54. Kambuh

1.8K 95 18
                                    

"Lepas Ar, gue mau balik!" Danil terus memberontak, walapun tenaganya tidak sepenuhnya pulih, tapi itu juga membuat Agra kewalahan menahan Danil.

Agra menghela napas kasar, lalu melepaskan tangan Danil. "Yaudah sana lo balik!" sambil menujuk ke arah pintu, setelah itu ia merapihkan bekas tempat rawat Danil. 

Bukannya keluar, Danil malah terdiam. Ia diam karena Agra terus ngomong yang menurutnya tidak penting.

"Padahal tinggal tunggu besok apa susahnya coba?" Agra terus mengomel, tapi tidak menatap Danil, ia sibuk membereskan.

"Gue cuma mau lo pulih total, udah itu doang!"

"Berisik!" ucap Danil.

Lantas Agra menghela napas kasar, lalu menatap Danil. "Gue lakuin ini semuanya demi lo sembuh Nil."

"Kalau lo udah sembuh, kan gue jadi ikutan seneng." lanjutnya lagi.

Mereka sama-sama terdiam, sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Sungguh Agra sangat berharap Danil mau dirawat lagi, karena ini demi kesembuhannya juga.

"Lo maukan bagian ini sembuh?" ucapnya pelan sambil menunjuk ke arah ginjal kanan Danil.

Lantas Danil langsung memegangi bagian itu, ia menunduk sambil mengelus-elus. Kemudian mengangguk pelan. "Ya, gue mau sembuh."

Agra tersenyum senang. "Gitu dong, itu baru sahabat gue!" sambil menepuk pundak Danil.

******

Hembusan angin begitu sejuk dimalam hari, ditambah bintang-bintang yang indah diatas langit. Akan tetapi, Dinda tidak merasakan keindahan itu. Dinda hanya bisa menghela napas kasar, ia menunduk sambil mengelus-elus perutnya. 

"Maafin mamah sayang." Dinda hanya mampu tersenyum lirih, kenyataan pahit ini ia lakukan dengan sendirian, tidak ada yang menemani dan bahkan ia tidak memiliki teman, bahkan teman untuk bercerita pun tidak ada.

"Mamah bingung sayang...." ucapnya yang sambil mengelus-elus perutnya, lalu menghapus air matanya, setelah itu ia kembali mengelus-elus perutnya.

"Andai aja ini semua gak terjadi sama mamah, mungkin mamah udah bahagia sama orang yang mamah cinta atau mungkin kami sudah menikah." 

Dinda hanya mampu tersenyum lirih, bagaimana pun ia hanya ingin hidup bahagia, tidak mau seperti ini. Dimana seharusnya ia merasakan masa remajanya, tapi ini ia harus merasakan pahitnya kehidupan yang bahkan sendirinya pun tidak tahu kedepannya akan seperti apa lagi. Jika saja boleh memilih, lebih baik ia tidak usah lahir ke dunia, kalau ujung-ujungnya semenyakitkan ini.

Dinda menghirup udara dengan mata terpejam, ia berusaha untuk menenangkan dirinya. 

"Gak baik bumil diluar malem-malem gini." ucap seseorang, sehingga Dinda langsung membuka matanya dan langsung menoleh ke samping. 

"Da-danil?" Dinda sangat terkejut dengan kehadiran Danil disini. Selain itu, ia merasa malu dan juga merasa bersalah.

"Masuk sana." ucapnya, namun Dinda malah menundukkan kepalanya, sehingga Danil heran dengan sikap Dinda yang seperti itu.

"Lo kenapa? gue cuma nyuruh lo masuk, gak baik orang hamil diluar malem-malem gini." ucapnya.

Bukannya masuk, Dinda malah menangis dan itu membuat Danil tidak tega, lalu dengan sigap memeluk dinda sambil mengelus-elus kepalanya. Danil tidak banyak bicara dan bahkan ia membiarkan Dinda menangis sepuasnya, jika sudah tenangan baru ia akan menanyakan mengapa dia menangis seperti ini. 

"Hiks...... Gue cape, Nil." Dinda terus menangis dalam pelukan Danil dan bahkan Danil memeluk Dinda dengan erat, seolah-olah Danil memberikan semangat untuknya dan itu membuat Dinda semakin menangis dengan kencang.

ALVARO [PRE ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang