Hendery datang untuk menjemput Haechan sesuai lokasi yang Haechan beritakan. Ia tak langsung menghampiri Haechan, melainkan ia terlebih dahulu memantau Haechan yang menutup wajahnya sendiri sambil duduk di taman. Yang ia tahu, Haechan pasti saat ini menangis, terlihat dari bahunya bergetar. Ia merasa tidak tega, sejak dulu, Haechan paling jauh dari kata menangis. Setiap hari bahkan Haechan selalu terlihat tertawa, namun tidak untuk tahun ini, mungkin ini menjadi tahun dimana Haechan sering menangis.
Dan saat itu pula Haechan mengusap air matanya sendiri dengan tangan, Hendery keluar dari mobilnya untuk menghampiri Haechan.
"Udah?" Hendery mendudukkan dirinya di samping Haechan.
"Eh?"
"Gue udah dari tadi liatin lu sih, udah lega?"
Haechan menggeleng, "Echan gatau bang"
Hendery kemudian melirik kotak makan di samping Haechan, ia menebak nebak jika Yangyang menolaknya lagi untuk yang kesekian kalinya.
"Lu gak perlu ngelakuin itu semua, buat apa? kalo semuanya justru bikin lu sedih," Hendery menggenggam tangan Haechan, jujur dadanya terasa sesak ketika melihat Haechan menangis.
"Echan cuma niat ngasih bekal buat Yangyang... soalnya paginya Echan gak sempet buat sarapan," Bibir pucatnya berbicara dengan lemas, Hendery benar benar tidak tega melihatnya.
Hendery membawa Haechan ke pelukannya, "Kita... pulang ke rumah ya?"
Hendery mengelus punggung Haechan dengan sayang, sedangkan tangan Haechan meremat kuat pakaian Hendery untuk menahan tangisnya.
"Echan takut daddy nanya nanya.."
Hendery sendiri merasa bingung, ia tidak ada tempat lain selain rumah orang tua mereka. Tanpa ia sadari pegangan Haechan pada pakaiannya mulai melemas, Haechan memejamkan matanya tak sadarkan diri.
"Chan?" Hendery menepuk pipi Haechan pelan, "Chan lu pingsan astaga,"
Hendery berusaha membawa Haechan ke mobilnya, tak lupa ia menenteng tas berisi kotak makan tadi. Jika sudah seperti ini, ia benar benar tidak akan mengampuni Yangyang.
*
Langkah Yangyang terdengar mendekati Hendery yang berada di kursi di lorong rumah sakit tepatnya di luar ruang periksa Haechan. Wajah Yangyang terlihat begitu angkuh.
"Kenapa?"
Hendery mendecih pelan, ingin sekali ia memukul wajah sialan di depannya itu yang berani membuat Haechan hingga seperti ini.
"Haechan pingsan,"
"Oh, terus? ada hubungannya sama saya?" Yangyang menaikkan alis kanannya, menurutnya, jika pingsan dan sudah dibawa ke rumah sakit maka masalah selesai, tidak ada lagi urusan dengannya.
"Gue heran otak lu ditinggal di mana, pertama, Haechan istrilu kalo lu lupa, ke dua, gara gara dia nganterin makanan buat lu, dia jadi kecapean, terakhir, lagi lagi lu bikin dia nangis," Rahang Hendery mengeras, ia berusaha menahan amarahnya.
"Terus? buat apa saya disini? toh tadi saya nggak minta Haechan buat datang ke kantor saya,"
"Gue bener bener nggak ngerti lagi sama lu, kalo lu gak mau jaga adek gue, kenapa gak lu balikin ke gue? Lu gak ngerti perjuangan gue buat bahagiain dia!" Hendery mencengkeram kerah kemeja Yangyang, ia hampir saja memukul pria bajingan di depannya ini jika tidak ingat ia berada di rumah sakit.
"Dari kecil gue berusaha mati matian buat nyenengin dia semenjak ibu kami meninggal karena lahirin dia, gue yang selalu bikin dia ketawa, sedetik pun gue gapernah liat dia nangis, tapi sekarang apa? gue bahkan gapernah liat dia senyum, senyum yang bener bener tulus, gue miris liat dia sekarang,"

KAMU SEDANG MEMBACA
FADE AWAY - YANGHYUCK
Fanfiction"Saya udah hamilin kamu, mau gak mau saya harus tanggung jawab, walau bagaimanapun meskipun saya males, itu tetep anak saya,"