8. Surat?

3.8K 281 50
                                    


SEBELUM/SESUDAH BACA TOLONG HARGAI!! Gratis ko.

Kalau ada typo kasih tau yah.

bantu share yah ceritanya ke sosial media kalian

SELAMAT MEMBACA SEMOGA SUKA 💃

__________________________

Alvaro tersenyum devil sambil memperlihatkan dua buah benda itu dan Tari terus saja menangis, memikirkan bagaimana untuk lepas dari sosok Alvaro ini.

"Aa-aku mohon Al, jangan."

Tari terus saja menangis, ngeri melihat dua buah benda itu. Ia tahu Alvaro tidak akan main-main, jika sudah A ya A, tidak akan pindah ke B. Begitulah sifat Alvaro Putra Mahendra.

"Ayo pilih!" ucap Alvaro yang sudah tidak sabaran.

Tari tetap menggeleng tidak mau. "Gak. Aku nggak mau!" lalu dengan cepat ia berlari menuju arah pintu keluar. Sial pintu itu telah di kunci, bagaimana bisa kabur jika di kunci. Tari berbalik badan melihat Alvaro yang tidak jauh dari dirinya, kemudian ia berlari ke arah dapur, mencari sesuatu yang bisa untuk di buka.

Alvaro terus memperhatikan Tari yang sedang kesana-kemari mencari sesuatu, ia tidak mengejarnya dan bahkan dengan santainya ia duduk sambil memainkan kedua benda itu.

Alvaro tertawa keras dan spontan membuat Tari berhenti ditempat, lalu melihat Alvaro yang seperti kesurupan. Alvaro berhenti tertawa, setelah itu menatap Tari tajam. "Udah belum? cepet gue udah gak sabar nih!" lalu tertawa kembali.

Tari tidak tahu lagi harus bagaimana lagi, ia hanya bisa menangis dan memohon."A-al, aku mohon jangan." sambil menghampiri Alvaro dan langsung memeluk Alvaro dengan erat.

Alvaro mengelus rambut Tari lembut. "Gak bisa! cepet pilih!" ucapnya.

Lagi dan lagi Tari menggeleng tidak mau, ia tidak sanggup. Sudah cukup Alvaro menyakiti dirinya, lalu sekarang? ia ingin menyakiti lagi. 

"Cepet pilih mau yang mana? gue udah gatel nih!" lama-lama Alvaro semakin kesal dan marah.

"Kamu udah janji gak akan sakitin aku lagi Al. Masa kamu lupa." Tari tetap tidak mau dan bahkan ia mencari alasan agar Alvaro berubah pikiran dan memaafkannya.

Alvaro menangkup wajah Tari, menatapnya tajam. "Gue gak akan sakitin lo, kalau lo gak mulai duluan!"

"Aku mohon Al, aku janji gak akan gitu lagi."  Tari terus memohon, bahkan ia terus menangis histeris.

"Cepet pilih! gue udah gak sab–"

Drtt drtt drtt

Alvaro berdecak kesal, sial handphonenya berbunyi. Lalu melihat siapa yang menelepon dirinya, keningnya mengerut heran, nomor yang tidak ia kenal.

Mengganggu saja!

"Hallo!" ucapnya, lalu sambil melirik Tari sekilas.

"..."

"Saya kesana sekarang."

Setelah itu melihat Tari, ternyata dia tertidur, memang jika sudah menangis Tari pasti tidur. Lalu ia langsung membawa Tari dan membaringkan di tempat tidur dan jangan lupa Alvaro juga mengikat tangan Tari, yang pastinya agar tidak kabur.

Cup.

Alvaro mengecup kening Tari singkat, lalu menyelimuti tubuh Tari menggunakan selimut.

"Aku pergi dulu." pamitnya.

******

Rena berdecak kesal, sudah berpuluhan kali menelepon Tari, namun tak kunjung aktif juga. Ia khawatir takut Tari kenapa-kenapa, karena melihat Alvaro datang ke pesta dengan keadaan marah.

ALVARO [PRE ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang