~Adreil Ferupsea~

260 11 0
                                    

Saat ini Erlan tersenyum lembut menatap seorang lelaki di depannya.

"Ada apa?"

Lelaki muda itu balas menatap Erlan dan tersenyum membalasnya.

"Dave seperti menyukai Fiorra 'mantan Adreil' terlihat dari sikapnya yang berlebihan dan sedikit aneh belakangan ini."

Erlan terkekeh. "Saya sudah tahu itu," katanya. "Kita lihat apa yang akan diperbuat selanjutnya oleh anak saya nanti," lanjutnya sambil menerawang.

Sejujurnya lelaki itu heran, kenapa Erlan berbuat sampai seperti ini kepada putranya sendiri? Bahkan mengorbankan keluarga utuhnya. Tetapi, ia sekedar heran bukan peduli.

Jahat memang, dirinya hanya ingin memiliki apa yang seharusnya ia miliki.

Suara notifikasi ponsel mengalihkan keduanya, Erlan membaca pesan yang mengatakan bahwa putrinya sedang sakit. Jujur dirinya tidak peduli. Tetapi, terlintas dalam pikirannya ia ingin memberi tahu istrinya tentang putra mereka selama ini. Adreil Ferupsea, penerusnya.

Erlan tersenyum bangga.

"Saya ada urusan, tidak bisa makan malam dengan kamu. Mungkin kita makan malam lain kali? Permisi." Erlan bangkit setelah laki-laki muda itu tersenyum dan mencium punggung tangannya.

"Anak baik, kebanggaan saya." Erlan benar-benar pergi setelah mengatakan itu.

Sedangkan laki-laki itu tersenyum.

"Tentu, Om Erlan Edipati Ferupsea."

*****

Felisya keluar kamar dengan sengaja ingin menonton televisi. Namun, tidak sengaja netranya menangkap gambar bangunan yang mewah di kertas dekat laptop yang biasa Adreil gunakan.

(Hanya ilustrasi)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Hanya ilustrasi)

Gila, itu siapa yang buat desain bangunan sebagus itu?

Di sana tergeletak juga pensil dan alat-alat lainnya untuk menggambar.

Kedatangan Adreil mrngalihkan pandangannya. Felisya menoleh saat Adreil merapihkan gambar itu dengan terburu-buru.

"Itu buatan lo?" katanya, bukan dengan kalimat pertanyaan, melainkan pernyataan.

Adreil berdiri dan membawa semuanya ke dalam kamar, Felisya tanpa sadar mengikuti dengan refleks.

"Lo ngapain ke sini?"

Felisya tersadar lalu menepuk jidatnya.

"G-gue pergi!"

Adreil menahannya saat langkah kaki itu hendak keluar kamarnya. Dirinya menutup pintu kamar dan menguncinya, untung kamarnya kedap suara.

ADREIL {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang