~Adreil Ferupsea~

403 11 5
                                    

Adreil menendang kepala Dave yang hampir mencium kakinya, lelaki itu menatap Dave dengan tajam dan penuh rasa kecewa serta amarah yang tercampur.

"Lo sama yang lain cuma bisa bilang maaf, tanpa mau bener-bener merubah apa yang semua lo janjikan!" Adreil tersenyum masam. "Lagian percuma, mau seberapa banyak pun lo minta maaf. Sorry, kepercayaan gue udah lenyap, Dave Maliendra."

Adreil pergi—meninggalkan Dave yang terduduk di lorong Apartemen-nya dengan penampilan yang sangat menyedihkan, jika boleh jujur ia merasa kasihan dengan sahabatnya namun semua rasa kecewa menutupi kepeduliannya.

Adreil menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sebentar lagi pemakaman ibunya Felisya. Ya, Adreil harus pergi menemani gadis itu mengantarkan ibunya ke tempat peristirahat terakhir.

*****

Tidak butuh waktu lama ia sudah sampai di tempat yang dituju. Benar, Adreil memaksa  Erlan dalam artian mengungkit kembali membahas akan mengabulkam semua kemauannya, dengan terpaksa ayahnya memberitahu di mana lokasinya. Namun, untuk saat ini Adreil tidak berada di dekat Felisya ia menjaga jarak terlebih dahulu, jika saatnya tiba ia akan mendekatinya.

2 jam telah berlalu, dan proses pemakaman sudah selesai tapi ia masih enggan untuk mendekat, sampai Felisya berdiri dengan terpaksa atas bujukan Erlan hingga keduannya berlalu dan diikuti para anak buah ayahnya. Adreil tersenyum dan ikut mengikuti mereka namun, tetap dalam jarak yang jauh.

Adreil sudah menebaknya jika ayahnya akan membawa Felisya ke Mension-nya karna khawatir jika gadis itu dibiarkan tinggal sendiri apalagi dalam keadaan yang sangat memprihatinkan.

Erlan berujar, "Tinggalah di sini, jangan menolak karna saya benci penolakan."

"Maaf Om, saya gak mau merepotkan Om lagi, terimakasih tapi ...."

Dion menggelengkan kepalanya ketika melihat Felisya hendak menolak permintaan tuannya, ia berujar tanpa suara 'jangan pernah menolak'.

Felisya menatap Erlan lalu menunduk setelah melihat tatapan laki-laki paruh baya itu yang dialihkan ke arah lain.

"Terimakasih Om," ujarnya lalu mendongak menatap Erlan hati-hati. Namun, tak lama ia bernafas lega ketika Erlan tersenyum dan mengangguk.

"Dion, antar Felisya menuju kamarnya."

"Baik Tuan."

"Ayah, El datang!" Adreil tersenyum dan mendekat, waktu yang sangat tepat.

Semua arah pandang menatap Adreil termasuk Felisya yang terkejut tidak hanya kedatangannya melainkan panggilan, ayah?

Erlan tersenyum. "Hallo El!"

Adreil memeluk Erlan yang dibalas ayahnya disertai tepukan pelan di punggung anaknya. Dion menunduk ketika melihat kedatangan putra dari tuannya sedangkan Felisya terdiam, merasa perasaannya tidak nyaman.

"Wah, ternyata ada Felisya Anggraini Sion! Senang bertemu dengan kamu Sya," ujarnya lalu tersenyum manis ke arah gadis itu.

Erlan terdiam.

Adreil mengepalkan tangannya, bahkan gadis itu berani mengabaikannya.

"Yah, apa yang tidak aku ketahui?" ujarnya mengalihkan tatapannya ke arah Erlan.

"Dia akan tinggal di sini, El."

Adreil tersenyum.

"Ayah?" cicit Felisya masih tidak percaya dengan kenyataan yang diketahuinya.

"Perkenalkan aku Adreil Ferupsea. Ah, aku lupa kamu hanya mengetahui nama panggilanku tanpa tahu nama lengkapku, kan?" tanyanya sambil mengulurkan telapak tangannya ke hadapan Felisya, namun naas masih terbaikan gadis itu. "Ya, benar aku adalah putra dari Erlan Edipati Ferupsea, bukan begitu, Yah?"

ADREIL {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang