42. Khawatir

2.5K 142 37
                                    

Share cerita ini yaww!!

Vote dan komennya jangan lupa🧡

Follow akun wp ini juga!

Jangan Goibb👻👻

Typo Tandi...

*****



Danil menghela napas kasar, ia melangkahkan kakinya menuju rooftop kampus, karena tempat itu menurutnya yang paling nyaman untuk ditempati.

Pandangnya menatap lurus, ia terus memperhatikan orang-orang yang sedang beraktivitas.

Danil tersenyum hambar, saat matanya tertuju pada Tari yang sedang memainkan handphone. Kejadian tadi pagi membuatnya merasa lega, karena ia bisa mengungkapkan isi hatinya, meskipun dengan hati kecewa. Tapi, jujur ia begitu amat mencintai Tari.

Danil tersenyum kembali, ia tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya jika suatu saat nanti bersama dengan Tari, tapi rasanya itu mustahil.

Tes!

Satu tetesan yang entah dari mana jatuh ke sepatunya, Danil yang menyadari hal itu langsung melihat ke atas, ia mengerutkan keningnya bingung, karena tetesan itu bukan dari situ dan pada saat memegangi hidungnya karena gatel, ia tidak sengaja memegang darah dari lubang hidungnya, ternyata dari situ asalnya.

Dengan buru-buru Danil langsung menghapus darah itu, ia tidak boleh berpikir yang tidak-tidak. Danil memejamkan matanya erat saat merasakan sakit di kepalanya, ia begitu tidak tahan.

"Agrhhhhhh!" ia begitu kesakitan, ia terus memegangi kepalanya yang amat sakit.

"Danil!" teriak Tari tiba-tiba, lalu langsung menghampiri Danil.

"L-lo kenapa?!" camasnya.

Danil terus berteriak kesakitan, ia sudah tidak sanggup lagi.

"Sa-sakit, Tar." ucapnya yang terus memegangi kepalanya.

Melihat Danil kesakitan seperti itu, membuat Tari semakin khawatir. "Tahan dulu yah, gue cari bantuan dulu." ucap Tari, lalu langsung berlari keluar untuk mencari bantuan.

Danil semakin kesakitan, kepalanya seakan-akan seperti ditusuk-tusuk. Ia kewalahan, tidak sanggup untuk menahan perih.

Bruk!

Sebelum menutup mata, Danil sempat mengucapkan nama kedua orang tuanya, kemudian kembali menutup matanya.


******

Nit Nit Nit.....

Suara alat terdengar di dalam ruang rawat. Tari terus memegangi kedua tangan Danil dan bahkan sesekali mengusap-usap kepala Danil.

"Cepet bangun."  bisik Tari.

Tari menghela napas pelan, hampir satu jam Danil sama sekali belum membuka matanya.

"Gue gak mau kehilangan lo Nil." ucapnya pelan sambil tersenyum manis, "Gue sayang sama lo." lanjutnya lagi.

Tari tarus menatap Danil, lama sudah ia menunggu, namun tidak ada pertanda Danil akan membuka matanya.

"Gue janji sama lo, gue bakal jauhin Alvaro." ucapnya sambil mengelus-elus tangan Danil.

"Ayo bangun Nil." sambil menggoyang-goyangkan tubuh Danil pelan, "Gue gak mau liat lo kaya gini." lanjutnya lagi dengan suara yang sudah tidak tahan lagi menahan rasa sedihnya.

Cklek!

Tari langsung menghapus air matanya cepat, lalu menoleh ke arah pintu.

"Gimana, Ar?" tanyanya.

Agra langsung menarik kursi, setelah itu duduk. "Danil baik-baik aja." jawabnya tanpa menatap Tari, Agra malah terus melihat ke arah Danil yang sedang terbaring.

Tari menghela napas lega. Keduanya saling diam, hanya ada suara alat bunyi.

"Lo balik aja, Danil biar gue yang jaga." ucap Agra.

Jelas Tari langsung menggeleng cepat. "Gak. Gue mau di sini, sampe Danil sadar!" ucapnya kekeh.

"Ini udah sore. Gue gak mau lo kena marah sama yang di rumah!" ucap Agra.

"Gue gak mau." ucap Tari.

"Bisa gak sih, lo nurut apa kata gue?! gue gak mau nanti yang ada lo kena marah!" ucap Agra kesal.

Tari menghela napas kasar. "Tapi gue mau jaga Danil!"

"Gak bisa!" tolak Agra, lalu berdiri, "Cepet balik, Danil butuh istirahat!" usirnya.

Tari tetep menggeleng tidak mau dan hal itu membuat Agra menghela napas kasar.

"Besok lo bisa ke sini lagi." ucapnya dan Tari tetap menggeleng tidak mau.

"Pulang Tar. Atau lo mau gue berubah pikiran? biar lo gak usah ketemu sama Danil lagi!" ancamnya.

"Kenapa lo ngatur-ngatur gitu sih!" ucap begitu Tari kesal.

"Gue sahabatnya!" takan Agra, lalu menatap Tari memohon, "Gue mohon, ini semua demi Danil."

"Oke, oke. Gue balik!" ucap Tari pasrah, "Tapi gue mau ngomong dulu sama Danil." lanjutnya dan Agra mengangguk.

Tari berusaha tersenyum, perlahan mengelus kepala Danil. "Gue balik dulu yah, Nil. Gue janji sama lo, besok gue bakal ke sini lagi." lanjutnya sambil menunjukkan jari kelingkingnya, kemudian menyatukan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Danil.

"l love you." bisik Tari pelan.

Lalu Tari langsung menatap Agra. "Gue titip Danil." ucapnya dan Agra hanya mengangguk, kemudian barulah Tari pergi dari hadapan mereka.

Agra menghela napas berat. "Maafin gue Tar. Gue terpaksa harus bohong tentang kesehatan Danil."








Kalau lama up, kasih tau yaw. Maaf jarang buka wp🙏

BUDAYAKAN VOTE DAN KOMENNYA!! 🧡

jangan jadi pembaca goib!❌

Share cerita ini juga!!!

ALVARO [PRE ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang