12.

3.7K 412 31
                                    

Selama satu minggu ini Haechan semakin merasa risih dengan kehadiran Yangyang di rumahnya. Ya meskipun begitu, ia tak pernah mengusirnya, walau bagaimanapun Yangyang masih berstatus sebagai suami sahnya sekaligus ayah kandung Haohao. Terlebih melihat kedekatan Haohao dan Yangyang membuatnya tak tega untuk memisahkan mereka.

"Uncle! liat nih aku bisa gambar bunga! bagus kan??" Haohao menunjukkan buku gambarnya pada Yangyang dengan antusias. Siang ini Yangyang kembali berkunjung ke rumahnya.

Yangyang terus saja tersenyum meskipun hatinya terasa sakit mendengar panggilan yang Haohao berikan padanya. Seharusnya anak kecil di depannya ini memanggilnya dengan sebutan papa, bukan uncle. Namun saat ini ia tak bisa berbuat apa apa, tak mungkin ia secara spontan berkata dirinya adalah ayah Haohao, anak kecil itu tak mungkin mengerti, dan Haechan bisa saja semakin membencinya ketika tiba tiba ia jujur pada Haohao.

"Bagus!! pinter banget anak- mami Haechan..." hampir, ya hampir saja Yangyang kelepasan mengatakan Haohao adalah anaknya, meskipun kenyataannya begitu.

Haechan sudah menatapnya tajam, meskipun dalam hatinya merasa bimbang. Ia seharusnya memberitahu pada Haohao yang sebenarnya, apalagi posisi Yangyang kini masih sebagai suami sahnya, sebrengsek apapun Yangyang, ia masih sebagai papa biologis Haohao.

Haohao kembali fokus menggambar, entah apalagi yang ia gambar sekarang. Yangyang yang sejak tadi mengamati pun beralih memperhatikan Haechan yang melamun entah memikirkan apa, selama kurang lebih lima menit sebelum akhirnya Haohao menepuk pahanya.

"Uncle! liat deh! akuu gambarr uncle, Hao, sama mamiii!! ini yang ditengah akuu."

Yangyang tersenyum tipis, lagi lagi uncle panggilan yang keluar dari mulut Haohao, anak kandungnya.

"Coba aja kalo Haohao punya papa... pasti di sini orangnya ada empat, Hao, mami, papi, sama uncle!"

Tidak, orangnya akan tetap tiga karena uncle dan papanya adalah orang yang sama.

"Emang... papi Hao kemana? uncle boleh tau?" Yangyang menarik Haohao ke pangkuannya, ia menatap Haechan yang sedikit berkaca kaca.

"Kata mami... papi Haohao udah meninggal,"

Ah, sakit sekali mendengarnya, ternyata seperti ini ya rasanya tidak dianggap? Haechan sudah melalui fase ini beberapa tahun lalu, tidak dianggap dan dianggap tidak ada, ia tak pernah mengenalkan istrinya pada siapapun.

"Ahh gitu ya??" Yangyang melirik Haechan yang hampir menangis, namun Haechan sesegera mungkin mendongakkan kepalanya untuk mencegah air matanya keluar.

"Udah hampir sore, kamu mending pulang, Haohao makan yukk? Haohao laper gak?" Haechan tersenyum sambil mengelus rambut ikal anaknya, ia menatap datar Yangyang setelahnya.

"Ayo makan sama uncle Yang juga mamii..."

Haechan menghela napasnya, rasanya ingin menolak, namun ia tak mau membuat anaknya bersedih karena ia menolaknya.

"Ehm, kamu ke kamar dulu ya sayang? nanti mami nyusul..."

"Okei mami!!"

Haohao pergi, menyisakan Yangyang dan Haechan yang saling berdiam diri. Tidak ada yang memulai pembicaraan hingga keduanya berdiri, terasa canggung setelah ucapan Haohao tadi.

"Maafin saya Chan..." Yangyang memulai pembicaraan, ia menatap Haechan yang entah menatap ke arah mana.
"Kamu boleh pukul saya sekencang yang kamu mau, kamu boleh lakuin apa saja yang udah saya lakuin ke kamu dulu, tapi tolong maafin saya, tolong kasih saya satu kesempatan,"

Tangan Yangyang meraih tangan Haechan untuk digenggam, tangan halus yang sudah lama ia sia siakan, dan tangan halus itulah yang selalu ia perlakukan dengan kasar.

"Saya minta maaf, Haechan... ayo pukul saya, kamu marah sama saya kan?"

Haechan melepas genggaman tangan Yangyang, Yangyang sudah bersiap menutup matanya karena setelahnya Haechan menampar wajahnya dengan kuat namun setelahnya Haechan justru memeluknya erat seperti tak mau kehilangan.

"Aku marah banget sama kamu, suami brengsek, bajingan, gak punya otak, kasar, gak punya hati!" Tangisan Haechan pecah setelahnya, dada Yangyang terasa ngilu mendengar isak tangisan Haechan, ia lebih baik baik saja jika Haechan memilih untuk memukulinya hingga lebam karena satu kelemahan dirinya, ia tak bisa melihat orang dewasa menangis, sekalipun itu adalah musuhnya.

"Chan saya mohon kamu pukul saya aja, saya gak bisa liat kamu nangis, Chan saya minta kamu tolong berenti..."

Dada Yangyang semakin terasa ngilu, terlebih ketika melihat wajah Haechan yang kelelahan ini sedang menangis.

"Chan... stop it..." Yangyang berusaha melepas pelukan Haechan, ia sudah tidak kuat lagi.

"Hyung, aku gak tau, kenapa aku gak bisa lepasin laki laki brengsek kaya kamu? rasanya berat banget buat pisah, saat ego aku nyuruh aku buat cerai sama kamu, aku... ngerasa bingung, kenapa aku harus jatuh cinta sama laki laki bajingan? bahkan di luar sana banyak yang lebih baik, lebih lembut dari kamu, aku bisa aja selingkuh, tapi aku gak bisa," Haechan berbicara dengan nada datar, ia duduk termenung di sofa, ia sampai lupa jika dirinya akan pergi menyuapi Haohao makan.

"Chan, mending kamu makan dulu, saya pulang ya? besok saya ke sini lagi buat main,"

"No, di sini aja,"
"Ayo tinggal di rumah kita dulu, kita mulai semuanya lagi, sama Haohao," Haechan menahan tangan Yangyang agar tak pergi.

"Saya gak akan biarin kamu inget semua kenangan pahit di rumah itu Chan, tempat kamu lebih baik di sini, saya pulang ke rumah dulu ya?"

"Aku rumah kamu, aku tempat kamu pulang, hyung..."

"Chan..."

"Aku istri kamu, Haohao anak kita, kamu gak mau liat Haohao punya papi kaya temen temennya? papi yang dia pengen selama ini?"













Tbc

FADE AWAY - YANGHYUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang