"Sabar, Sayang. Mama sudah bilang sama kamu dari kemarin kalau kamu jangan nangis setelah ini, karena mama tahu kebusukan Donald. Mama sengaja melakukan itu semua untuk kebaikan kamu dan membuat kamu bahagia," tutur Esther pada Adel.
"Maafkan aku, Ma. Aku benar-benar anak durhaka yang gak peka sama Mama," isak Adel saat berada di pelukan sang mama.
"Donald begitu karena ia kurang kasih sayang seorang ibu, Nak. Karena, menurut Andi ibunya meninggalkan dia sejak Donald masih SMP." Esther mempererat pelukannya.
"Mau kamu anggap mama gak peduli sama kamu, mama gak apa Nak. Asalkan mama bisa membuat kamu tertawa bukan terluka," jelas Esther.
"Sudah, Del jangan ditangisi si Donald nanti malah bangga," sela Jason menenangkan Adel.
"Makasi, ya Jason. Kamu memang teman terbaik aku," ujar Adel.
"Selalu seperti komodo. Teman baikmu," kekeh Jason.
"Udah, Sayang gak usah dipikirkan lagi, ya. Biarkan saja ini menjadi pengalaman sekaligus pembelajaran untuk kamu," pesan Esther pada Adel.
"Iya, Ma."
Kring! Kring!
"Halo, Esther maafkan kelakuan anak saya, ya. Semoga tai silahturahmi kita tidak putus sampai di sini."
"Iya, Andi. Aku sudah memaafkan, terima kasih juga sudah memberikan warna di hidup saya walau hanya sementara"
Tut ... Tut ... Tut....
"Del, kamu sudah siap?" tanya Esther pada Adel yang sudah berpakaian rapi.
"Sudah, Ma."
Semenjak kejadian itu, Adel sering meluangkan waktu bersama keluarga, Albert dan sang ibu —Esther. Andai saja kala itu Adel mendengarkan perkataan orang tuanya pasti semua ini tidak akan terjadi.
"Ma, aku sudah ingkar janji. Waktu itu, aku bilang kalau aku gak akan nangis, ternyata akhirnya seperti ini. Akhir tak bahagia," gumam Adel pada Mamanya.
"Hahahaa, gak apa Nak. Lagipula wajar jika wanita menangisi keadaannya yang tak sesuai dengan kenyataannya," sahut Esther dengan membelai lembut pipi Adel.
"Ya uda ayok kita jalan, Ma," ajak Adel antusias.
"Yeh, bocah!" ledek Albert pada Adel.
"Ish!"
Albert mengacak-acak rambut Adel dengan manja. "Gak apa-apa, asalkan adik kecil abang bahagia."
Hari itu benar-benar Adel merasa bahagia, bermain time zone layaknya anak remaja. Padahal ia sudah dewasa. Tingkahnya begitu anarkis, meluapkan setiap emosinya dengan bermain basket.
'Fuckboy! Kenapa gue tergoda sama ketuabgeng motor sih? Pasti sifatnya berandalan, seharuanya gue ikutin kata Mama waktu itu. 'Anak motor gak baik semua.' Karena cinta aja jadi gue buta akan dunia," batin Adel menggerutu.
Tercetak poin 20 pada layar basket dan Adel menerima begitu banyak tiket, sebegitu bahagianya gadis kecil yang masih polos ini. Umur boleh tua, tapi wajahnya seperti masih anak remaja. Setelah puas bermain, Adel menerima hadiah berupa boneka dan tumbler lucu berwarna biru muda dihiasi bintang kecil kelap-kelip.
Adel tiba di rumah bersama Albert dan Esther yang selalu menemani. Cuaca hari ini kurang mendukung, karena awan hitam dan air yang terbendung dalam awan membuat suasana menjadi mendung berangin.
Siapa sangka ada seseorang yang sudah menunggunya di ambang pintu rumah Adel. Ya, luka itu kembali datang membawa air mata. Donald berusaha menjelaskan semuanya pada Adel.
Esther dan Albert membiarkan Adel berbicara pada Donald, namun dengan sigap Adel menerobos pintu tanpa menghiraukan keberadaan Donald yang sudah sedari tadi menunggunya.
"Adel, maafin aku. Dengerin penjelasan aku dulu," ujar Donald mencekal pergelangan tangan Adel.
"Lepasin!" decak Adel sambil merintih kesakitan.
"Gak! Gue mau lo diem di sini dengerin penjelasan gue dulu!" pinta Donald.
"Sekali engga, tetep engga!" tolak Adel kemudian masuk ke dalam rumah dan membanting pintu dengan keras.
"DEL, GUE BENERAN SAYANG SAMA LO! JANGAN TINGGALIN GUE, PLEASE!" teriak Donald bersamaan dengan turunnya air hujan yang mulai deras.
Donald bersikeras untuk menunggu Adel di bawah derasnya air hujan yang mengalir membasahi tubuhnya yang mulai kedinginan. Donald terus berteriak tak henti-hentinya.
"ADEL, GUE GAK AKAN PULANG SAMPAI LO KELUAR DAN MOHON SAMA LO KASIH GUE KESEMPATAN LAGI UNTUK MEMPERBAIKI SEMUANYA! GUE GAK BISA KEHILANGAN LO DEL!!" sahut Donald yang terus berdiri hingga akhirnya jatuh tak sadarkan diri.
Adel yang mendengar teriakan Donald hanya menangis di dalam kamar. Saat suara itu tidak muncul lagi, Adel heran dan berusaha untuk mengintip melalui jendela. Betapa terkejutnya Adel saat melihat Donald tergeletak tak berdaya sekujur tubuhnya basah oleh air hujan.
Sontak Adel langsung turun ke bawah dan menyadarkan Donald. Berusaha memberikan nafas buatan, tapi Donald tak kunjung sadar, menepuk pipinya pun tak membuat Donald sadar. Akhirnya Dengan bantuan satpam di rumahnya dan Albert, Donald dibawa masuk ke rumahnya untuk dirawat.
"Donald, sadar dong! Jangan bodoh kaya gini," isak Adel tak kuasa melihat orang yang ia sayang terluka.
Dengan air mata yang menetes ke pipi Donald membuat tangannya sedikit bergerak dan menggenggam erat tangan Adel kemudian menciumnya. Keempat mata saling berpasangan, seperti dulu waktu pertama kali mereka saling kenal.
"Maafin aku, Del! Aku bukan pangeran yang sempurna, tapi aku hanyalah manusia yang penuh dosa," tutur Donald dengan suara yang payau dan air mata yang mengalir
"Udah, jangan nangis! Aku udah maafn kamu, kok. Yang dulu gak usah diingat-ingat lagi, ya," jelas Adel dengan hati yang tulus.
"Semakin kamu baik kaya gini, semakin membuat aku ngerasa bersalah Del." Donald memeluk Adel dengan erat.
Ia begitu menyesal telah melakukan hal yang tidak senonoh kepada orang lain dan menyakiti hati putri kecil yang tulus menyayangi dirinya. Terkadang, kita manusia hanya bisa menjalankan sesuai apa yang kita pikirkan, tapi ingat ada Tuhan yang selalu mengatur setiap cerita dalam skenario-Nya yang indah.
"Jangan begitu lagi, ya. Aku gak mau kamu kenapa-kenapa." Adel melepas pelukan Donald dan saling bertatapan.
"Terima kasih telah mencintaiku tanpa pamrih. Maaf aku sudah membuat hatimu rapuh," sesal Donald pada Adel.
"Hati bisa rapuh, ingatan bisa meluruh, tapi ingat aku gak selemah itu," jawab Adel dengan bijak.
"Aku sayang sama kamu, Del," ungkap Donald.
"Aku juga," sahut Adel dan tersenyum manis.
"Jangan pernah menaruh rasa jika tidak tahu seluruh sifatnya. Cintailah dia karena anugerah yang diberikan sang Pencipta kepada setiap manusia."
~Author.Gimana kelanjutannya? Donald terus mengejar Adel atau malah menikahi Jessy? Apa yang terjadi?
Nextt ...
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLEVATOR (END)
Teen FictionAdelia Citra Kirana, wanita bertubuh tinggi, rambut pirang yang terurai sebahu, dengan memakai jam tangan berwarna pink membuat pesona kecantikannya semakin terlihat jelas. Ia merupakan siswi baru di sekolah Cakra Buana. Adel memiliki seorang Abang...