27. Berlian atau serpihan piring

2.6K 167 39
                                    

Tok tok tok

"Ehh ada yang ketok pintu tuh, buka sana Qil." perintah Ria.

Qilla mengangguk, dengan segera ia membukakan pintu.

"Danil?" tanyanya.

"Tari ada Qil?" tanyanya langsung to the point.

Qilla mengangguk, lalu ia mempersilakan Danil untuk masuk. "Tari ada di kamar, Danil tinggal masuk aja." ucapnya.

Danil tersenyum tipis, lalu mengangguk pelan. "Makasih." ucapnya, dengan buru-buru ia menghampiri kamar Tari, bahkan ia abaikan teman-temannya Tari.

Rena, Ria dan Qilla melihat Danil seperti itu hanya diam, mereka tahu bahwa saat ini Danil sedang khawatir.

Di depan kamar Tari, sebelum masuk Danil menghirup udara sebanyak-banyaknya, lalu dihembuskan perlahan. Dirinya tidak boleh terlihat begitu khawatir, takut-takut Tari akan merasa tidak enak. Itu yang ada dipikiran Danil, karena ia tahu jika Tari merasa di khawatirkan, Tari akan merasa merepotkan. Menurut ia tidak, Danil tidak keberatan sama sekali soal itu.

Danil membuka pintu secara perlahan, takut-takut akan menganggu Tari.

Saat sudah di dekatnya, Danil berjongkok, ia mengusap-usap kepala Tari pelan, bahkan sangat pelan. Ia takut Tari akan bangun.

"Cepet sembuh." ucapnya pelan, Danil tersenyum, kini tangannya beralih menggenggam tangan Tari. Jujur melihat keadaan Tari seperti itu membuat ia sedih.

Danil masih setia memandangi wajah Tari, ia tidak henti-hentinya tersenyum hangat. Entah kenapa perasaannya pada Tari sangat berbeda, berbeda dengan perempuan lainnya.

Kini permintaan Danil hanya satu, ia ingin melihat orang yang ia sayang bahagia. Hanya itu, karena melihat yang ia sayang bahagia, membuat hatinya ikut bahagia.

Dan semoga kebahagiaan itu jatuh pada Tari, perempuan yang berhasil merebut hatinya, perempuan yang membuat ia semangat untuk menjalani hari-harinya. Yang dulunya hitam putih, kini menjadi berwarna, Danil harap ia akan terus seperti ini.

Semoga.

Tari membuka matanya perlahan, ia merasakan ada sesuatu di tangannya. "Da-danil?"

Danil tersenyum, ia mengusap-usap kepala Tari. "Maaf udah buat lo bangun."

Tari berusaha bangun dan tidak lupa Danil membantunya.

Tari menyenderkan kepalanya di kepala ranjang, ia membalas genggaman Danil. "Nggak ko." ucapnya sambil tersenyum.

Danil ikut tersenyum. "Sebentar." ia melepaskan genggamannya, lalu beralih mengambil bingkisan yang ia bawa tadi, "Nih gue bawa bubur buat lo." ucapnya sambil membuka wadah buburnya.

Tari tertawa kecil. "Lo gak usah repot-repot bawa begituan, gue gak mau repotin lo terus-terusan."

Bener dugaannya, pasti Tari akan berbicara seperti itu.

"Gue sama sekali gak merasa direpotin." ucapnya, lalu mengangkat sendok yang sudah berisi bubur ke hadapan Tari, "Ayo aaaa."

Tari tersenyum, lalu membuka mulutnya, menerima suapan dari Danil, membuat Danil tersenyum.

Setelah beberapa menit akhirnya makanannya telah habis, lalu Danil meletakkan wadah buburnya di nakas.

Sandari tadi Tari memperhatikan wajah Danil, yang terlihat berbeda dari sebelumnya. "Danil." panggilnya pelan.

Danil menoleh. "Iyah kenapa Tar?" tanyanya.

"Ini pipi lo kenapa ko agak merah gini? terus bibir lo......" Tari melotot kaget, "Bibir lo berdarah." cemasnya sambil memegangi pipi Danil.

ALVARO [PRE ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang