin. Jeans ketat dan kaos putih oblong yang kupakai hari ini sangat berbanding terbalik dengan penampilan Zara yang elegan.

Di meja itu sudah tersedia dua gelas jus jeruk dan dua piring ayam geprek. Aku menatap Zara tajam tapi dibalas dengan senyuman tipis. "Makan, Dif. Pasti lo laper yakan."

Aku teringat belum memakan apapun hari ini tapi aku yang sedang marah tak berminat sedikitpun dengan makanan yang tersaji. Kulipat tanganku di depan dada, mengintimidasi Zara dengan mataku yang terlapisi kacamata besar.

"Pertama gue minta maaf," ucap Zara setelah sekian menit hanya ada keheningan di antara kami, "gue tau lo lagi susah, jadi ini jalan satu-satunya. Gue ga mau liat lo susah."

"Tapi lo ngejual badan gue, bisa aja gue laporin lo sebagai mucikari." Gertakku.

Tapi Zara malah tertawa, "gue aja ga dapet bayaran kali, Dif. Gue emang niat bantu lo."

"Dan lo jual badan gue ke Anggara, lo gila?" Ucapku berbisik tapi dengan nada mengancam, aku tak ingin kefrustrasianku terdengar orang lain.

"Jadi kemarin gue dapet orderan atas nama lo, gue promoin kalo lo masih perawan dan ini first time. Dan ada yang nawar lo dengan harga tinggi. Mana gue tau kalo itu Anggara, nah inget kan lo kita main ke Bar? Kita ketemu Anggara di sana, dan yah gue kenal dia, lo juga kenal. Tapi dia ga kenal kita."

Penjelasan Zara tentang ketemu Anggara dan lain lain itu benar benar tak terlintas di ingatanku. Aku benar-benar tak ingat bahkan saat main ke Bar. Seingatku sahabatku ini mengajakku bertemu dengan calon bos.

"Gue nggak inget detail, harusnya lo jelasin pekerjaan ini, bukan malah ngasih obat macem-macem ke minuman gue!" Sentakku.

"Ya maaf, tapi kalo lo punya tubuh bagus kenapa ga lo manfaatin! Ya nggak?" Zara tertawa seperti tanpa beban sedangkan aku masih ketakutan.

Bagaimana jika gara-gara kejadian ini aku hamil?

"Lo nggak ngerti," ucapku singkat.

"Hei, kalian!"

Tiba-tiba dari belakang, muncul seseorang yang paling dekat denganku selain Zara. Kak Kevin, satu angkatan di atasku dan salah satu ketua organisasi di kampus.

Zara melirik dan mengedipkan matanya padaku, tentu saja anak ini tau kalau aku memendam rasa pada Kak Kevin sejak lama. Tapi begitulah sifat manusia, Kevin jelas lebih menyukai Zara daripada cewek cupu sepertiku. "Gue ada event kepanitiaan nih, gue pengen kalian ikut ya?" Ucap kevin sambil menyerahkan selebaran pamflet. "Daftar aja dulu, lumayan sertifikatnya."

"Bukanny kita cuma dijadiin babu?" Ucap zara lugas. Membuat kevin terkekeh.

"Lo gimana si jadi mahasiswa, mahasiswa itu harus banyak kegiatan! Bukan kuliah pulang kuliah pulang!" Ujar Kevin dengan gayanya yang sok paling bijak. Tapi itulah salah satu yang membuatku tertarik padanya, tapi apa pantas? Aku sudah tidak perawan.

"Gue pulang kuliah langsung kerja si kak," aku menimpali. Zara ikut mengangguk.

"Gue juga kerja tuh."

"Ah, nggak asik kalian. Pokoknya gue mau kalian ikut ya, ser-" ucapan Kak Kevin terhenti saat Zara menggebrak meja. "Apaan si Zara sayang."

Zara menarik tanganku untuk berdiri. "Udah waktunya kelas!"

Ah tumben sekali anak ini, biasanya juga sering telat masuk kelas. Tapi aku melihat raut Zara yang terlihat panik, dan tangannya menunjukan ke arah dalam kantin. Aku menyipitkan mata untuk memfokuskan pandanganku, dan melihat Anggara dan gengnya baru selesai makan dan akan melewati meja kami.

Aku yang masih lola malah menatap tepat ke mata Anggara yang mana cowok itu juga menatap mataku walau terlihat tidak sengaja. Aku menahan nafas  dan dengan panik segera mengikuti tarikan tangan Zara.

"Hei, Difya! Zara! Ini selebarannya ketinggalan!" Seru kak kevin. Tapi aku dan Zara sepakat tidak memperdulikan Kevin dan lebih memilih menyelamatkan hidup dari Anggara.

"Gue yakin, Dif. Si Gara ngga kenal kita, tapi gue tetep takut si." Bisik Zara disela-sela jalan kita yang dipercepat.

"Lah lo takut apa lagi gue!"

***

Aku dan Zara berhasil menghindari Anggara saat pulang dari kantin. Di kelaspun aku tidak melihat Anggara dan gengnya, yang aku yakini pasti mereka bolos kelas ini.

Tapi saat aku melewati parkiran kampus sendirian, aku berpapasan dengan Gara yang baru keluar dari mobil. Aku segera menundukan kepala saat melewatinya, tapi aku yakin Gara sedang mengawasi gerak-gerikku. Apa dia mengenalku?

Aku mempercepat jalanku tapi tiba-tiba aku kebelet buang air kecil, aku segera membelokan kakiku ke arah toilet di belakang pos satpam, tanpa pikir panjang segera memasuki toilet kosong itu.

Huft, lega. Setelah membersihkan bagian intimku dengan air dan tisu, aku berdiri di depan cermin untuk kembali memakai lipcream agar wajahku tidak pucat. Lalu mataku tertuju ke arah samping leher dan kulihat sebuah bercak kecoklatan berada disana, aku meraba bercak itu dan tidak merasa sakit. Padahal tadi saat di kos aku tidak menyadari bercak ini.

Ah mungkin ada serangga di kamar kos! Namanya juga kos murah pasti ada saja serangga yang mampir. Aku menutupi leherku dengan rambutku yang panjang lalu memasukan lipcream ke totebag dan keluar dari toilet.

"Akh!" Baru aku membuka pintu, sosok tinggi besar dengan wajahnya yang menawan berdiri di depan pintu toilet. Gara lagi! Aku mundur beberapa langkah ke belakang saat gara memajukan tubuhnya beberapa senti.

"Eh bisa keluar nggak? Gantian gue mau pake toilet." Ucap cowok berwajah blasteran ini dengan nada datar. Aku mendelik dan buru-buru memperbaiki sikapku yang tadinya waspada. Aku pikir Gara akan melakukan sesuatu karna mengingat yang tidur bersamanya adalah aku!

"Ta-tapikan ini toilet cewek," ucapku gagu, aku terlalu gugup dengan keadaan ini. Mengingat Anggara adalah laki-laki yang merenggut keperawananku dan membayarnya untuk itu.

Cowok ini dengan raut tak sabar malah menarikku keluar dengan paksa. "Ini toiletnya pak satpam, dan satpam di sini cowok bukan cewek!"

Aku merutuki kebodohanku, memang ini toiletnya pak satpam! Tapi kenapa sih Gara ikut-ikutan ke toilet ini! "Oh iya iya maaf, gue lupa." Dengan perasaan tak enak aku keluar dari ruangan sempit ini. Tapi baru saja melangkah keluar, Gara kembali mencekal tanganku.

"Tunggu, kok kayaknya gue kenal parfum lo." Ucapnya selidik. Duh! Memangnya aku tau ada berapa orang yang pakai parfum kayak punyaku? "Lo itu kan..."

***

SEDUCTIVE (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang