18 ||

173 12 0
                                    

Di tengah percakapan Adel dan Jessy, muncullah sosok Donald yang datang menghampiri Adel sambil merangkulnya. Membuat Jessy tersenyum kecut dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

"Del, gimana? Lo udah baikan, 'kan?" tanya Donald khawatir.

"Iya, Donald. Makasih, ya. Gue gak tahu kalau gak ada lo gimana nasib gue di sana," lirih Adel sambil tersenyum.

"Kalian deket banget, ya?" sela Jessy yang terlihat bingung sambil mengepalkan tangannya.

"Iya, lah!" seru Donald sambil membelai rambut Adel.

"Ish! Jangan deket-deket. Gue masih trauma, Donald!" decak Adel menepis tangan Donald.

"Kalau begitu gue ke toilet dulu, ya," pamit Jessy pada Adel dan Donald.

Jessy meninggalkan Donald dan Adel berdua. Sesekali ia melirik ke arah Donald dan Adel dengan penuh emosi. "Please, Jess! Tahan, dulu, tahan!" batin Jessy sambil berjalan di koridor kelas dan ada beberapa siswa yang mengorbrol di depan kelas mereka.

"Minggir kenapa sih! Gue mau lewat!" decak Jessy sambil mendorong murid-murid kelas lain dengan emosi.

"Yeh! Gila lo?!" tungkas salah satu siswi dari arah belakang.

"Awas aja lo Del! Gak usah kecantikan deh!" umpat Jessy yang sedang berjalan dengan mata yang begitu tajam. Ia melampiaskan emosinya kepada semua siswa atau siswi yang lewat.

Donald dan Adel terus berbicara berdua. Donald menarik tangan Adel dengan berjalan mengendap-ngendap.
"Del, ayo ikut gue!"

"Mau kemana sih?" tanya Adel sambil berbisik.

"Udah ikut aja." Donald terus mengintai Jessy.

Tidak lama kemudian, Jessy keluar dari kamar mandi dan bertemu dengan Nathaniel yang mau ke arah kamar mandi. Saat itu juga, Adel dan Donald melihat dan mendengar pertengkaran adu mulut antara Jessy dan Nathaniel. Ternyata dugaan Donald benar, Jessy dan Nathaniel seperti dekat sekali. Donald langsung mengambil ponsel dan merekam kejadian itu.

"Lo gagal, Niel! Kenapa lo bohong?!" murka Jessy pada Nathaniel.

"Gue udah merencanakan semuanya dengan baik sesuai arahan lo juga, 'kan?! Gue gak bohong! Salah gue gitu? Hah?! Kita berdua kerja sama, jadi kalo gue salah, lo juga salah," bela Nathaniel dengan muka yang memerah di raut wajahnya.

"What? Heh! Buktinya Adel gak bisa lo cium! Artinya lo bohong dan gagal! Inget, ya orang tua lo ada hutang sama gue. Walaupun lo jadi cowok idaman semua siswa di sini, tapi gak bagi gue, Niel. Hutang ya tetap hutang, gue kasih keringanan sama lo dengan cara ini. Atau lo mau rumah orang tua lo gue sita?!" decak Jessy sambil berkacak pinggang.

"Ya emang lo gak bisa lakuin ini sendiri?! Gue cape jadi babu lo mulu, manusia paling kaya! Ingat, ya gue akan buka suara sama semua orang kalo ini ide lo. Jadi kita bisa dihukum bersama, nona cantik," ancam Nathaniel pada Jessy.

"Apa-apaan lo! Gue gak suka aja Adel deket sama Donald. Gue jadi sahabat Adel agar bisa hancurin dia tanpa rasa curiga. Ternyata gue berhasil. Sisanya lo yang selesain!" bentak Jessy pada Nathaniel.

Adel begitu terkejut atas ucapan Jessy, sahabatnya sendiri. Mengapa ia begitu bodoh dan terlalu percaya dengan seseorang yang sangat berharga dalam dirinya?

Donald merapatkan mulut Adel. "Tutup mulutnya, biasa aja lihatnya."

"Gue gak nyangka," lirih Adel.

"Sekarang lo percaya sama gue, ' kan? Gue gak mungkin hancurin persahabatan lo sama Jessy, tapi gue--"

"Sstt!" potong Adel dan bergegas ingin menghampiri Jessy dan Nathaniel.

HELLEVATOR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang